Membangun Kepribadian Muslim (4)
 
3. Membangun Tokoh Idola
Pada masa anak dan remaja , motif imitasi dan identifikasi sedang 
dalam pertumbuhan dan mencapai puncaknya. Ketika masa kanak-kanak, 
ayah adalah tokoh identifikasinya. Bagi kanak-kanak figur ayah adalah 
tokoh yang terhebat dalam alam psikologinya. Seorang ayah yang bisa 
memenuhi motif identifikasi anaknya hingga anak itu meningkat remaja, 
maka ia akan tetap menjadi tokoh idola anaknya. Di mata anak, ayah 
tetaplah besar meski secara sosial mungkin tidak. Sebaliknya seorang 
ayah yang gagal menjadi tokoh idola anaknya ketika masih anak-anak 
dan remajanya, maka di mata anak, ayah tetap tidak besar meskipun 
boleh jadi secara sosial ia adalah tokoh besar. 

Seorang anak membutuhkan ayah sebagai ayahnya sendiri, bukan ayahnya 
orang banyak. Dalam perspektip ini maka seseorang yang tidak mengenal 
siapa ayahnya (atau siapa ibunya) mengalami krisis identitas, karena 
ia kehilangan tokoh idola. Untuk bisa menjadi idola anaknya, seorang 
ayah juga harus mempunyai konsep tentang anak, apa yang diinginkannya 
tentang anaknya, mau dibentuk menjadi apa dan siapa. Tanpa konsep itu 
maka seorang ayah tidak bisa mendesain kapasitas dan corak moralitas 
anaknya. Pada usia sekolah kedudukan orang tua disaingi oleh guru. 

Ketika seseorang meningkat menjadi remaja, tokoh identifikasinya 
berubah kepada tokoh-tokoh "selebritis" terkenal, Ketika seseorang 
dalam usia mahasiswa, ketika mereka sudah bisa berfikir logis, bisa 
membandingkan berbagai aliran pemikiran dari literatur yang dibaca, 
tokoh idola yang dipilih pada umumnya adalah tokoh yang memiliki 
gagasan yang kuat , khas, menonjol, melawan arus atau yang telah 
membuktikan mampu melahirkan karya-karya besar, apakah orang itu 
masih hidup atau sudah menjadi catatan sejarah. Bagi orang dewasa 
seusia mahasiswa, tokoh idola sangat berperan dalam membangun cita-
cita masa depan. Pemikiran besar dari orang besar itu mengilhami 
orang muda untuk berfikir besar. Orang besar adalah orang yang ruang 
lingkup pemikirannya luas melampaui ruang sosial, ruang geografi 
serta ruang zaman dimana orang besar itu hidup. Tokoh-tokoh besar 
dunia yang banyak dijadikan idola pemuda antara lain, Hitler, 
Napoleon, Jamal Abdul Nasser, Sukarno, Imam Khumaini, Gaddafi dan 
lain-lain.

Pengenalan kepada orang besar itu bisa dilakukan dengan membaca 
biografinya atau mengunjungi jejak sejarah dari tokoh tersebut. Orang 
besar adalah orang yang bisa "bermimpi" tentang suatu hal yang 
mustahil tapi kemudian bisa mewujudkan impiannya dalam kenyataan. 
Semua karya besar pada mulanya secara sinis dipandang orang sebagai 
impian kosong. 

4. Pembiasaan Kepada Pola Tingkah Laku Konstruktip.
Jika transfer ilmu pengetahuan dapat dilakukan melalui pengajaran 
maka pembentukan pola tingkahlaku merupakan tujuan dari pendidikan. 
Pendidikan adalah transfer budaya, sementara kebudayaan masyarakat 
manapun mengandung unsur-unsur (a) akhlak atau etik, (b) estetika, 
(c) ilmu pengetahuan dan (d) teknologi. Tingkahlaku manusia tidak 
selamanya logis, sebaliknya sebagian besar perilaku manusia justeru 
terbangun melalui pembiasaan. Orang yang sudah biasa bangun pagi 
tetap saja bangun pagi meski tidurnya terlambat. Enaknya masakan 
pedas bagi seseorang misalnya adalah bukan masalah logis tidak logis, 
tetapi lebih pada pembiasaan rasa. Demikian juga rasa bersih, rasa 
tertib, rasa disiplin juga tertanam melalui proses pembiasaan. Orang 
yang telah memahami logika kejujuran tidak otomatis menjadi orang 
jujur, sebaliknya boleh jadi pengetahuan itu justeru digunakan untuk 
mengelabui orang-orang lain yang berfikir jujur. Demikian juga sopan 
santun adalah sesuatu yang tidak mesti logis, tetapi ia terbentuk 
melalui pembiasaan.

Dalam pembentukan karakter seseorang, hal-hal yang perlu dijadikan 
kebiasaan tingkah laku adalah (a) sopan santun atau etiket, (b) 
kebersihan dan kerapihan/ketertiban (c) kejujuran, (d) disiplin.

Kepribadian, disamping digunakan untuk menyebut sifat indifidu, juga 
dapat digunakan untuk menyebut sifat kelompok dan bangsa, sehingga 
kita bisa menyebut kepribadian bangsa Indonesia atau kepribadian 
Indonesia.. Dewasa ini kerpibadian bangsa Indonesia benar-benar 
nampak buruknya, dan hal ini bukan terjadi mendadak karena reformasi, 
tetapi sebagai buah dari kesalahan bangsa ini mengelola kehidupan 
berbangsa dan bernegara selama limapuluh tahun. Membangun kepribadian 
bangsa hari ini baru akan diketahui hasilnya satu generasi mendatang, 
Wallohu a`lam.

Wassalam,
agussyafii
http://mubarok-institute.blogspot.com

Kirim email ke