Ada kalanya kita melihat atau mendengar sebagian saudara muslim kita, walaupun 
telah menjalankan sholat namun tidak tercegah perbuatan keji dan mungkar, yang 
pada intinya mereka belum dapat merasakan keberadaan Allah sehingga mereka 
masih bertanya "Bagaimana Allah?" atau "di mana Allah?"

Saking mereka tidak merasakan keberadaan Allah, maka meraka berani melakukan 
perbuatan yang dilarang Allah seperti korupsi, memimpin dengan zhalim, tidak 
menepati janji, berkata atau menulis perkataan yang keji, mengumpat, memberi 
sebutan yang tidak baik kepada saudara muslim lainnya, bahkan mensesatkan atau 
mengkafirkan saudara muslim lain berlandaskan keterbatasan pemahaman mereka. 
Mereka gemar  tajrih, tahdzir, boikot, hajr, tabdi, takfir.  Seolah mereka 
"mewakili" Allah dalam "menilai" saudara muslim lainnya namun ada kemungkinan 
sesungguhnya belum merasakan "keberadaan" Allah.

Tentang sholat, Allah telah berfirman yang artinya,
"Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab dan dirikan sholat. 
Sesungguhya sholat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya 
mengingat Allah dalam (sholat) adalah lebih besar (keutamaannya dari 
ibadah-ibadah lain)" (QS Al Ankabut 29: 45)

Allah memberikan gelar kepada orang yang shalat tidak sesuai dengan 
ikrar/sumpahnya sebagai sholatnya orang munafik.

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas 
tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk Sholat, mereka berdiri dengan 
malas. Mereka bermaksud riya (dengan sholat) di hadapan manusia. Dan tidaklah 
mereka dzikrullah (menyebut Allah)  kecuali hanya sedikit sekali" (QS An-Nisa 
4: 142)

Ketika melakukan sholat, ada kalanya mengalami rasa jenuh dan tidak kusyu', 
padahal dalam doa iftitah kita telah berikrar bahwa kita sedang menghadapkan 
wajah kita kepada Allah. Hal ini terjadi karena tidak mengetahui bagaimana cara 
melakukan, sebagai contoh mulai cara Takbiratul Ihram dengan baik.

Nabi Muhammad Saw bersabda, bahwa "sholat itu adalah mi'rajnya orang-orang 
mukmin".   Yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam 
fisik manusia menuju ke hadirat Allah.

Apakah kita bisa "bertemu"  dengan Allah ketika Sholat ?

Sebagian orang menanggapi hadits tersebut dengan sikap apriori dan berkeyakinan 
bahwa manusia tidak mungkin bertemu dengan Allah di dunia. Akibatnya kebanyakan 
orang tak mau pusing mengenai hakikat Sholat atau bahkan hanya menganggap 
sholat sebagai kewajiban yang harus dilakukan tanpa harus memikirkan fungsi dan 
tujuannya.

Dilain pihak ada orang yang melakukan sholat, telah mengerahkan segenap daya 
untuk mencapai kusyu', akan tetapi tetap saja pikiran masih menerawang tidak 
karuan sehingga tanpa disadari sudah keluar dari "kesadaran sholat". Allah 
telah mengingatkan hal ini, bahwa banyak orang sholat akan tetapi kesadarannya 
telah terseret keluar dari keadaan sholat itu sendiri, yaitu bergeser niatnya 
bukan lagi karena Allah.

`…. maka celakalah orang-orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai 
dalam sholatnya, dan orang-orang yang berbuat riya" (QS Al-Ma'un 107: 4-6)

Perihal itu terjadi bagi orang yang dalam sholatnya tidak menyadari bahwa ia 
sedang berhadapan dengan Tuhannya sehingga pikirannya melayang liar tanpa 
kendali. Sholat yang demikian adalah sholat yang shahun. Keadaan tersebut 
bertentangan dengan firman Allah yang menghendaki sholat sebagai jalan untuk 
mengingat Allah.

"… maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku" (QS Thaha 20: 
14)

"… dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai"(QS Al A'raaf 7: 205)

Inilah rangkaian ayat yang menunjukkan kepada masalah kedalaman ibadah sholat, 
yaitu untuk mengingat Allah, bukan sekedar membungkuk, bersujud dan komat-kamit 
tiada sadar dengan yang dilakukan. Sholat yang hanya komat-kamit inilah yang 
banyak dilakukan orang, sehingga sampai sekarang banyak yang tak mampu 
mencerminkan watak mushallin yang sebenarnya, yaitu tercegah dari perbuatan 
keji dan mungkar.

"Jangan engkau mendekati sholat sedang kamu dalam keadaan mabuk (tidak sadar)… 
" (QS An nisa 4: 43)

Nahyi (larangan) ditujukan kepada mushalilin agar tidak melakukan sholat jika 
masih belum sadar bahwa dirinya sedang berhadapan dengan Sang Khaliq.  Larangan 
itu merupakan syarat mutlak dari Allah. Coba kita renungkan, untuk mendekati 
saja kita dilarang, apalagi untuk melakukannya. Jika tetap dilakukan maka Allah 
akan murka, yang ditunjukkan dengan perkataan yaitu "maka celakalah orang yang 
sholat,  (yaitu) orang-orang yang lalai dalam sholatnya dan orang-orang yang 
berbuat riya" (QS Al-ma'un 107: 4-6)"

Allah juga memberikan pujian kepada orang-orang mukmin yang khusyu dalam 
sholatnya

"Sungguh beruntunglah mereka yang beriman yaitu orang-orang yang khusyu' dalam 
sholatnya" (QS Al Mukminun 23: 1-2)

Al-Quran menyebutkan penyebab dicabutnya ilmu khusyu', yaitu karena 
memperturutkan hawa nafsu dan melalaikan sholatnya. Dalam Al-Qur'an Allah juga 
telah menunjukkan jalan bagi yang mendapatkan kekhusyu'an

"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian 
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang 
yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan 
kembali kepada-Nya." (QS Al Baqarah 2: 45-46)

Semoga kita dapat merasakan menemui Allah,  kedekatan dengan Allah, memahami 
keberadaan Allah. Sehingga terwujudlah apa yang dikatakan dengan ihsan. 

Ihsan (bahasa Arab: احسان) adalah kata dalam 
bahasa Arab yang berarti "kesempurnaan" atau "terbaik." Dalam terminologi agama 
Islam, Ihsan berarti seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, 
dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut 
membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.

Kembalilah kepada Allah, jadilah muslim yang terbaik.
Silahkan juga baca tulisan berikut
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/01/28/menjadi-muslim-terbaik/


Wassalam


Zon di Jonggol
http://mutiarazuhud.wordpress.com

Kirim email ke