Jurus Pemberantasan Korupsi SBY

Jumat, 3 September 2010|Editorial

Pemberantasan korupsi pernah menjadi merek dagang andalan SBY pada awal
kenaikan karirnya menjadi Presiden RI. Saat itu, ombak sentimen anti-KKN
masa reformasi dengan ganas menghempas satu-persatu Presiden dan pejabat
sebelumnya. Dengan pencitraan media yang rapih, SBY berhasil tampil
sebagai sosok yang relatif bersih. Namun kini, memasuki tahun ke-enam
pemerintahaannya, telah begitu banyak drama kasus korupsi berakhir
anti-klimaks, sehingga merek dagang itu pun semakin tampak sebagai
pemalsuan.

Penuntasan kasus korupsi kakap yang menjadi amanat reformasi tidak satu
pun terlaksana di bawah SBY, mulai dari pengusutan keluarga Cendana,
BLBI, maupun Bank Century, hingga kebijakan terakhirnya yang tergolong
kurang ajar berupa pemberian remisi kepada koruptor, termasuk besannya
sendiri, pada HUT RI ke 65 kemarin. Tidak tanggung-tanggung, dalam
beberapa kasus SBY bahkan bertindak layaknya Don Mafia yang menjadi
tempat perlindungan para tersangka korupsi. Kenyataan ini sempat terekam
dalam pembicaraan telepon Anggodo yang menggemparkan publik. Itu juga
terlihat dalam aksi penyelamatan SBY terhadap Sri Mulyani yang
dipindahkan ke Washington DC ketika pengusutan kasus Century mulai
menjamahnya.

Malang bagi rakyat, sebagian besar `wakilnya' yang seharusnya
mampu membatasi atau melakukan check terhadap kesewenang-wenangan pucuk
eksekutif ini, justru menjawabnya dengan semakin berani menjarah
anggaran negara. Korupnya Presiden bukan dijadikan sasaran tembak,
melainkan justru lampu hijau bagi korupsi di jajaran pemerintahan
lainnya. Terciptalah suatu solidaritas birokrasi yang berlandaskan pada
persamaan nasib dalam keterlibatan korupsi. Bila solidaritas ini
terancam oleh persaingan maka kasus-kasus korupsi kembali dijadikan
amunisi untuk gebuk-menggebuk, setidaknya hingga tercipta kesepakatan
baru untuk saling tutup mulut kembali.

Konteks inilah yang perlu dipertimbangkan dalam memandang tiap upaya
pemberantasan korupsi, seperti pengungkapan 26 tersangka kasus korupsi
pemilihan Miranda Gultom oleh KPK Rabu ini. Dari 26 tersangka anggota
DPR periode 1999-2004, empat-belas di antaranya berasal dari PDIP,
partai yang kini sering berseberangan pandangan dengan pemerintah.
Tidaklah mengherankan bila salah satu ketua PDIP, Trimedya M Panjaitan,
mencurigai motif politik di balik pengumuman KPK. Pernyataan Trimedya
bahwa pihaknya akan menghormati proses hukum patut dihargai. Namun upaya
pembersihan jajaran partainya dari unsur-unsur korup perlu secara
konsisten dilaksanakan. Hanya dengan inilah maka suatu partai yang
mengambil sikap oposisi dapat mengangkat kredibilitasnya di hadapan
rakyat dan daya-tawarnya di hadapan rival politiknya yang korup.

Penentuan waktu atau timing dari pengangkatan kasus korupsi ini oleh KPK
juga dapat menjelaskan banyak hal. Kredibilitas SBY saat ini sedang
mengalami keambrukan akibat berbagai kebijakannya yang tidak merakyat,
seperti pemberian remisi terhadap koruptor, berlarut-larutnya kasus
korupsi di kejaksaan dan polisi, dan akhir-akhir ini ditambah pula
dengan ketidak-tegasannya dalam menangani persengketaan perbatasan
dengan Malaysia. Di lain pihak pamor KPK juga anjlok, dan oleh beberapa
pihak diyakini semakin dibentuk menjadi alat penguasa setelah
pimpinannya diobrak-abrik beberapa waktu lalu. Terlalu naif untuk
berpandangan bahwa pengangkatan kasus korupsi lama tidak ada hubungannya
dengan kebutuhan rejim pencitraan SBY untuk menyelamatkan mukanya.

Ini bukan berarti bahwa tebang pilih pemberantasan korupsi berdasarkan
kepentingan politik dapat dilumrahkan. Ini hanya menekankan kembali
bahwa hubungan antara pengangkatan kasus korupsi dan motif politik
merupakan kenyataan yang harus selalu menjadi pertimbangan. Dan meskipun
pemberantasan korupsi harus tidak pandang bulu; untuk berjalan efektif
dan konsisten itu harus diletakkan dalam proporsi yang sesuai – teri
tidak bisa diperlakukan seperti kakap; kakap tidak bisa diperlakukan
seperti teri. Lebih dari itu, korupsi yang telah menjadi budaya tidak
dapat diatasi dengan hanya mengandalkan institusi-institusi
anti-korupsi; ia perlu dihadapi oleh suatu gerakan yang melibatkan
partisipasi rakyat dalam memeranginya.

Anda dapat menanggapi Editorial kami di: redaksiberdik...@yahoo.com
<mailto:redaksiberdik...@yahoo.com>

http://berdikarionline.com/editorial/20100903/jurus-pemberantasan-korups\
i-sby.html
<http://berdikarionline.com/editorial/20100903/jurus-pemberantasan-korup\
si-sby.html>





[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke