Assalamu'alaikum wr wb, Semoga kita bisa menghindari fitnah dan adu domba oleh kaum Yahudi, Wahabi Takfiri, dan Syi'ah ekstrim. Buat yang gemar memfitnah dan adu domba semoga bertobat sebab Allah mengharamkan surga bagi orang yang suka memfitnah dan adu domba. Selama ini kaum Sunni dan Syi'ah bisa rukun sehingga bisa berhaji dan umrah bersama dgn damai. Jangan sampai setelah fitnah dan adu domba bukannya berhaji dan umrah, malah jadi saling bunuh:
“Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak dapat masuk surga seorang yang gemar mengadu domba.” (Muttafaq ‘alaih) http://media-islam.or.id/2012/04/24/nabi-senang-mendamaikan-bukan-mengadu-domba-dan-menghindari-peperangan/ Pesan Amman: Kerukunan Antar Ummat Islam Sunni dan Syi’ah Anda bisa turut berpartisipasi dalam Deklarasi Amman dengan mengklik: http://ammanmessage.com http://kabarislam.wordpress.com/2012/02/02/pesan-amman-kerukunan-antar-ummat-islam-sunni-dan-syiah/ “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” [An Nisaa' 114] Ini adalah Pesan Amman (Amman Message) yang diprakarsai Raja Yordania, Abdullah II, dengan mengundang 200 tokoh Islam dari berbagai negara. http://ammanmessage.com Pesan Amman menyatakan keabsahan 8 Mazhab Islam dari Sunni, Syi’ah, dan Ibadhi. Begitu pula Tauhid Asy’ari, Sufi, dan Salafi sejati sebagai Muslim. Dari situ mereka melarang pengkafiran (takfir) antara sesama Muslim. Berdasarkan Mazhab2 itu juga ditentukan persyaratan Fatwa sehingga tidak ada kezaliman atas nama Islam. Pesan Amman didukung oleh Shaykh Al-Azhar Mohammed Sayyid Tantawi, Ayatollah Sistani, Sheikh Yusuf Qaradawi, Mufti Mesir Ali Goma, Din Syamsuddin, Raja Yordania, Raja Arab Saudi, Raja Bahrain, beserta 200 Tokoh Islam lainnya. Selain itu ada pula tokoh Syi’ah seperti Imam Syi’ah Ayatollah Ali Khamenei, Ahmadinejad, dan Ayatollah Ali Sistani dari Iraq: http://ammanmessage.com/index.php?option=com_content&task=view&id=17&Itemid=31 http://en.wikipedia.org/wiki/Amman_Message Meski demikian saya lihat ada beberapa aliran sesat yang coba membonceng Pesan Amman ini seperti aliran sesat Ahmadiyyah yang mengakui Ghulam Mirza Ahmad sebagai Nabi. Ada beberapa hal yang tetap harus kita waspadai: 1. Jika ada yang menyembah selain Allah misalnya memperTuhankan Ali, dsb, maka ini sesat. 2. Jika menganggap Al Qur’an tidak asli atau punya Al Qur’an sendiri maka ini sesat. 3. Jika menghina sahabat Nabi seperti Abu Bakar, Umar, Usman, dan istri Nabi Siti ‘Aisyah, maka ini sesat. 4. Jika mengakui manusia bisa menyatu dengan Allah seperti paham Wihdatul Wujud, maka ini juga sesat. Ada pun kesesatan segelintir orang misalnya 10 juta Syi’ah sesat, itu bukan alasan bagi kita untuk mengkafirkan 120 juta Syi’ah yang lain jika mereka tidak melakukan kesesatan seperti hal di atas. Contohnya di Yogya ada ribuan orang yang melarung sesajen untuk Penguasa Laut Selatan. Itu bukan alasan bagi kita untuk mengkafirkan jutaan Muslim di Yogya yang insya Allah lurus. Ada sebagian Wahabi Takfiri yang berdalih bahwa yang dinyatakan lurus cuma “Mazhab Fiqih Syi’ah”. Ada pun Aqidahnya tetap sesat. Jika benar begitu, kenapa beberapa ulama Syi’ah seperti Ali Khamenei dan Ali Sistani ikut diajak dan menandatangani Deklarasi Amman? Begitu pula saat Syekh Al Azhar Mahmoud Syaltout menyatakan bahwa Mazhab Ja’fari (Syi’ah) sebagai mazhab ke 5 yang sah, disebut cuma Fiqihnya saja yang lurus. Ada pun aqidahnya sesat. Padahal beda dgn Imam Malik atau Imam Syafi’ie yang memang dikenal sebagai Imam Fiqih, Imam Ja’far (lahir tahun 80 H dan keturunan dari Nabi dan Abu Bakar Siddiq) bukan cuma Imam Fiqih, tapi juga aqidah bahkan kaum Syi’ah menganggapnya sebagai salah satu Imam dari 12 Imam mereka. Ada pula Wahabi Takfiri yang menyebut Mazhab Ja’fari sesat karena ada hal yg di Sunni diharamkan, tapi di situ dihalalkan. Padahal Imam Ja’far yang merupakan guru dari Imam Abu Hanifah dan Imam Malik itu disebut sebagai Imam baik oleh Syi’ah mau pun Sunni karena ilmunya memang dalam. Sulit menerima jika Mazhab muridnya seperti Imam Malik dan Imam Abu Hanifah lurus, tapi Mazhab sang guru justru sesat. Contoh perbedaan halal/haram adalah binatang yang hidup di 2 alam haram menurut Mazhab Syafi’ie, tapi menurut Mazhab Maliki itu halal. Menyentuh wanita membatalkan wudlu menurut Mazhab Syafi’iem tapi menurut Mazhab Maliki tidak membatalkan. Jadi beda halal-haram itu biasa selama ada dalilnya. Pesan Amman dan Perubahan Generasi Islam SELASA, 04 JANUARI 2011 07:49 ILUSTRASI: Dengan semakin berubahnya zaman dan kian banyaknya pengaruh luar, Islam semakin ditafsirkan secara berbeda sehingga membentuk golongan-golongan. (Foto: Google) AMMAN (Berita SuaraMedia) – Generasi terbaik yang pernah ada dalam sejarah Islam setelah era Rasulullah dan para sahabat adalah Al Ash’ari lahir tahun 270 H dan meninggal tahun 320 H. Ibn Hambali lahir tahun 164 H dan meninggal 241 H. Al Shafi’i lahir tahun 150 H dan meninggal tahun 204 H. Malik lahir tahun 95 H dan meninggal tahun 179 H. Abu Hannafi lahir tahun 80 H dan meninggal tahun 150 H. Namun setelah generasi itu berakhir, Islam semakin ditafsirkan secara berbeda sehingga membentuk golongan-golongan dengan keyakinannya sendiri. Adalah pesan Amman yang dimulai sebagai pernyataan detail yang dirilis pada malam ke-27 Ramadan tahun 1425 H atau 9 November 2004 oleh Raja Abdullah II bin Al Hussein di Amman, Yordania. Pernyataan itu mendeklarasikan tentang apa itu Islam dan apa yang bukan Islam, dan aksi apa yang diwakilinya dan aksi apa yang tidak. Tujuannya adalah untuk mengklarifikasi ke dunia modern sifat sesungguhnya Islam dan sifat dari Islam yang sesungguhnya. Untuk memberikan kekuasaan lebih pada pernyataan itu, Raja Abdullah kemudian mengirimkan tiga pertanyaan ke 24 cendekiawan agama paling senior dari seluruh dunia yang mewakili segala cabang dan aliran Islam: (1) Siapakah seorang Muslim itu? (2) Bolehkah menyatakan seseorang sebagai murtad? (3) Siapakah yang punya hak untuk mengeluarkan fatwa? Berdasarkan fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh para cendekiawan ini (yang termasuk Sheikh Al Azhar, Ayatollah Sistani dan Sheikh Qaradawi), di bulan Juli 2005, Raja Abdullah II menggelar konferensi Islam internasional yang dihadiri oleh 200 cendekiawan Islam terkemuka dunia dari 50 negara. Di Amman, para cendekiawan mengeluarkan keputusan tentang tiga isu fundamental (yang kemudian menjadi “Tiga Poin dalam Pesan Amman”), yaitu: 1.Mereka secara spesifik mengakui validitas dari kedelapan madzab Sunni, Syiah, dan Ibadhi Islam; dari Teologi Islam tradisional (Ash’arism); dari Mistisisme Islam (Sufisme) dan pemikiran Salafi yang sesungguhnya, dan menemukan definisi tepat dari siapa itu Muslim. 2. Berdasarkan definisi itu mereka melarang takfir (deklarasi murtad) di antara sesama Muslim. 3.Berdasarkan madzab, mereka menetapkan prasyarat subyektif dan obyektif untuk mengeluarkan fatwa, dengan demikian menyingkapkan fatwa bodoh dan tidak sah atas nama Islam. Ketiga poin itu kemudian diadopsi sejak bulan Juli 2005 sampai Juli 2006 oleh para pemimpin politik dan temporal dunia Muslim. (rin/abn) www.suaramedia.com http://www.suaramedia.com/berita-dunia/dunia-islam/35690-pesan-amman-dan-perubahan-generasi-islam.html THE AMMAN MESSAGE SUMMARY ‘[T]he best resource for those who wish to travel along the straight path in their words and their actions, and in their spiritual and religious life’. — The Grand Shaykh of the Azhar, Shaykh Mohammed Sayyid Tantawi (may God have mercy on him), 2006. The Amman Message started as a detailed statement released the eve of the 27th of Ramadan 1425 AH / 9th November 2004 CE by H.M. King Abdullah II bin Al-Hussein in Amman, Jordan. It sought to declare what Islam is and what it is not, and what actions represent it and what actions do not. Its goal was to clarify to the modern world the true nature of Islam and the nature of true Islam. In order to give this statement more religious authority, H.M. King Abdullah II then sent the following three questions to 24 of the most senior religious scholars from all around the world representing all the branches and schools of Islam: (1) Who is a Muslim? (2) Is it permissible to declare someone an apostate (takfir)? (3) Who has the right to undertake issuing fatwas (legal rulings)? Based on the fatwas provided by these great scholars (who included the Shaykh Al-Azhar; Ayatollah Sistani and Sheikh Qaradawi), in July 2005 CE, H.M. King Abdullah II convened an international Islamic conference of 200 of the world’s leading Islamic scholars ‘Ulama) from 50 countries. In Amman, the scholars unanimously issued a ruling on three fundamental issues (which became known as the ‘Three Points of the Amman Message’): They specifically recognized the validity of all 8 Mathhabs (legal schools) of Sunni, Shi’a and Ibadhi Islam; of traditional Islamic Theology (Ash’arism); of Islamic Mysticism (Sufism), and of true Salafi thought, and came to a precise definition of who is a Muslim. Based upon this definition they forbade takfir (declarations of apostasy) between Muslims. Based upon the Mathahib they set forth the subjective and objective preconditions for the issuing of fatwas, thereby exposing ignorant and illegitimate edicts in the name of Islam. These Three Points were then unanimously adopted by the Islamic World’s political and temporal leaderships at the Organization of the Islamic Conference summit at Mecca in December 2005. And over a period of one year from July 2005 to July 2006, the Three Points were also unanimously adopted by six other international Islamic scholarly assemblies, culminating with the International Islamic Fiqh Academy of Jeddah, in July 2006. In total, over 500 leading Muslim scholars worldwide—as can be seen on this website [click here to see the entire list]—unanimously endorsed the Amman Message and its Three Points. This amounts to a historical, universal and unanimous religious and political consensus (ijma’) of the Ummah (nation) of Islam in our day, and a consolidation of traditional, orthodox Islam. The significance of this is: (1) that it is the first time in over a thousand years that the Ummah has formally and specifically come to such a pluralistic mutual inter-recognition; and (2) that such a recognition is religiously legally binding on Muslims since the Prophet (may peace and blessings be upon him) said: My Ummah will not agree upon an error (Ibn Majah, Sunan, Kitab al-Fitan, Hadith no.4085). This is good news not only for Muslims, for whom it provides a basis for unity and a solution to infighting, but also for non-Muslims. For the safeguarding of the legal methodologies of Islam (the Mathahib) necessarily means inherently preserving traditional Islam’s internal ‘checks and balances’. It thus assures balanced Islamic solutions for essential issues like human rights; women’s rights; freedom of religion; legitimate jihad; good citizenship of Muslims in non-Muslim countries, and just and democratic government. It also exposes the illegitimate opinions of radical fundamentalists and terrorists from the point of view of true Islam. As George Yeo, the Foreign Minister of Singapore, declared in the 60th Session of the U.N. General Assembly (about the Amman Message): “Without this clarification, the war against terrorism would be much harder to fight.” Finally, whilst this by the Grace of God is a historical achievement, it will clearly remain only principial unless it is put into practice everywhere. For this reason, H.M. King Abdullah II is now seeking to implement it, God willing, through various pragmatic measures, including (1) inter-Islamic treaties; (2) national and international legislation using the Three Points of the Amman Message to define Islam and forbid takfir; (3) the use of publishing and the multi-media in all their aspects to spread the Amman Message; (4) instituting the teaching of the Amman Message in school curricula and university courses worldwide; and (5) making it part of the training of mosque Imams and making it included in their sermons. God says in the Holy Qur’an says: There is no good in much of their secret conferences save (in) whosoever enjoineth charity and fairness and peace-making among the people and whoso doeth that, seeking the good pleasure of God, We shall bestow on him a vast reward. (Al-Nisa, 4:114). http://ammanmessage.com/ .