Lihatlah Orang Di Bawahmu Dalam Masalah Harta dan Dunia

oleh Muhammad Abduh Tuasikal
Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa
shohbihi ajma’in.

Betapa banyak orang yang terkesima dengan kilauan harta orang lain. Tidak
pernah merasa cukup dengan harta yang ia miliki. Jika sudah mendapatkan
suatu materi dunia, dia ingin terus mendapatkan yang lebih. Jika baru
mendapatkan motor, dia ingin mendapatkan mobil kijang. Jika sudah memiliki
mobil kijang, dia ingin mendapatkan mobil sedan. Dan seterusnya sampai
pesawat pun dia inginkan. Itulah watak manusia yang tidak pernah puas.

Melihat Orang yang Di Bawah Kita dalam Hal Harta dan Dunia
Sikap seorang muslim yang benar, hendaklah dia selalu melihat orang di
bawahnya dalam masalah harta dan dunia. Betapa banyak orang di bawah kita
berada di bawah garis kemiskinan, untuk makan sehari-hari saja mesti
mencari utang sana-sini, dan masih banyak di antara mereka keadaan
ekonominya jauh di bawah kita. Seharusnya seorang muslim memperhatikan
petuah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini.
Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan nasehat
kepada Abu Dzar. Abu Dzar berkata,

“Kekasihku yakni Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah tujuh
perkara padaku, (di antaranya): [1] Beliau memerintahkanku agar mencintai
orang miskin dan dekat dengan mereka, [2] beliau memerintahkanku agar
melihat orang yang berada di bawahku (dalam masalah harta dan dunia), juga
supaya aku tidak memperhatikan orang yang berada di atasku. …†(HR. Ahmad.
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan
harta dan bentuk (rupa) [al khol], maka lihatlah kepada orang yang berada
di bawahnya.†(HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Hajar mengatakan, “Yang dimaksud dengan al khalq adalah bentuk tubuh.
Juga termasuk di dalamnya adalah anak-anak, pengikut dan segala sesuatu
yang berkaitan dengan kenikmatan duniawi.†(Fathul Bari, 11/32)

Agar Tidak Memandang Remeh Nikmat Allah
Dengan memiliki sifat yang mulia ini yaitu selalu memandang orang di
bawahnya dalam masalah dunia, seseorang akan merealisasikan syukur dengan
sebenarnya.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia)
dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah
ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat
Allah padamu.†(HR. Bukhari dan Muslim)

Al Munawi –rahimahullah- mengatakan,
“Jika seseorang melihat orang di atasnya (dalam masalah harta dan dunia),
dia akan menganggap kecil nikmat Allah yang ada pada dirinya dan dia
selalu ingin mendapatkan yang lebih. Cara mengobati penyakit semacam ini,
hendaklah seseorang melihat orang yang berada di bawahnya (dalam masalah
harta dan dunia). Dengan melakukan semacam ini, seseorang akan ridho dan
bersyukur, juga rasa tamaknya (terhadap harta dan dunia) akan berkurang.
Jika seseorang sering memandang orang yang berada di atasnya, dia akan
mengingkari dan tidak puas terhadap nikmat Allah yang diberikan padanya.
Namun, jika dia mengalihkan pandangannya kepada orang di bawahnya, hal ini
akan membuatnya ridho dan bersyukur atas nikmat Allah padanya.â€

Al Ghozali –rahimahullah- mengatakan,
“Setan selamanya akan memalingkan pandangan manusia pada orang yang berada
di atasnya dalam masalah dunia. Setan akan membisik-bisikkan padanya:
‘Kenapa engkau menjadi kurang semangat dalam mencari dan memiliki harta
supaya engkau dapat bergaya hidup mewah[?]’ Namun dalam masalah agama dan
akhirat, setan akan memalingkan wajahnya kepada orang yang berada di
bawahnya (yang jauh dari agama). Setan akan membisik-bisikkan, ‘Kenapa
dirimu merasa rendah dan hina di hadapan Allah[?]†Si fulan itu masih
lebih berilmu darimu’.†(Lihat Faidul Qodir Syarh Al Jaami’ Ash Shogir,
1/573)

Itulah yang akan membuat seseorang tidak memandang remeh nikmat Allah
karena dia selalu memandang orang di bawahnya dalam masalah harta dan
dunia. Ketika dia melihat juragan minyak yang memiliki rumah mewah dalam
hatinya mungkin terbetik, “Rumahku masih kalah dari rumah juragan minyak
itu.†Namun ketika dia memandang pada orang lain di bawahnya, dia berkata,
“Ternyata rumah tetangga dibanding dengan rumahku, masih lebih bagus
rumahku.†Dengan dia memandang orang di bawahnya, dia tidak akan
menganggap remeh nikmat yang Allah berikan. Bahkan dia akan mensyukuri
nikmat tersebut karena dia melihat masih banyak orang yang tertinggal jauh
darinya.
Berbeda dengan orang yang satu ini. Ketika dia melihat saudaranya memiliki
Blackberry, dia merasa ponselnya masih sangat tertinggal jauh dari
temannya tersebut. Akhirnya yang ada pada dirinya adalah kurang mensyukuri
nikmat, menganggap bahwa nikmat tersebut masih sedikit, bahkan selalu ada
hasad (dengki) yang berakibat dia akan memusuhi dan membenci temannya
tadi. Padahal masih banyak orang di bawah dirinya yang memiliki ponsel
dengan kualitas yang jauh lebih rendah. Inilah cara pandang yang keliru.
Namun inilah yang banyak menimpa kebanyakan orang saat ini.

Dalam Masalah Agama dan Akhirat, Hendaklah Seseorang Melihat Orang Di
Atasnya
Dalam masalah agama, berkebalikan dengan masalah materi dan dunia.
Hendaklah seseorang dalam masalah agama dan akhirat selalu memandang orang
yang berada di atasnya. Haruslah seseorang memandang bahwa amalan sholeh
yang dia lakukan masih kalah jauhnya dibanding para Nabi, shidiqin,
syuhada’ dan orang-orang sholeh. Para salafush sholeh sangat bersemangat
sekali dalam kebaikan, dalam amalan shalat, puasa, sedekah, membaca Al
Qur’an, menuntut ilmu dan amalan lainnya. Haruslah setiap orang memiliki
cara pandang semacam ini dalam masalah agama, ketaatan, pendekatan diri
pada Allah, juga dalam meraih pahala dan surga. Sikap yang benar,
hendaklah seseorang berusaha melakukan kebaikan sebagaimana yang salafush
sholeh lakukan. Inilah yang dinamakan berlomba-lomba dalam kebaikan.

Dalam masalah berlomba-lomba untuk meraih kenikmatan surga, Allah Ta’ala
berfirman,
“Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam keni’matan
yang besar (syurga), mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang.
Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh
keni’matan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak (tempatnya),
laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang
berlomba-lomba.†(QS. Al Muthaffifin: 22-26)

Al Qurtubhi mengatakan, “Berlomba-lombalah di dunia dalam melakukan amalan
shalih.†(At Tadzkiroh Lil Qurtubhi, hal. 578)

Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala juga berfirman,
“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.†(QS. Al Ma’idah: 48)

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa.†(QS. Ali Imron: 133)

Inilah yang dilakukan oleh para salafush sholeh, mereka selalu
berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana dapat dilihat dari perkataan
mereka berikut ini yang disebutkan oleh Ibnu Rojab –rahimahullah-. Berikut
sebagian perkatan mereka.

Al Hasan mengatakan,
“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka
unggulilah dia dalam masalah akhirat.â€
Wahib bin Al Warid mengatakan,
“Jika kamu mampu untuk mengungguli seseorang dalam perlombaan menggapai
ridho Allah, lakukanlah.â€
Sebagian salaf mengatakan,
“Seandainya seseorang mendengar ada orang lain yang lebih taat pada Allah
dari dirinya, sudah selayaknya dia sedih karena dia telah diungguli dalam
perkara ketaatan.†(Latho’if Ma’arif, hal. 268)

Namun berbeda dengan kebiasaan orang saat ini. Dalam masalah amalan dan
pahala malah mereka membiarkan saudaranya mendahuluinya. Contoh gampangnya
adalah dalam mencari shaf pertama“Monggo pak, bapak aja yang di depanâ€,
kata sebagian orang yang menyuruh saudaranya menduduki shaf pertama.
Padahal shaf pertama adalah sebaik-baik shaf bagi laki-laki dan memiliki
keutamaan yang luar biasa. Seandainya seseorang mengetahui keutamaannya,
tentu dia akan saling berundi dengan saudaranya untuk memperebutkan shaf
pertama dalam shalat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sebaik-baik shaf bagi laki-laki adalah shaf pertama, sedangkan yang
paling jelek bagi laki-laki adalah shaf terakhir. Sebaik-baik shaf bagi
wanita adalah shaf terakhir, sedangkan yang paling jelek bagi wanita
adalah shaf pertama.†(HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Seandainya setiap orang tahu keutamaan adzan dan shaf pertama, kemudian
mereka ingin memperebutkannya, tentu mereka akan memperebutkannya dengan
berundi.†(HR. Bukhari dan Muslim)

Mari kita saling berlomba dalam meraih surga dan meraih pahala di sisi
Allah!

Kekayaan Paling Hakiki adalah Kekayaan Hati
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita melihat kepada
orang yang berada di bawah kita dalam masalah dunia agar kita menjadi
orang yang bersyukur dan qana’ah yaitu selalu merasa cukup dengan nikmat
yang Allah berikan, juga tidak hasad (dengki) dan tidak iri pada orang
lain. Karena ketahuilah bahwa kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hati
yaitu hati yang selalu merasa cukup dengan karunia yang diberikan oleh
Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan
(yang hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup (kaya hati).†(HR.
Bukhari dan Muslim).

Bukhari membawakan hadits ini dalam Bab “Kekayaan (yang hakiki) adalah
kekayaan hati (hati yang selalu merasa cukup).â€

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda,
“Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki
yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan
kepadanya.†(HR. Muslim)

Seandainya seseorang mengetahui kenikmatan yang seolah-olah dia
mendapatkan dunia seluruhnya, tentu betul-betul dia akan mensyukurinya dan
selalu merasa qona’ah (berkecukupan). Kenikmatan tersebut adalah
kenikmatan memperoleh makanan untuk hari yang dia jalani saat ini,
kenikmatan tempat tinggal dan kenikmatan kesehatan badan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa di antara kalian merasa aman di tempat tinggalnya, diberikan
kesehatan badan, dan diberi makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dia
telah memiliki dunia seluruhnya.†(HR. Tirmidzi. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Oleh karena itu, banyak berdo’alah pada Allah agar selalu diberi
kecukupan. Do’a yang selalu dipanjatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah do’a:
“Allahumma inni as’alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina†(Ya Allah,
aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina)
(HR. Muslim)

An Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “ ‘Afaf dan ‘iffah bermakna
menjauhkan dan menahan diri dari hal yang tidak diperbolehkan. Sedangkan
al ghina adalah hati yang selalu merasa cukup dan tidak butuh pada apa
yang ada di sisi manusia.†(Syarh Muslim, 17/41)

Ya Allah, berikanlah pada kami sifat ‘afaf dan ghina. Amin Yaa Mujibas
Sa’ilin.
Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan dimudahkan untuk
beramal sholeh.

Alhamdulillahillladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. wa shallallahu
‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke