Babak Baru Kesulitan Ekonomi
 
                 Tahun  2005 yang seharusnya menjadi tahun kebangkitan ekonomi 
nasional  ternyata harus dilewati bangsa dengan berbagai cobaan. Kenaikan harga 
 BBM yang sangat tinggi, kelangkaan BBM dan kebutuhan pokok, serta  depresiasi 
rupiah dan inflasi tinggi telah berdampak buruk pada  menurunnya kesejahteraan 
rakyat dan meningkatnya kemiskinan.

Konon,  rentetan beban di atas muncul lantaran pemerintah sangat ragu-ragu  
dalam mengambil kebijakan menaikkan harga BBM. Namun bulan lalu,  pemerintah 
akhirnya memutuskan kenaikan harga BBM secara rata-rata  mencapai 114 persen, 
yang kemudian disusul dengan kebijakan Bank  Indonesia menaikkan suku bunga.

Pemerintah pun melalui ekonom  pendukungnya sangat aktif memberikan kesan bahwa 
kombinasi kedua  kebijakan tersebut berhasil mendorong ekonomi menuju 
kestabilan dan  mengakhiri masa sulit yang dihadapi bangsa. Benarkah?

Keliru Interpretasi
Ceroboh  jika dikatakan bahwa kurs rupiah yang stabil menjelang Lebaran serta  
over-subscribe penjualan obligasi pemerintah dan penurunan penjualan  BBM oleh 
Pertamina merupakan sinyal perbaikan ekonomi menyusul  kebijakan pemerintah 
menaikkan harga BBM.

Perlu dipahami, kurs  rupiah yang stabil menjelang Lebaran merupakan fenomena 
yang lumrah  terjadi sejak beberapa tahun belakangan. Para pemilik uang 
biasanya  menarik dana yang relatif besar dari luar negeri untuk membayar  
tunjangan hari raya (THR) sehingga sangat membantu keseimbangan nilai  tukar 
rupiah. Dampak kenaikan harga BBM terhadap rupiah yang  sesungguhnya baru dapat 
dilihat pada beberapa minggu setelah Lebaran.

Namun,  logikanya, dengan inflasi yang meroket di tengah fundamental ekonomi  
yang semakin rapuh, sulit berharap rupiah akan menguat atau bahkan  stabil. 
Apalagi pada akhir tahun, akan ada permintaan dolar yang cukup  tinggi 
sehubungan dengan banyaknya utang swasta yang jatuh tempo.

Demikian  juga, over-subscribe dalam penawaran obligasi pemerintah seharusnya  
bukan merupakan sesuatu yang perlu dibanggakan karena memang yield yang  
ditawarkan pemerintah cukup menggiurkan investor. Wajar jika akhirnya  investor 
berbondong-bondong melakukan penawaran.

Interpretasi  lain yang juga sangat ceroboh adalah terhadap fakta menurunnya  
penjualan BBM oleh Pertamina sekitar 27 persen, antara beberapa waktu  sebelum 
dan sesudah kenaikan harga BBM. Penurunan yang signifikan  tersebut telah 
diklaim sebagai efektifnya kebijakan pemerintah  menaikkan harga BBM dalam 
upaya menghemat penggunaan energi nasional. 

Padahal,  seperti diketahui, beberapa waktu sebelum kenaikan harga BBM,  
permintaan BBM melonjak tajam karena ulah para spekulan yang menimbun  BBM. 
Jika setelah kenaikan harga terjadi penurunan penjualan dari  Pertamina, tentu 
tidak lantas konsumsi BBM dikatakan telah menurun  karena masyarakat masih 
harus mengonsumsi stok yang ada. 

Kesulitan Babak Kedua
Terlepas  dari berbagai kekeliruan di atas, kesimpulan bahwa telah terjadi  
perbaikan ekonomi setelah kenaikan harga BBM dan suku bunga hanya  merupakan 
upaya Tim Ekonomi Kabinet untuk membenarkan pilihan kebijakan  yang telah 
diambil. Padahal, alih-alih membaik, ekonomi justru saat ini  mulai menunjukkan 
tanda-tanda akan memasuki periode kesulitan yang baru.

Inflasi  Oktober 2005 sekitar 17,9 persen, yang jauh melebihi ekspektasi  
pemerintah, ekonom, dan bahkan Bank Indonesia, merupakan sinyal buruk  akan 
terjadinya persoalan baru di sektor riil dan moneter. Memang  inflasi bulan ini 
mungkin saja menurun. Tetapi, penurunannya tidak akan  signifikan, yaitu 
sekitar 1-2 persen, sebagai koreksi terhadap  berakhirnya Lebaran. 

Dampak inflasi akibat kenaikan harga BBM  dapat dirasakan langsung oleh 
masyarakat. Selain harus menanggung beban  yang berat dengan kenaikan biaya 
transportasi, masyarakat juga harus  menanggung kenaikan harga kebutuhan pokok 
lainnya. Daya beli masyarakat  terus merosot tajam dan hanya akan tertolong 
jika terjadi penyesuaian  penghasilan atau gaji.

Sialnya, industri juga mengalami pukulan  berat, bahkan dari dua sisi 
sekaligus, yaitu peningkatan biaya modal  (cost of fund) dan biaya produksi. 
Peningkatan biaya modal diakibatkan  semakin tingginya tingkat suku bunga 
sehingga menambah beban cicilan  utang yang harus dibayar. Sementara biaya 
produksi praktis meningkat  seiring dengan semakin tingginya harga BBM dan 
harga bahan baku lainnya.

Karena  itu, jangankan menaikkan gaji, menanggung tambahan biaya operasional  
dan biaya modal saja tidak mampu. Isu bahwa akan ada ratusan perusahaan  yang 
menghentikan aktivitas setelah kenaikan harga BBM sangat  berpotensi menjadi 
kenyataan. 

Di sisi lain, perbankan juga  akan mengalami tekanan yang tidak kalah beratnya. 
NPL pada kuartal  ketiga 2005 yang telah cukup mengkhawatirkan sekitar 8,9 
persen  dipastikan akan semakin meningkat. Permintaan kredit pun cenderung akan 
 menurun. Kredit konsumsi, misalnya, akan turun tajam dengan fakta bahwa  
penjualan mobil menurun 31 persen (year on year) pada Oktober 2005.

Singkatnya,  pengelolaan ekonomi yang semrawut dan penyelesaian persoalan yang  
sering dadakan selama setahun terakhir tidak hanya telah menjadi beban  
masyarakat sepanjang tahun, tetapi juga telah mengantarkan Indonesia  memasuki 
babak baru kesulitan ekonomi.

Koreksi minor kabinet  yang dijanjikan Presiden SBY sangat dikhawatirkan hanya 
cukup untuk  memberikan kesan perubahan. Tetapi, tidak mengoreksi berbagai  
kesemrawutan dalam pengambilan kebijakan selama ini dan mengakhiri  beban 
rakyat yang semakin berat pada tahun mendatang.

*. Phone Nuryadin, peneliti pada ECONIT Advisory Group di Jakarta

                
---------------------------------
 Yahoo! FareChase - Search multiple travel sites in one click.  

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/GEEolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke