Ustadz Robith Terus Berjuang, Meski Tanpa Listrik dan Air “Saya bersedia ditugaskan di Pulau Kera.” Ujar Ustadz Robithoh Alam Islami kepada pengurus Dewan Da’wah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau Kera adalah sebuah daerah yang tidak memiliki akses listrik, air, dan cuacanya sangat panas. Ia memilih pulau ini karena merasa terpanggil dengan keadaan masyarakatnya yang sangat memprihatinkan. Padahal sebelumnya, ia ditempatkan di Pulau Sulamo yang memiliki banyak kemudahan dan fasilitas yang cukup baik. Sudah tiga periode lamanya generasi anak-anak Pulau Kera Nusa Tenggara Timur dalam kondisi buta huruf. Maklum saja daerah tersebut tidak memiliki sekolah yang dibangun oleh Pemerintah setempat. Padahal jumlah anak-anaknya cukup banyak. Kerap kali juga dijumpai para pemuda yang tidak bisa membaca dan menulis, karena memang mereka tidak pernah mengenyam pendidikan sedari kecil. Melihat fenomena tersebut, Ustadz Robith, demikian ia dipanggil, mengambil inisiatif untuk turut serta mendidik anak-anak Pulau Kera. Dengan sebuah bangunan reot, berdinding kayu tua dan beratapkan seng, ia mulai mengajar anak-anak membaca, menulis, menghitung, dan mengaji. “Kita akan terus memperjuangkan mereka, walau kami tidur di atas pasir, tidak ada air, tidak ada listrik, bertahan dengan air payau, kulit terbakar karena panasnya cuaca pantai, jarang mandi, dan jarang nyuci.” Kata da'i alumni STID Mohammad Natsir ini. Pulau Kera adalah salah satu pulau kecil di dalam kawasan Teluk Kupang yang terletak antara Pulau Semau dan Pulau Timor. Wilayahnya memiliki ciri khas sketsa alam yang tersusun atas hamparan pasir putih. Pulau Kera juga memiliki berbagai jenis ikan karang, terumbu karang, dan pemandangan laut yang sangat indah. Namun status wilayah Pulau Kera masih belum jelas. Belum diketahui apa nama desanya, meskipun secara geografis termasuk dalam teritorial wilayah Kupang. Imbasnya, masyarakat Pulau Kera semuanya belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) sampai saat ini. Menurut penuturan Ustadz Robith, Pulau Kera adalah wilayah sengketa, karena sebelumnya pulau ini dirancang untuk menjadi tempat lokalisasi perjudian dan tempat hiburan lainnya. Kontan hal ini ditentang oleh masyarakat, organisasi Islam, dan LSM-LSM setempat. Sehingga sampai saat ini, statusnya tak kunjung ada kejelasan. Menurut salah seorang tokoh setempat, Naseng Rabbani, nenek moyang masyarakat Pulau Kera dari suku Bajo sudah menghuni Pulau Takera sejak 1911. ‘’Nenek moyang kami dari suku Bajo Sulawesi Tenggara, datang ke sini atas undangan Raja Kupang Nesneno untuk mengajari masyarakat berlaut,” tutur Rabbani. Para pelaut Bajo lalu mendiami Pulau Kera, berdasarkan prinsip “di mana ikan bagus untuk dijemur, di situlah mereka berdiam”. Pulau Kera memang sangat bagus untuk menjemur apa saja termasuk ikan. Sejak pukul 7 pagi saja, pulau ini sudah sangat menyengat panasnya. Ustadz Ramli, Da’i Dewan Da’wah di NTT, mengatakan, selama ini Dewan Da’wah dan ormas Islam Kupang terus membina warga Pulau Kera. ‘’Persoalan umat di sini adalah minimnya papan, air bersih, listrik, dan sarana pendidikan,’’ ungkapnya. ‘’Mereka korban pemiskinkan secara struktural,’’ tandasnya. Para nelayan itu dimodali tauke Kupang untuk melaut, tapi hasilnya hampir semua untuk si tauke. Melaut tiga hari berturut-turut dengan awak 4 orang, paling banter masing-masing nelayan mendapat Rp 50 ribu atau senilai dengan 25 jirigen (500 liter) air tawar yang harus mereka beli di Kupang. Itu lantaran kalkulator usaha nelayan berada sepenuhnya di tangan tauke. Di Pulau Kera, air tawar merupakan barang mahal. Jika ingin mendapatkannya, biasanya warga harus pergi ke Kupang dengan menggunakan perahu. Di sana, air itu pun tidak didapatkan secara gratis, melainkan mesti membeli dengan harga Rp. 2000/jirigen. “Alhamdulillah walau tanpa ada perhatian pemerintah, namun atas izin Allah, estafeta da’wah dan pendidikan di pulau tersebut yang di huni masyarakat Bajo berjalan dengan baik. Antusiasme masyarakat tinggi, mereka mengharapkan anak anak mereka punya masa depan seperti anak-anak lain pada umumnya.” Tukas da’i asal Tumenggung Jawa Tengah ini. (Robith/Epul) Support da'i pedalaman: Bank Muamalat Indonesia No. Rek. 301 1282 322 A.n. LAZIS Dewan Da'wah
Info: 0812 894 220 92 (Saeful) www.infaqclub.com [Non-text portions of this message have been removed]