Kebrutalan Densus 88 dan Kepekaan Sosial Seorang Wartawan Publikasi: Selasa, 25 Safar 1434 H / 8 Januari 2013 00:13
[image: bima]<http://www.an-najah.net/fokus/kebrutalan-densus-88-dan-kepekaan-sosial-seorang-wartawan/attachment/bima/> (an-najah.net) Aksi heroic Sofyan, wartawan Harian Umum Bima Ekspres patut dicontoh. Saat meliput pembunuhan brutal aparat Densus terhadap terduga teroris Ust. Bachtiar di Bima, jiwa pemuda yang bernama lengkap Sofyan Asyari trenyuh. Keadaan keluarga korban sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak? Bachtiar meninggalkan seorang istri dengan tiga anaknya yang masih kecil-kecil dan satu anak lagi seusia SD. Tidak banyak harta yang diwariskan oleh Bachtiar kepada keluarganya. Bukan saja karena ia belum sempat menulis surat wasiat, sebab dibunuh tiba-tiba oleh densus, tapi semasa hidup ia hanya berjualan snack keliling. Banting tulang ia membiayai keluarganya. Harapannya untuk melihat anak-anaknya kelak mendapat pendidikan layak, kandas di tengah terjangan pukulan dan tendangan densus, dan akhirnya dibunuh. Walau keluarga telah ikhlas menerima kezaliman ini, namun penderitaan keluarga Bachtiar kian bertambah setelah cap teroris dilabelkan kepada tulang punggung keluarga ini. Tentu ini menjadi beban tersendiri di tengah masyarakat. Tidak ada pembelaan dari pemerintah, belum ada uluran tangan dari muhsinin, cap teroris sudah terlanjur dibangun oleh Densus tanpa pembuktian. Nyawa tidak terselamatkan, cap teroris sudah diiyakan oleh masyarakat, inilah akibat perbuatan Densus 88. Keperihan derita keluarga Bachtiar, terasa juga oleh Sofyan. Untuk sementara, ia sedikit mengabaikan kejanggalan-kejanggalan dalam pembunuhan Bachtiar, ia ajak teman, kenalannya termasuk dari wartawan, untuk meringankan beban keluarga Bachtiar. Baginya, biarlah sementara orang bilang Bachtiar teroris, tapi seorang wartawan harus mengedepankan fakta di lapangan. Dan bau kezaliman Densus 88, ia rasakan. Baginya, walau tidak ada hubungan darah dengan keluarga Bachtiar, namun meringankan beban sesama manusia, apalagi sesama muslim adalah tanggung jawab moralnya. Di tengah banyaknya wartawan yang mengandalkan opini, ternyata masih tersisa yang berpijak pada fakta. Saat kemalasan wartawan yang hanya mengambil berita dari satu narasumber, yaitu Polisi, ternyata masih ada wartawan yang bekerja keras menggali sumber berita utama lainnya. Ketika hari nurani para wartawan telah mati karena bayaran, di pelosok NTB sana ternyata masih ada wartawan yang hidup nuraninya, mengedepankan fakta dan keadilan, walau mungkin sekian ancaman menunggu. Semoga masih ada sofyan-sofyan lain.* Reporter: Krom Editor: Agus http://www.an-najah.net/fokus/kebrutalan-densus-88-dan-kepekaan-sosial-seorang-wartawan/ [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ ==================================================== Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam ==================================================== Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar ==================================================== website: http://dtjakarta.or.id/ ====================================================Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: daarut-tauhiid-dig...@yahoogroups.com daarut-tauhiid-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: daarut-tauhiid-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/