Tiga orang kuli bangunan sedang bekerja di lantai 35 di suatu gedung bertingkat di Jakarta. Pada saat makan siang mereka mulai membuka bekalnya masing-masing. Kardiman: "Gile bener, tempe lagi-tempe lagi...bosen aku. Kalau besok masih disangoni tempe lagi, aku mau loncat dari lantai ini." Liem Ban Pit: "Haiya...lagi-lagi capcai, tiap hali capcai tiap hali capai bosen laa....., kalau besok pagi isteli owe kasih capcai lagi, owe juga mau loncat saja dari gedung ini." Ucok: "Anjing betul bah, masak babi panggang lagi hari ini. Kalau besok masih panggang juga....aku juga mau loncat dari gedung ini bah." Maka begitulah besok harinya, saat makan siang mereka duduk bertiga dan mulai membuka bekalnya. Kardiman dapat bekal tempe lagi...dan meloncatlah dia kebawah, dan mati. Begitu pula si Ban Pit, dapat capcai lagi...loncat kebawah,..ko'it. Si Ucok buka bekal, babi panggang lagi..loncat, mampus. Untuk menghormati persahabatan mereka, ketiganya dimakamkan di tempat pemakaman yang sama. Isteri Kardiman tersedu-sedu katanya.." Oalah mas kok nggak bilang-bilang kalau sudah bosen tempe,...coba mas Kardiman bilang, pasti kumasakin ayam goreng mas.." Isteri si Ban Pit juga merintih " aduh Koh..coba engkoh bilang sudah bosen capcai, pasti owe masakin fuyung hai, dan engkoh tidak mati." Tapi tiba giliran si Butet isteri Ucok, dia melotot, "Jangan lihatin aku bah...bang Ucok selalu beli makanan sendiri sebelum berangkat kerja." (*)
Hiduplah seorang kakek dan nenek di sebuah pulau kecil di pesisir Irian. Keduanya sebetulan tidak dikaruniai keturunan sehingga segala keperluannya dikerjakan oleh mereka berdua tanpa syarat. Suatu hari si kakek hendak mencoba perahu barunya. Karena suasana laut saat itu kurang menguntungkan akibat gelombang yang agak besar, maka si kakek mengatakan sama si nenek agar nggak usah ikut aja, soalnya si kakek kuatir banget jangan-jangan si nenek mual alias mabuk laut, sehingga perahu barunya ini akan dijadikan sasaran muntah si nenek. Namun si nenek bersikeras agar diizinkan ikut, maklumlah ...pasangan sejati sih. Segala bujuk rayu sudah diupayakan oleh si kakek agar si nenek berdiam aja di rumah namun tak berhasil. Akhirnya dengan satu syarat, bahwa si nenek nggak boleh mabuk laut maka ikutlah si nenek bersama do'inya ini mengujicobakan perahu baru mereka di seputar pulau tersebut. Saat ini kondisi laut sekitar pulau tersebut tidak mau diajak kompromi oleh sang kakek ini. Akibatnya fatal, bahwa si nenek walaupun dari sononya sudah mimun dengan problematika kelautan, ternyata saat itu daya tahan tubuhnya menurun drastis, sempoyongn di atas perahu, lemas tak berdaya dipermainkan gelombang, sehingga tanpa disangka-sangka muntahlah si nenek... Namun muntahnya di dalam perahu barunya si kakek. So pasti... tanpa basa-basi, tanpa aba-aba mluncurlah umpatan, caci maki yang keluar dari mulut si kakek akibat perahu barunya dimuntahin sama si nenek. Saat si kakek "melagukan tembang-tembang minor" tersebut si nenek hanya diam dan hanya mendengarkan dengan pasrah "lagu" si kakek tersebut. Setelah si kakek puas "bernyanyi" maka tiba-tiba menyelalah si nenek, katanya " "masa sih kamu bisa marahin saya seenak perurmu gara-gara saya hanya sekali muntah diperahumu, lupa ya ... kalau kamu setiap malam selalu muntah di perahuku .... saya sekalipun nggak pernah marahin kamu". Saddam Husain ingin sekali menakut-nakutin seluruh dunia. Caranya, Dia memanggil panglimanya yang tengah bergerilya dan memerintahkan supaya seluruh pesawat yang ada di lapangan Baghdad dipasangin bom waktu. Panglima : "Seluruhnya Pak Saddam?" Saddam : "Eh, Jangan. Ente nggak boleh masang bom waktu di pesawat Irak sendiri, dan juga jangan di pasang di Pesawat Indonesia, yang rugi kita juga." Panglima : "Lah!...yang pertama OK dah, tapi apa ruginya masang di Pesawat Indonesia?. Apa kita takut ama mereka?" Saddam : "Bukan, soalnya pesawat Indonesia suka telat. Entar meledaknya di sini juga." Panglima : "Oooo....!" Tersebutlah seorang juragan yang sangat terkenal pelit bernama Surya (bukan nama sebenarnya). Pada suatu hari juragan Surya pergi ke sebuah plaza dan melewati rumah makan. Dia berhenti sebentar, dilihatnya pada dinding kaca rumah makan tersebut ada ditempel sebuah brosur yang menarik perhatiannya. ‘MAKAN SEKARANG, CUCU ANDA YANG AKAN BAYAR’ Si juragan pelit melihat ini sebagai sebuah kesempatan dan masuklah ia ke rumah makan tersebut dan memesan sebanyak-banyaknya, makan sampai puas. Setelah selesai, ia segera hendak berlalu dari tempat tersebut. Belum sempat melewati pintu dia dihadang oleh seorang pegawai yang menyodorkannya selembar bon makanan. Surya : "Bagaimana kau ini, di situkan disebut, ‘Makan Sekarang, Yang Bayar Nanti Cucu Saya.’" Pegawai : "Betul Pak, tapi bapak lihat dulu bon ini. Ini bukan bon makanan yang bapak makan tadi. Ini adalah bon makanan kakek Anda yang dulu makan di sini. Jadi giliran bapak membayarnya sekarang!!"