http://www.dakwatuna.com

Ikhtilaf

Oleh: Syarifuddin Mustafa, MA


Makna ikhtilaf, khilaf dan ilmu khilaf

dakwatuna.com – Ikhtilaf adalah jalan setiap orang yang berbeda dengan
orang lain baik dari sikap dan ucapannya. Adapun khilaf cakupannya
lebih umum dari sekadar berbeda, karena setiap yang berbeda pasti
saling berseberangan/berselisih, sedangkan perselisihan dan perbedaan
yang terjadi di antara sebagian manusia dalam ucapan mereka kadang
dapat mengakibatkan pertikaian, maka di ambillah kata tersebut dengan
pengertian pertikaian dan perdebatan, sebagaimana Allah SWT berfirman:
(Maryam:37), (Hud:118), (Adz-Dzariyat:8), (Yunus:93)

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa kalimat Khilaf dan ikhtilaf
berarti perbedaan yang mutlak dalam ucapan, pendapat, keadaan, gerakan
atau sikap. Adapun yang dipahami oleh sebagian pakar ilmu khilaf
adalah ilmu yang dapat menjaga dan melestarikan berbagai perkara yang
telah diambil intisarinya oleh seorang imam dari para imam yang
lainnya, dan menghilangkan sesuatu yang bertentangan tanpa
bersandarkan pada dalil khusus, karena kalau masih bergantung pada
dalil tertentu, dan mengambil dalil dengannya maka disebut mujtahid
dan ahli usul fiqih. Semestinya dalam perbedaan pendapat pembahasannya
bukan pada masalah dalil-dalil fiqih namun cukup berpegang pada ucapan
imamnya karena adanya permasalahan-permasalahan hukum secara global
sebagaimana yang diduga olehnya. Hal ini cukup baginya untuk
menetapkan hukum, sebagaimana ucapan imam sebagai hujah baginya guna
menghilangkan/membatalkan hukum yang bertentangan seperti yang telah
dilakukan oleh imamnya.

Faedah adanya perbedaan

   1. Jika niatnya benar akan memberikan wawasan dan pengetahuan
tentang beberapa kemungkinan yang bisa jadi tidak membutuhkan dalil
dilihat dari berbagai segi dan arahnya.

   2. Perbedaan pendapat dapat melatih ideologi dan akal, memberikan
pencerahan dalam berpendapat dan membuka wawasan untuk mencapai
berbagai kemungkinan yang diterima oleh akal.

   3. Terbukanya berbagai solusi dalam menyelesaikan suatu masalah
yang terjadi sehingga tercapai solusi yang tepat terhadap situasi dan
kondisi, sehingga mendapatkan kemudahan dalam beragama, dimana setiap
manusia pasti berinteraksi dengannya dalam kehidupan mereka.

Pembagian khilaf dilihat dari motivasinya

1. khilaf yang dipenuhi dengan hawa nafsu

Boleh jadi perbedaan pendapat lahir dari keinginan guna mewujudkan
tujuan pribadi atau kesenangan individu. Boleh jadi juga terjadi
karena dorongan dan keinginan menampakkan pemahaman, keilmuan dan
wawasan. Bagian pertama merupakan khilaf yang tercela dengan berbagai
bentuk dan ragamnya, karena dorongan hawa nafsu lebih dominan atas
kebenaran sedangkan kebanyakan hawa nafsu jarang mendatangkan kebaikan
dan merupakan bisikan setan yang dapat menjerumuskan pada kekufuran.
lihat firman Allah (Al-Baqarah:87), sebagaimana hawa nafsu dapat
menyimpangkan keadilan dan menjerumuskan pada kezhaliman, lihat
(An-Nisa:135), karena hawa nafsu orang-orang yang sesat menjadi lebih
sesat dan menyimpang, lihat (Al-An’am:56), hawa nafsu juga
berseberangan dan bertolak belakang dengan ilmu, pensiun kebenaran,
pengarah kerusakan dan kesesatan, lihat (Shad:26), (Al-Mu’minun:71)
dan Al-An’am:116)

Adapun pembagian hawa nafsu bermacam-macam sebagaimana sumbernya juga
beragam, namun jika keseluruhannya tertuju dan kembali pada “Hawa
nafsu dan kecintaan pribadi” maka hal tersebut akan menumbuhkan banyak
kesalahan dan penyimpangan, dan manusia tidak akan terselamatkan
darinya sehingga dirinya selalu dihiasi dari menyimpang pada kebenaran
dan membawanya pada kesesatan sampai pada akhirnya kebenaran menjadi
bathil dan ke bathil menjadi benar, na’udzubillah min dzalik.

Guna mengetahui dan menyingkap pengaruh hawa nafsu terhadap ideologi
ada beberapa cara yang kita ringkas dalam dua sisi:

   1. Sisi luar, yaitu dengan melihat perbedaan yang terjadi selalu
bertentangan dengan wahyu Allah yang termaktub dalam Al-Quran dan
sunnah Rasulullah saw, dan tidak tampak dari wajah yang berbeda
pendapat keinginan menampakkan kebenaran tapi justru jauh dan
bertentangan dengan Kitabullah dan sunnah. Atau juga dengan melihat
bahwa perbedaan yang terjadi berbenturan dengan akal sehat dan
diterima oleh setiap insan, seperti ideologi yang mengajak pada
menyembah kepada selain Allah, bertahkim pada selain syariat Allah,
membolehkan zina, dusta atau omong kosong yang tidak mungkin hal ini
terjadi kecuali bersumber dari hawa nafsu.

   2. Sisi dalam diri; dengan menelitinya bahwa ideologi yang
dilontarkannya merupakan hasil perenungan dan tadabbur, namun jika
tidak demikian, dan dilakukan dengan serampangan, tidak memiliki
ketetapan yang pasti, selalu was-was, maka dapat dipastikan hal
tersebut bersumber dari hawa nafsu.

2. Khilaf yang dipenuhi kebenaran

Khilaf bisa terjadi karena adanya dorongan yang benar, ilmu dan akal.
Perbedaan terhadap penentang keimanan, orang-orang kafir, syirik dan
munafik merupakan hal yang wajar bahkan merupakan kewajiban yang harus
ditegakkan dimana seorang muslim dituntut untuk menghindar darinya dan
berusaha menghilangkan dan menghancurkannya. Begitu pun perbedaan
antara muslim dengan penganut kepercayaan yang menyimpang dan sesat
seperti Yahudi, Nasrani, Atheis dan Komunis, namun perbedaan terhadap
mereka tidak menghalanginya untuk menghancurkan dan memberantas nya
dengan menyeru mereka masuk kepada agama Allah.

3. Khilaf antara terpuji dan tercela

Yaitu perbedaan yang terjadi pada masalah furu’ (cabang) dalam bidang
fiqh (hukum), yang mana di dalamnya terdapat berbagai kemungkinan yang
satu dengan lainnya saling memiliki kekuatan dalil dan sebab-sebabnya.
Seperti perbedaan ulama pada masalah batalnya wudhu dari darah yang
keluar karena luka dan muntah yang disengaja, perbedaan mereka pada
masalah bacaan di belakang imam, membaca basmalah sebelum al-fatihah,
menjaharkan (mengeraskan) kalimat “amin”, dan yang lainnya. Perbedaan
ini bisa saja terjadi karena dorongan hawa nafsu dan bercampurnya
dengan keimanan dan hawa nafsu, keilmuan dengan zhan (prasangka),
Ar-rajih (dalil yang kuat) dengan marjuh (dalil yang lemah), yang
diterima dengan yang tertolak oleh akal, maka hal tersebut tidak bisa
ditanggulangi kecuali dengan memberikan kaidah-kaidah yang menjadi
sandaran dalam menyikapi perbedaan, dhawabith (standar) yang
menuntunnya, adab-adabnya, karena jika tidak demikian maka terjadi
perpecahan, pertikaian dan permusuhan, sehingga kedua orang yang
saling berbeda menjadi hancur dan jatuh dari derajat taqwa kepada hawa
nafsu yang hina dan durjana, terjadi kesimpangsiuran dan terkuasai
oleh setan.

Pendapat para ulama tentang perbedaan pendapat

Dari keterangan di atas kita bisa lihat makna, maksud dan tujuan
khilaf dan juga macam-macamnya, dan para ulama banyak memberikan
peringatan akan terjadinya perkhilafan dari berbagai segi dan macamnya
dan menegaskan untuk menjauhinya. Imam Ibnu Mas’ud berkata, “khilaf
adalah perbuatan tercela”. As-Subki berkata: sesungguhnya rahmat itu
akan turun selagi tidak ada perkhilafan, seperti firman Allah
(Al-Baqarah:253) dan sunnah Rasulullah saw, “Sesungguhnya Bani Israel
binasa karena banyaknya pertanyaan dan perkhilafan terhadap nabi
mereka”. Dan ayat-ayat begitu pun hadits-hadits banyak menegaskan akan
tercelanya perkhilafan.

Dan imam As-Subki mengklasifikasi perkhilafan yang ketiga antara
terpuji dan tercela, beliau membaginya pada tiga bagian:

   1. Perkhilafan pada permasalahan usul (dasar dan pokok), yaitu
permasalahan yang telah diterapkan Al-Quran, dan tidak diragukan lagi
bahwa hal ini adalah bid’ah dan sesat.

   2. Perkhilafan dalam bertukar pendapat dan peperangan, yang
demikian adalah haram, karena dapat mengakibatkan penghapusan sisi
kemaslahatan.

   3. Perkhilafan pada permasalahan furu’ (cabang) dalam suatu hukum,
seperti perkhilafan dalam masalah halal dan haram, dan yang lainnya.
Dan yang perlu diperhatikan bahwa dalam masalah furu’ kesepakatan yang
diambil adalah lebih baik daripada mempertahankan perbedaan.

Dan untuk mengetahui bahaya yang ditimbulkan dalam khilaf dapat kita
lihat kisah nabi Harun AS yang mana beliau menganggap bahwa
perkhilafan merupakan bahaya laten yang dapat memecah belah persatuan
dan lebih berbahaya daripada menyembah berhala. Saat Samiri mengelabui
kaum nabi Musa dengan membuat sapi dari emas sambil berkata kepada
mereka, “Inilah Tuhan kalian dan Tuhan Musa” (Thoha:88) beliau tidak
bereaksi sambil menunggu saudaranya nabi Musa, dan ketika nabi Musa
sampai lalu melihat kaumnya bersujud dan menyembah sapi langsung
menuju kepada saudaranya sambil menunjukkan wajah yang marah, namun
saudaranya tidak berkata apa-apa kecuali, “Wahai anak ibu, jangan
engkau jambak janggutku dan kepalaku, sesungguhnya aku khawatir engkau
akan menuduhku telah memecah belah antara Bani Israel, sedang engkau
tidak mau mendengar ucapanku…” (Thoha:94) beliau menjadikan
kekhawatiran terjadinya perpecahan dan perbedaan sebagai dalil dan
alasan untuk tidak bertindak keras dalam mengingkari penyimpangan Bani
Israel, namun justru memisahkan diri dari mereka saat beliau menyadari
bahwa peringatan tidak berguna bagi mereka.

http://www.dakwatuna.com/2007/ikhtilaf/


------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
 Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar 
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    daarut-tauhiid-dig...@yahoogroups.com 
    daarut-tauhiid-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    daarut-tauhiid-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke