Janganlah Berpahit Lidah

Dari lima waktu sholat yang di tunaikan didalam masjid, maka sholat maghrib dan 
isya menempati peringkat tertinggi dalam menampung jama'ah. Sholat subuh, 
banyak yang menunuaikannya di rumah dengan alasan pribadi tentunya, sedangkan 
sholat dzuhur dan ashar dilaksanakan di tempat kerja. Sebaliknya untuk masjid 
di area perkantoran maka "prime time" nya adalah waktu sholat dzuhur dan ashar. 
Untuk hari biasa atau hari kerja, di area perkantoran , pengajian dimasjid 
banyak dilaksanakan ba'da dzuhur (waktu istirahat) dan ba'da ashar (kajian 
selepas kerja). Sedangkan untuk area perumahan pengajian biasanya dilaksanakan 
sehabis menunaikan sholat maghrib. 

Hari itu pengajian dekat rumah di liburkan karena ustadz yang biasa mengajar 
berhalangan hadir. Sambil menunggu waktu sholat isya, para jama'ah ada yang 
membaca al qur'an dan ada yang berbincang santai dengan berbagai topik 
permasalahan harian, dan saat ini masalah pemilu adalah yang paling sering di 
perbincangkan. Gonjang-ganjing hasil pemilu masih sumbang terdengar dilayar 
kaca atau di media cetak. Anehnya, nada dari orkes sakit hati itu berasal dari 
orang-orang partai dan bukan dari level bawah seperti masyarakat umum. Mungkin 
saja dana yang telah mereka keluarkan sudah begitu besar untuk sekedar diam dan 
menuntut untuk segera  di "balance" kan. 

"Silahkan rasakan sendiri nanti akibatnya karena sudah memilih pemimpin yang 
salah!!!" kata salah satu jam'ah yang kecewa dengan hasil pemilu kemarin. Suara 
lain terdengar membodohi masyarakat yang telah salah memilih. " Lebih baik di 
tuntaskan periode yang kemaren , kan masih banyak korutor yang belum di 
tangkap, jadi lanjutkan saja!!" kata pihak lain menimpali. Salah satu keburukan 
dari perdebatan adalah banyaknya memunculkan keburukan orang lain yang 
berseberangan dengan pendapatnya. Keikhlasan sirna tak berbekas

Ada suatu hikamah yang bisa di petik dari sebuah kisah klasik tentang sebuah 
pilihan. Pada suatu hari terdapatlah sebuah kapal yang sangat besar yang mampu 
mengarungi samudra yang sangat luas. Didalam kapal tersebut banyak dinaiki oleh 
para saudagar, para ilmuan dan orang-orang hebat lainnya. Setelah mengarungi 
beberapa samudra, tiba-tiba nahkoda kapal terkena penyakit jantung dan 
meninggal dunia. Pemakamanpun dilakukan secara darurat dengan melempar tubuh 
sang nahkoda kedasar laut, dan bersemayam di dalam perut ikan-ikan yang suatu 
hari akan di konsumsi manusia. Setelah melakukan prosesi pemakaman secara 
sederhana, penumpang dan awak kapal bingung untuk memilih siapa yang pantas 
untuk jadi nahkoda kapal.

Ahli mesin menawarkan orangnya untuk menjadi nahkoda dengan alasan bahwa mereka 
paling mengerti dengan kondisi mesin kapal. Di lain pihak ahli perbintangan dan 
cuaca ( sekarang : metereologi dan geofisika) menawarkan kandidat terbaiknya 
sebagai nahkoda dengan alasan bahwa merekalah yang paling mengerti dengan 
kondisi alam di tengah laut dan paling tahu arah tujuan. Para awal kapal tidak 
mau kalah mereka juga menawarkan calon dari mereka dengan alasan merekalah yang 
menjalankan kapal tersebut, sehingga seorang nahkoda mesti mengerti keadaan 
para anak buah kapal. Perdebatan sengitpun tidak bisa dihindari. Akhirnya di 
adakanlah pemungutan suara. Karena pada saat itu penumpang banyak yang resah, 
sehingga kebanyakan ingin segera sampai di tujuan dan yang paling tahu arah 
tujuan adalah ahli perbintangan, maka ahli perbintanganlah yang kemudian 
menjadi pemenang dan berhak menduduki kursi nahkoda kapal. 

" mereka telah salah pilih , awas kalau kapal rusak , jangan salahkan kami dan 
rasakan sendiri" kata ahli mesin. " Pokoknya sekali dia salah perintah, kita 
tinggalkan " kata anak buah kapal. Semua merasa merekalah yang paling pantas 
menduduki kursi nahkoda tersebut, sehingga mereka lupa bahwa mereka berada pada 
satu kapal. Setelah beberapa hari berada di tengah laut tiba-tiba cuaca berubah 
gelap,  badai datang menggulung ombak dan menghempaskan kapal keberbagai arah. 
Mesin kapal mendadak mati, padahal layar sudah di turunkan agr tidak terbalik 
akibat sapuan angin. Ahli mesin dipanggil, tetapi mereka malah menampik " 
rasakah sekarang akibatnya , sudah tahukan kalau kalian salah pilih , buktinya 
dia tidak bisa menghindari badai" kata ahli mesin. Kemudian anak buah kapalpun 
didatangi agar masalah bisa cepat selesai, tetapi kembali cemooh yang didapat 
bukannya tindakan " makanya kalau sudah begini pasti anak buah kapal yg jadi 
sasaran" kata mereka yang lebih memilih membereskan perlengkapan mereka.

Badai semakin mengamuk dan berhasil memecahkan geladak kapal. Air mulai masuk 
menggenangi dasar kapal. Para orang hebat diatas kapal masih sibuk saling 
menyalahkan. Akhirnya kapal tersebut tenggelam secara perlahan-lahan membawa 
berbagai kesombongan dan keangkuhan penumpangnya. Doa orang-orang kalah 
tersebut telah terkabul dalam bentuk yang salah kaprah " rasakan nanti 
akibatnya !!!" kata mereka dulu kepada lawannya yang akhirnya mereka juga ikut 
merasakannya, karena memang mereka berada pada satu kapal. Mereka lupa dengan 
keikhlasan, bahwa mendoakan orang lain sama artinya dengan mendoakan diri 
mereka sendiri, atau paling tidak harapan itu untuk anak cucu kita nanti 
terlepas dari kita pernah dikecewakan atau tidak.

Salam

David
www.sebuahtitik.blogspot.com





[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke