SEKECIL APAPUN BANTUAN ITU TETAP
BERARTI
 
 
Jakarta, 17 Juni 2009
  
    Sore itu saya berniat
untuk mencari bahan kain untuk membuat celana panjang di salah satu ITC
yang saya lewati sambil menuju rumah. Setibanya saya di sana bertepatan
dengan sudah masuknya waktu shalat Magrib, meski hanya sekitar kurang
lebih 15 kilometer dari kantor saya menuju ITC tersebut, namun karena
Jakarta pada jam 5 sore adalah jam bubaran kantor - walhasil butuh waktu sekitar
1 jam hingga sampai di lokasi yang dituju meskipun saya sudah menggunakan
kendaraan roda dua sebagai kendaraan yang katanya cocok untuk wara-wiri di kota
besar seperti Jakarta ini.
 
    Selesai saya
memarkirkan kendaraan, segera saya menuju lantai 1 tempat dimana Mushollah
berada. Saya memang sudah hafal jalan menuju tempat tersebut karena cukup sering
beribadah di sana. Setibanya di Mushollah tersebut suasana sudah cukup ramai -
meskipun tidak seramai pada bulan Ramadhan (saya pernah sholat pas di bulan
Ramadhan di tempat itu - Subhanallah jama'ahnya sampai berdesakan) dan
bergegas saya menanggalkan sepatu untuk bersuci terlebih dahulu. Alhamdulillah
saya tidak mengalami kesulitan menanggalkan dan menyimpan sepatu pada rak yang
telah disediakan pengelolan Mushollah.
 
    Mushollah itu memang
cukup besar untuk menampung jama'ah. Terbagi dua bagian - satu untuk jama'ah
pria berikut tempat wudhunya dan satu lagi untuk jama'ah wanita berikut tampat
wudhunya pula. Bagian depan di luar Mushollah ada rak untuk alas
kaki sebanyak tiga tingkat, ada dua bangku dari besi yang ditempatkan
berseberangan secara terpisah untuk duduk dan cukup untuk empat orang -
sepertinya disediakan untuk kemudahan kita menanggalkan alas kaki serta satu
bangku besi panjang lagi yang jaraknya aga jauh dari rak tempat menyimpan alas
kaki, mungkin maksudnya untuk tempat menunggu. Alhamdulillah saat itu tempat
duduk semuannya penuh digunakan orang-orang untuk melepaskan sepatunya sehingga
saya menanggalkan sepatu dan kaos kakinya sambil berdiri dan berpegangan
pada tembok.
 
    Selesai melakukan
sholat Maghrib saya menuju tempat sepatu dimana saya menyimpannya - dan sama
seperti sebelumnya saat melepaskan sepatu ini, sayapun tidak kebagian tempat
duduk untuk memakai kembali sepatu saya. Akan lebih mudah bagi saya atau
sebagian besar kita yang menggunakan kaos kaki jika memakainya sambil duduk tapi
mau bagaimana lagi semua tempat duduk diisi orang. Sulitnya memakai kaos
kaki sambil berdiri dan memegang tas membuat saya harus bersandar pada tembok
agar tidak terjatuh.
 
    Setelah selesai
memakai kaos kaki dan sepatunya saya bergegas mencari tempat kosong untuk
berdiri dan menunggu istri yang masih di dalam Mushollah. Dari tempat yang
aga lengang ini saya dapat memperhatikan sekitar. Hilir mudik orang-orang
bergantian keluar dan masuk Mushollah, ada yang saling tegur dan ada juga yang
diam seribu bahasa karena tidak saling mengenal. Perhatian saya tertuju pada dua
orang pria muda yang sedang duduk, satu bertopi biru dan satu
lagi berkaos putih - yaitu dua orang pemuda yang sama saat
saya mengenakan kembali sepatu saya - rupanya belum juga beranjak dari
bangku besi tersebut, padahal sedari tadi banyak sekali pria dan wanita yang
telah selesai melakukan shalat dan hendak mencari tempat untuk menggenakan
kembali sepatu/alas kakinya.
 
    Sempat saya melihat
seorang bapak dipegangi istrinya karena hampir saja jatuh - hilang keseimbangan
saat mengenakan kaos kaki. Ada lagi seorang ibu muda terpaksa meletakan tas yang
dibawanya di atas lantai sebab tangan kirinya berpegangan pada tembok
sedangkan tangan kanannya berusaha mengaitkan tali sepatunya. Ada pula yang
menjinjing sepatunya memilih untuk menunggu bangku tersebut menjadi kosong atau
ada juga yang dengan terpaksa kakinya menjadi kotor karena harus menjinjing alas
kakinya mencari tempat untuk memakainya. Semua itu tidak membuat kedua pria muda
itu tergugah hatinya untuk bangkit dari duduk dan mempersilahkan mereka yang
memerlukan tempat duduk, seperti mereka-mereka yang hendak memakai sepatu
misalnya.
 
    Pria yang bertopi itu
saya perhatikan hanya menundukkan kepala dan menopang dagunya dengan tangan
kanannya - seperti yang pura-pura tidak melihat orang-orang yang kerepotan
memakai alas kakinya sedang yang satu lagi menyilangkan tangannya di dada sambil
celingak-celinguk seperti yang mencari seseorang. Tiba-tiba, "mas gantian dong,
saya mau pake sepatu nih", ujar seorang remaja putri sambil menenteng sepatunya.
Pemuda yang tidak bertopi lalu bangkit dari duduknya dan pergi menjauh dari
bangku besi tersebut, sementara yang bertopi masih tetap duduk ditempat semula.
Padahal saya yakin sekali mereka (para pemuda yang duduk itu) bisa melihat
orang-orang yang membutuhkan tempat duduk tapi "mata lainnya" tidak
digunakan.
 
    Saya hanya bisa
geleng-geleng melihat kejadian itu, bisa-bisanya mereka menggunakan fasilitas
untuk umum namun serasa milik pribadinya dan yang sedihnya lagi mereka tidak
perduli meski banyak sekali yang mengharapkan bisa menggunakan fasilitas tempat
duduk tersebut padahal mereka menggunakannya hanya untuk memakai
sepatu saja.
 
    Apakah harus dengan
teguran terlebih dahulu baru kita mengerti bahwa ada hak orang lain yang kita
pakai atau apakah harus ada jatuh korban dulu (terjatuh saat memakai kaos
kaki) baru kita mau berbagi fasilitas yang memang diperuntukkan untuk
bersama.  
 
"Siapa yang melapangkan satu
kesusahan seorang muslim, Alloh akan melapangkan satu kesusahannya pada hari
kiamat nanti" (HR.Bukhori/Muslim)
 
 
-----------------------------------



Kampanye mengembalikan Kelembutan Hati atas
sesama kita   

Kirim email ke