Banyak hal yang seharusnya tidak kita lakukan, tapi kita lakukan. Kita 
menangisi dunia ini, tapi tidak menangisi akhirat nanti. Kita berpikir hal-hal 
yang tidak berguna, padahal banyak hal berguna yang seharusnya kita pikirkan. 
Mata kita melihat hal-hal yang diharamkan-Nya, padahal masih banyak hal-hal 
halal yang masih dapat kita lihat. Telinga kita mendengarkan hal-hal tak 
berguna, padahal bukan untuk itu ia diciptakan. Mulut kita sering berkata dusta 
dan sia-sia, padahal berkata jujur dan berguna jauh lebih bermanfaat. Ya, apa 
yang kita lakukan tidak kita timbang manfaat dan mudaratnya. Kita hanya 
mengikuti hawa nafsu kita saja. Kita belum benar-benar menggunakan akal sehat 
kita untuk lebih memilih manfaat ketimbang mudarat. 

Dikisahkan Imam Ibnul Qayyim dalam salah satu bukunya. Ada seorang ulama yang 
jatuh sakit. Namun ulama tersebut masih menyempatkan diri membaca buku. Jika 
tubuhnya mulai terasa sakit, ia hentikan kegiatan itu. Namun jika kembali 
terasa enak, ia lanjutkan. Sungguh luar biasa. Ia tahu manfaat yang cukup besar 
dari membaca buku. Ia tidak menggunakan waktunya hanya sekedar melamun atau 
memikirkan suatu hal yang tidak berguna. Ia tidak memberikan kesempatan 
sedikitpun kepada setan untuk menggodanya. Karena ketika tubuhnya sakit, ia 
merasakan tubuhnya yang sakit. Ketika tubuhnya mulai pulih, yang ia pikirkan 
adalah ilmu. Bagaimana setan bisa melepas panahnya sementara ulama itu telah 
mematahkan busurnya?

Mungkin otak kita mudah lupa gara-gara memikirkan banyak hal yang tidak 
berguna. Otak tidak mungkin cepat lupa kalau kita menggunakannya secara 
maksimal. Pisau tumpul karena jarang di asah. Pisau tajam karena sering di 
asah. Otak yang cerdas karena fokus dan memikirkan hal-hal yang tepat dan pada 
tempatnya. Pikirkanlah satu hal yang bermanfaat. Kemudian galilah informasi 
tentangnya. Pelajari dan renungkan dalam-dalam, niscaya engkau akan mendapati 
seberkas cahaya pencerahan. Engkau akan merasakan apa yang engkau lakukan itu 
seperti suryakanta yang memfokuskan sinar pada satu titik, dan terbakarlah apa 
yang ada dihadapannya! Begitupun dirimu; tercerahkan dan tergerakan! Dirimu 
terbakar oleh semangat pencerahan itu untuk melakukan hal yang terbaik yang 
mungkin belum pernah engkau lakukan sebelumnya.

Kesadaran dari semua itu muncul karena keimanan yang ada dalam diri. 
Memperbanyak dzikir membuat diri selalu merasa diawasi Allah. Dia malu jika 
Allah melihatnya sedang melakukan hal yang sia-sia atau sedang berbuat maksiat. 
Dia ingin selalu berbuat kebaikan kapanpun dan dimanapun berada. Bahkan ketika 
tidur, ia tetap ingat Allah; tetap merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah. 
Ketika ada keinginan melakukan hal yang sia-sia, ia beristighfar. Ketika ingin 
melakukan sesuatu, ia bertanya dalam hati, apakah Allah ridha atau tidak; 
bermanfaat atau sia-sia. Dia selalu mempertajam akalnya dengan ilmu 
pengetahuan. Membaguskan dirinya dengan akhlakul karimah. Dan menguatkan 
kepekaan ruhaninya dengan mujahadah. Dia menjadi sosok yang tercerahkan hari 
demi hari. Meningkat kemampuan dan kepribadian dirinya hari demi hari. Jika dia 
melangkah ke hari esok maka hari esok jauh lebih baik dari hari kemarin. 

Apa yang dipikirkannya adalah maslahat. Apa yang diucapkannya adalah maslahat. 
Apa yang dilihatnya adalah maslahat. Apa yang dikerjakannya adalah maslahat. 
Seluruh dirinya adalah maslahat, bagi dirinya, umat manusia, dan agamanya. Ia 
ibarat lebah. Jika berdiri di satu ranting, tidak mematahkannya. Jika 
mengambil, mengambil yang terbaik. Jika mengeluarkan, mengeluarkan yang 
terbaik. Jika melakukan suatu pekerjaan, melakukannya dengan sangat baik.



http://abufarras.blogspot.com    





[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke