(kisah teladan) Hilfu Al-Fudhul
  [1][1]Tentang kejadian perang ini dan keikutsertaan Rasulullah di dalamnya 
telah diriwayatkan ahli sirah dalam banyak kitab-kitab referensi, namun 
semuanya dengan riwayat yang lemah, sehingga kisahnya tidak kami (Majalah Nikah 
-adm-) muat.
  Kesepakatan dan perjanjian ini dipelopori oleh Al-Zubeir bin Abdilmuththalib 
dan terjadi antara Bani Hasyim, Bani Muthalib, Bani Asad bin Abdul Uza, Bani 
Zuhrah dan Bani Taim di rumah Abdullah bin Jud'an Al-Taimi. Mereka bersepakat 
apabila mendapati orang dari penduduk Mekah atau luar Mekah yang terzhalimi, 
mereka akan menolongnya dan melawan orang yang menzhaliminya sampai 
mengembalikan hak yang dizhaliminya, saling tolong menolong dan mengembalikan 
hak orang yang dizhalimi dari orang yang menzhalimi. Keabsahan peristiwa ini 
dan keikutsertaan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam disampaikan Beliau 
setelah menjadi nabi dan rasul, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dalam kitab 
Musnadnya dari Sahabat Abdurrahman bin Auf, beliau berkata,
  “Sesungguhnya Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Aku pernah 
menyaksikan hilf Al-Muthayyabin bersama para pamanku sewaktu aku masih kecil. 
Aku tak ingin memiliki onta merah dan aku membatalkannya'”[2][1]

  Dalam riwayat Al-Baihaqi dikatakan, “Aku tidak pernah menyaksikan perjanjian 
kesepakatan orang Quraisy kecuali Hilf Al-Muthayyabin, Aku tak ingin memiliki 
onta merah dan aku membatalkannya.”[3][2]

  Dalam satu riwayat Al-Humaidi dikatakan, “Sesungguhnya Rasulullah 
shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Sungguh aku telah menyaksikan di 
rumah Abdullah bin Jud'an satu perjanjian seandainya aku diajak melakukannya 
dalam Islam tentu aku kabulkan.'”[4][3]


---------------------------------
      [1][1]Hadits ini disahihkan Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq beliau pada 
Musnad Ahmad bin Hambal dan Syaikh Al-Albani dalam komentar beliau terhadap 
“Fiqh Al-Sirah” dan lihat juga “Silsilah Ahadits Shahihah” 4/524.



    [3][2]“Dalaail Nubuwwah 2/37-38 dan “Al-Bidayah Wan-Nihayah” Ibnu Katsier 
2/315, kami nukilkan dari kitab “AlSirah Al-Nabawiyah Fi Al-Mashadir 
Al-Ashliyah”, hal.130 dan penulisnya mengatakan: Isnadnya kuat.

    [4][3]Dinukil Ibnu Katsir dalam “Al-Bidayah” 2/315 dan sanadnya Sahih, 
lihat kitab Al-Sirah “Al-Nabawiyah Fi Al-Mashadir Al-Ashliyah” hal. 130
  Sedangkan perincian sebab perjanjian ini diriwayatkan Ibnu Katsir tanpa sanad 
dan Ibnu Sa'ad dari Al-Waqidi sehingga riwayat ini lemah. Dikisahkan bahwa 
sebab perjanjian ini adalah seorang dari daerah Zabid datang ke Mekah membawa 
barang dagangannya, lalu dibeli Al-Ash bin Wa'il Al-Sahmi tokoh terkemuka 
Quraisy. Kemudian Al-Ash tidak membayarnya. Orang tersebut meminta bantuan 
Ahlaf yaitu Bani Abdiddar, Makhzum, Jumah, dan Sahm, namun mereka menolak 
membantunya mendesak Al-Ash, sebaliknya malah menghardiknya. Ketika orang Zabid 
ini melihat gelagat jelek, maka ia naik ke Jabal Abu Qubais ketika matahari 
terbit dan waktu itu bangsa Quraisy sedang berkumpul di sekitar Ka'bah. Lalu ia 
berteriak sekuatnya,
  Wahai anak turunan Fihr ada barang dagangan yang terzhalimi
  Di lembah Mekah dari orang yang datang dari jauh dan akan pergi
  Dalam keadaan berihram, kusut masai belum selesai melaksanakan umrah
  Wahai para tokoh yang berada di antara hajar aswad dengan Hajar Aswad
  Sungguh tanah suci hanya pantas untuk orang yang sempurna akhlaknya
  Dan tanah suci tidak pantas dihuni oleh orang yang fajir dan pengkhianat

  Lalu bangkitlah Al-Zubeir bin AbdilMutthalib dan berkata, “Apakah orang 
seperti ini dibiarkan?” Lalu kaum Quraisy, Bani Zuhrah dan Taimi berkumpul di 
rumah Abdullah bin Jud'an membuat perjanjian kesepakatan pada bulan Dzulqaidah 
untuk bersatu membantu orang yang dizhalimi melawan orang yang zhalim sampai
   ia mengembalikan haknya. Maka kaum Quraisy menamakan perjanjian ini Hilf 
Al-Fudhul. Kemudian mereka berangkat menemui Al-Ash bin Wail lalu meminta 
barang dagangan orang Zabidi tersebut, kemudian Al-Ash pun menyerahkannya 
kepada orang
   tersebut.

  FAEDAH KISAH INI
  1.   Apabila para ahli jahiliyah menolak kezhaliman karena faktor fitrah 
mereka maka tentunya kaum muslimin lebih pantas lagi menolaknya, namun harus 
karena faktor akidah, sebab Islam sangat memerintahkan umatnya untuk tidak 
zhalim.
  2.   Peran Al-Zubair dalam kisah ini menunjukkan tingkat kehormatan tokoh 
keluarga Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan keutamaan mereka atas 
yang lainnya.
  3.   Kerusakan yang tersebar dalam satu tatanan sosial atau masyarakat tidak 
berarti hilangnya seluruh kebaikan dan keluhuran budi pekerti, sebagaimana 
sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku hanya diutus 
untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.”[1][4]
  4.   Kisah ini menunjukkan bahwa Islam membenarkan upaya membela orang yang 
terzhalimi dan menahan orang berbuat zhalim. Hal ini dijelaskan Rasulullah 
dalam sabdanya, “Tolonglah saudaramu yang berbuat zhalim dan yang dizhalimi.” 
Mereka bertanya, 'Wahai Rasulullah, demikian kita menolong orang yang 
dizhalimi, lalu bagaimana kita menolong yang berbuat zhalim?' Beliau menjawab, 
'Menahannya (berbuat zhalim)'”.

  Majalah Nikah Vol4 No9, Desember 2005

---------------------------------

      [1][4]Dihasankan Al-Albani dalam “Silsilah Ahadits Shahihah” karya Syaikh 
Al-Albani 1/112 no.45


  Sumber : http://jilbab.or.id/content/view/522/34/







---------------------------------
Moody friends. Drama queens. Your life? Nope! - their life, your story.
 Play Sims Stories at Yahoo! Games.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke