Etika (Akhlak) Pemimpin

Akhlak menurut Al-Ghazali adalah keadaan batin yang menjadi sumber
lahirnya suatu perbuatan di mana perbuatan itu lahir secara spontan,
mudah, tanpa menghitung untung rugi. Orang yang berakhlak baik,
ketika menjumpai orang lain yang perlu ditolong maka ia secara
spontan menolongnya tanpa sempat memikirkan resiko. Demikian juga
orang yang berakhlak buruk secara spontan melakukan kejahatan begitu
peluang terbuka.

Akhlak seseorang, di samping bermodal pembawaan sejak lahir, juga
dibentuk oleh lingkungan dan perjalanan hidupnya.
Nilai-nilai akhlak Islam yang universal bersumber dari wahyu,
disebut al-khair, sementara nilai akhlak regional bersumber dari
budaya setempat, di sebut al-ma`ruf, atau sesuatu yang secara umum
diketahui masyarakat sebagai kebaikan dan kepatutan.

Sedangkan akhlak yang bersifat lahir disebut adab, tatakrama, sopan
santun atau etika Orang yang berakhlak baik secara spontan melakukan
kebaikan, Demikian juga orang yang berakhlak buruk secara spontan
melakukan kejahatan begitu peluang terbuka.. Akhlak universal
berlaku untuk seluruh manusia sepanjang zaman. Tetapi, sesuai dengan
keragaman manusia, juga dikenal ada akhlak yang spesifik, misalnya
akhlak anak kepada orang tua dan sebaliknya, akhlak murid kepada
guru dan sebaliknya, akhlak pemimpin kepada yang dipimpin dan
sebagainya.

Seseorang dapat menjadi pemimpin (imam) dari orang banyak manakala
ia memiliki (a) kelebihan dibanding yang lain, yang oleh karena itu
ia bisa memberi (b) memiliki keberanian dalam memutuskan sesuatu,
dan (c) memiliki kejelian dalam memandang masalah sehingga ia bisa
bertindak arif bijaksana. Secara sosial seorang pemimpin (imam)
adalah penguasa, karena ia memiliki otoritas dalam memutuskan
sesuatu yang mengikat orang banyak yang dipimpinnya. Akan tetapi
menurut etika keagamaan, seorang pemimpin pada hakekatnya adalah
pelayan dari orang banyak yang dipimpinnya (sayyid al-qaumi
khodimuhum). Pemimpin yang akhlaknya rendah pada umumnya lebih
menekankan dirinya sebagai penguasa, sementara pemimpin yang
berakhlak baik lebih menekankan dirinya sebagai pelayan
masyarakatnya.

Dampak dari keputusan seorang pemimpin akan sangat besar
implikasinya pada rakyat yang dipimpin. Jika keputusannya tepat maka
kebaikan akan merata kepada rakyatnya, tetapi jika keliru maka
rakyat banyak akan menanggung derita karenanya. Oleh karena itu
pemimpin yang baik disebut oleh Nabi dengan sebutan pemimpin yang
adil (imamun `adilun) sementara pemimpin yang buruk digambarkan al-
Qur'an, dan juga hadis, sebagai pemimpin yang zalim. Adil artinya
menempatkan sesuatu pada tempatnya, sedangkan sebaliknya zalim
artinya menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.

Hadis Riwayat Bukhari menempatkan seorang Pemimpin yang adil dalam
urutan pertama dari tujuh kelompok manusia utama. Hadis Riwayat
Muslim menyebutkan bahwa pemimpin yang terbaik adalah pemimpin yang
dicintai rakyatnya dan iapun mencintai rakyatnya. Sementara pemimpin
yang terburuk menurut Nabi, adalah pemimpin yang dibenci rakyatnya
dan iapun membenci rakyatnya, mereka saling melaknat satu sama lain.
Hadis lain menyebutkan bahwa dua dari lima golongan yang dimurkai
Tuhan adalah (1) penguasa (amir) yang hidupnya ditopang oleh rakyat
(sekarang-pajak), tetapi ia tidak memberi manfaat kepada rakyatnya,
dan bahkan tidak bisa melindungi keamanan rakyatnya. (2) Pemimpin
kelompok (za`im) yang dipatuhi pengikutnya tetapi ia melakukan
diskriminasi terhadap kelompok kuat atas yang lemah, serta berbicara
sekehendak hatinya (tidak mendengarkan aspirasi pengikutnya). Hadis
Riwayat Dailami bahkan menyebut pemimpin yang sewenang-wenang (imam
jair) sebagai membahayakan agama.

Kisah Al-Qur'an yang menyebut Nabi (Raja) Sulaiman yang
memperhatikan suara semut mengandung pelajaran bahwa betapa pun
seseorang menjadi pemimpin besar dari negeri besar, tetapi ia tidak
boleh melupakan kepada rakyat kecil yang dimisalkan semut itu.
(Q/27:16). Meneladani kepemimpinan Rasulullah, akhlak utama yang
harus dimiliki seorang pemimpin adalah keteladanan yang baik (uswah
hasanah), terutama dalam kehidupan pribadinya, seperti; hidup
bersih, sederhana dan mengutamakan orang lain. Tentang betapa
tingginya nilai keadilan pemimpin, Hadis Riwayat Tabrani menyebutkan
bahwa waktu satu hari efektif dari seorang pemimpin yang adil setara
dengan ibadah tujuhpuluh tahun.

Wassalam,
agussyafii
http://mubarok-institute.blogspot.com















===================================================================
        Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
=================================================================== 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke