Coba bayangkan suatu Minggu pagi yang cerah. Matahari bersinar lembut.
Udara terasa sejuk. Di kejauhan terdengar burung-burung berkicau riang.
Anda tengah merasakan indahnya hari ini. Sambil bersiul-siul kecil Anda
membuka pintu rumah Anda. Tampak sebuah kotak berwarna coklat di depan
pagar. Ternyata pagi itu Anda mendapat bingkisan. Pengirimnya pun
tertera jelas di situ: tetangga sebelah rumah. Ada apa? Dengan
tergesa-gesa Anda membuka kotak itu. Ternyata isinya sangat mengejutkan
Anda: setumpuk kotoran sapi!

Bagaimana perasaan Anda? Anda mungkin bingung, kesal, atau marah. ''Ini
sudah keterlaluan!'' pikir Anda. ''Tetangga sebelah itu memang harus
diberi pelajaran!'' Lantas apa yang akan Anda lakukan? Anda mungkin
langsung melabraknya. Atau paling tidak mempersiapkan ''serangan''
balasan. Nah, kalau Anda jadi melaksanakan niat tersebut, bagaimana
respon tetangga Anda? Bisa dibayangkan ''perang'' yang terjadi pada hari
berikutnya dapat lebih seru dari perang AS melawan Taliban tempo hari.

Namun Beno, seorang kawan yang mengalami hal ini ternyata memberikan
respon yang berbeda. Ia memang terkejut melihat kotoran sapi itu. Tapi
kemudian ia berpikir, ''Betapa baiknya tetanggaku ini. Ia benar-benar
memperhatikan pekaranganku. Ia tahu persis bahwa rumput dan tanamanku
tidak terlalu subur. Karena itu ia menyediakan pupuk untukku. Luar
biasa, aku harus ke rumahnya sekedar menyampaikan rasa terima kasihku!''

Pelajaran menarik apa yang dapat diambil dari cerita sederhana tadi?
Ternyata kita tidak melihat dunia ini sebagaimana adanya, tetapi sesuai
dengan keadaan kita sendiri. We see the world as we are, not as it is.
Dengan demikian sebuah peristiwa yang sama dapat dipersepsikan secara
berbeda tergantung darimana Anda melihatnya. Bagi kita kotoran sapi
dipersepsikan sebagai penghinaan dan ajakan ''berperang.'' Karena itu
kita marah dan mempersiapkan serangan balasan. 

Sementara Beno menganggap kotoran sapi sebagai hadiah dan bukti
perhatian tetangganya. Ia justru berterima kasih. Jadi dimana letak
masalahnya? Pada kotoran sapi atau pada cara kita memandang kotoran sapi
tersebut? Jelaslah bahwa ''cara kita memandang suatu masalah adalah
masalah itu sendiri.'' 

Dalam bahasa sehari-hari cara kita memandang ini sering disebut dengan
berbagai istilah seperti persepsi, asumsi, wawasan, keyakinan,
pemikiran, prasangka, prejudis, dan sebagainya. Semua istilah ini
terangkum dalam kata paradigma. Paradigma adalah jendela untuk melihat
dunia. Saya berani mengatakan bahwa paradigma ini merupakan milik Anda
yang terpenting. Mengapa? Karena semua tindakan Anda, apapun tanpa
terkecuali, pasti didasari oleh suatu paradigma! 

Sekali lagi, coba Anda renungkan baik-baik. Semua tindakan Anda dalam
hidup dasarnya adalah paradigma. Bagaimana kita melihat suatu masalah
akan menentukan apa yang akan kita lakukan. Apa yang kita lakukan akan
menentukan apa yang kita dapatkan. Jadi kalau Anda tidak puas dengan apa
yang Anda dapatkan sekarang, Anda harus mengubah perilaku Anda. Namun
Anda tak akan dapat mengubah perilaku Anda sebelum membongkar paradigma
Anda.





<)^^(>
 (( 'o' ))
=(,,)=(,,)=
 
.
 
<http://geo.yahoo.com/serv?s=97359714/grpId=14792035/grpspId=1705062215/
msgId=13282/stime=1187666541/nc1=4718982/nc2=4699082/nc3=4699088> 
 

Kirim email ke