Memaknai Nama

" Ayo lari geng cari tempat berteduh, siapa tahu hujannya makin deras" kata 
saya kepada Ugeng sepulang dari rumah saudara di kota Bogor. Kota ini memang 
cukup  dekat dari Jakarta, karena itulah salah satu tempat wisatanya yaitu 
kawasan puncak selalu ramai dikunjungi oleh orang dari Jakarta. Negara kita 
memang di anugahkan oleh Allah tanah yang subur dan indah, yang jika dikelola 
dengan baik bisa mendatangkan devisa yang tidak sedikit bagi negara. Untuk 
kawasan Jabodetabek, maka Bogor adalah primadona wisata alam, selain dekat 
kawasan ini masih bisa di golongkan dalam kategori tempat yang sejuk meskipun 
belakangan ini kesejukan itu mulai berkurang. Rumah saudara Ugeng ada di 
sekitar Cidahu, beberapa kilometer dari Ciawi menuju Sukabumi.

Sudah menunggu beberapa lama angkutan yang kosong belum ditemui sedangkan 
gerimis perlahan-lahan mulai membasahi pakaian. Kami menjauh dari jalan raya 
menuju ke perumahan penduduk untuk mencari tempat berteduh. Ditengah pemukiman 
berdiri masjid cukup indah dan itulah tempat terbaik untuk berteduh. " 
Assalamu'alaikum, kehujanan kang, ayo masuk kedalam"  kata seorang pemuda. 
Ternyata waktu itu sedang ada kajian hadist oleh seorang ustadz yang 
berpenampilan mirip syaikh dari temur tengah, sangat berwibawa. Ada sekitar dua 
puluh peserta yang mengikuti kajian. Hujan turun dengan deras, dan waktu kami 
tidak sia-sia karena ada ilmu yang bisa di petik di masjid tersebut. Setelah 
selesai mengikuti pengajian hujan mulai reda, kami sempat berkenalan dengan 
beberapa jama'ah. " Di sini rupanya banyak arab melayu" bisik Ugeng kepada 
saya, karena hampir semua nama mereka berbau timur tengah. Abu Sulaiman, 
Muhammad Hamim, Salman Alfarisi, Abu Fatoni, Ummu Hurairoh, Ummu Zahrah, 
Zainuddin albantani.

Selidik melalui pertanyaan yang bersahabat, ternyata banyak yang memang dengan 
sengaja mengganti nama, mencari keberkahan kata salah seorang, sedangkan yang 
lain mengatakan nama adalah sebuah doa dan banyak alasan lain yang membuat saya 
seperti nampak tersudut di pintu agama, anda tahulah nama saya, plesetan kaum 
nasrani terhadap nabi Daud kata mereka. Saya hanya tersenyum dan Ugeng 
buru-buru keluar takut namanya diartikan macam-macam. 

Didalam angkot seorang anak membawa keranjang belanjaan buat dagangan esok hari 
katanya. Saya bertanya siapa namanya " Nama saya Sukarno, kata ayah, saya harus 
hebat seperti presiden" sahut anak tersebut. Ternyata ada tersembunyi harapan 
orang tuanya terhadap nama anak tersebut. Dan hampir semua orang tua pastilah 
seperti itu memberikan nama yang terbaik buat anaknya, yang mungkin dimaknai 
secara sempit bagi orang lain. Walaupun pepatah mengatakan "apalah arti sebuah 
nama" tetapi tanpa nama seseorang tidak akan pernah bisa berarti.

Suatu hari kami menanyakan hal ini kepada Ustad Najib, " Abu Bakar, Umar, 
Utsman, Ali bukanlah nama nabi, dan nama itu tidak pernah menjadi apa-apa 
sebelum mereka masuk Islam, Perbuatan merekalah yang menjadikan nama mereka 
berarti, orang yang meniru nama mereka sebenarnya ingin meniru perbuatan 
mereka, yang kemudian  dijawantahkan lewat nama. Nama Ibrahim bukanlah 
siapa-siapa sampai Allah menyematkan nama tersebut kepada NabiNya. Sukarno 
bukanlah siapa-siapa sampai dia memperjuangkan namanya menjadi orang nomor satu 
dinegeri ini, demikian juga tokoh-tokoh hebat lainnya, dan tidak pernah ada 
orang hebat karena meniru nama orang lain, tidak dimata masyarakat tidak juga 
dimata Allah selain amal perbuatannya.

Salam

David
www.sebuahtitik.blogspot.com

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke