Mohon posting moderator...bagi rekan yang fokus di bidang properti silahkan
komentari artikel saya ini. tks

*Apartemen Bersubsidi (Bukan) Untuk Rakyat*
**
*Oleh Ilham M. Wijaya*
*Direktur Eksekutif Property Research Institutes (PRI) Jakarta*
**

* Tulisan ini di muat di Harian  Bisnis Indonesia, 31 Mei 2008

Setelah BBM naik kemungkinan besar pasar properti sub produk Apartemen
Bersubsidi akan semakin sulit di jangkau masyarakat menengah-bawah.
Sejatinya apartemen bersubsidi atau rusunami yang menjadi program pemerintah
ini bisa menjadi alternatif pemenuhan kebutuhan papan masyarakat
menengah-bawah di perkotaan.

Namun harapan itu semakin jauh, karena kenaikan BBM telah mengurangi daya
beli masyarakat. Selain itu dari segi harga jual rusunami dan suku bunga
perumahan juga mengalami kenaikan. Apabila kondisi ini berlarut-larut maka
sektor properti terutama sub sektor rusunami akan mengalami down effect
hingga menuju kehancuran.

Tetapi hal ini tidak akan terjadi kepada para pengembang rusunami yang sudah
hampir sold out penjualan unitnya, mereka akan sedikit diuntungkan karena
akad kredit konsumen dengan pihak Bank sudah diteken sehingga dana dari Bank
bisa dicairkan. Namun bagi para konsumen yang baru membeli unit rusunami
yang ditandai dengan perjanjian akad kredit dengan Bank, akan mendapatkan
kerugian karena beban cicilan semakin berat dan sulit untuk men-disclaimer
perjanjian.

Perkembangan penjualan rusunami diJabodetabek berdasarkan hasil riset
Property Research Institutes (PRI) menunjukkan hasil fantastis, rata-rata
penjualannya sudah mencapai 90 % dengan waktu sekitar 4 bulan. Diperkirakan
dalam 3 bulan kedepan penjualan beberapa proyek rusunami tersebut akan sold
out 100%. Seperti ; Gading Nias Residences di Kelapa Gading, Kalimalang
Residences di Kalimalang Jakarta Timur, Gateway Apartemen di Ciledug Jakarta
Selatan, Menara Kebon Jeruk di Jakarta Barat.

Tingginya penjualan unit rusunami ini diperoleh dari dua pihak yaitu;
investor dan end user. Pihak investor dapat diklasifikasikan menjadi
investor yang berasal dari pelaku bisnis properti dan investor yang berasal
dari keluarga berpenghasilan tinggi. Kedua tipikal investor ini mendominasi
pembelian unit rusunami dengan kepentingan menjual atau menyewakan kembali
kepada pihak kedua (secondary market).

Sedangkan profil pembeli dari kalangan end user atau pengguna. Berasal dari
keluarga dengan tujuan murni untuk di huni, keluarga dengan motif pribadi
(misalnya ; untuk transit, bonus, investasi skala kecil, dll). Kalangan
executive yang masih single dengan tujuan mensubsitusi biaya kost dengan
membeli unit rusunami.

Beberapa profil pembeli tersebut memang sulit diidentifikasi secara riil,
karena data penjualan setiap proyek rusunami terbatas. Namun dari hasil
analisa Proeprty Research Institutes (PRI) dapat disimpulkan bahwa tingginya
penjualan rusunami tersebut berasal dari kalangan investor yang berlatar
belakang keluarga berpenghasilan tinggi. Selain itu pembeli dari hasil
kerjasama pengembang dengan perusahaan juga menjadi faktor tingginya
penjualan rusunami.

Bagaimana dengan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah? Bukankah
rusunami yang dijadikan program pemerintah ini ditujukan bagi masyarakat
yang berpenghasilan rendah? Memang pembangunan rusunami ini sedari awal
sulit sekali untuk bisa dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Pemerintah melalui Peraturan Menpera No 7 Tahun 2007 tentang subsidi telah
mematok gaji yang berhak mendapat subsidi adalah masyarakat yang memiliki
gaji maksimal Rp 4,5 juta dan minimal Rp1,5 juta.

Untuk masyarakat yang memiliki gaji Rp1,5 juta diberikan kemudahan untuk
membeli unit rusun dengan harga Rp75 juta, sedangkan yang memiliki gaji
Rp4,5 juta dapat membeli rusunami dengan harga Rp144 juta. Kebijakan ini
selintas memang proporsional. Namun ternyata dilapangan, pengembang
mensiasatinya dengan memasang harga unit rusunami Rp144 juta dengan
komposisi paling banyak. Sedangkan harga unit rusunami Rp75 juta dipasang
sedikit. Siasat ini dipakai untuk menghindari kerugian akibat daya beli
masyarakat yang memiliki gaji Rp1,5 juta akan sulit membeli rusunami.

Kritik banyak pihak terhadap masalah penyerapan produk rusunami yang salah
sasaran. Sebetulnya masalahnya bukan pada pembeli dari kalangan investor.
Tetapi karena besaran subsidi yang ditentukan pemerintah tidak sebanding
dengan kondisi penghasilan masyarakat menengah-bawah. Sehingga unit rusunami
banyak diserap oleh kalangan investor menengah-atas yang notabenenya
kalangan mampu. Seharusnya pemerintah menaikkan besaran subsidi bagi
kalangan menengah-bawah dan mengintensifkan pengawasan dilapangan. Agar
rusunami yang dijadikan program pemerintah ini bisa benar-benar untuk
rakyat. Semoga


Jakarta, 2 Juni 2008

Terimakasih


Ilham M. Wijaya
[EMAIL PROTECTED]


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke