Halaman DepanKamis, 30/06/2005 Menkeu ingin aturan pajak bebas grey area 
JAKARTA (Bisnis): Menteri Keuangan Jusuf Anwar menyatakan pemerintah memutuskan 
menyerahkan pembahasan lebih lanjut RUU Perpajakan ke Tim Independen yang 
diketuai Bambang Subianto, mantan Menkeu yang kini menjadi konsultan senior 
Ernst&Young. 
"Saya inginkan UU [Pajak] yang baru ini simple, clear, dan gampang ditafsirkan 
agar tidak terjadi anomali bagi petugas pajak dan wajib pajak. Sehingga semua 
pihak tahu hak dan kewajibannya masing-masing," katanya di hadapan para 
pengusaha dan eksekutif yang menghadiri acara penganugerahan Bisnis Indonesia 
Award 2005, di Jakarta tadi malam. 
Tim yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Keuangan itu diketuai oleh Bambang 
Subianto, mantan Menkeu yang kini menjadi konsultan senior Ernst&Young. Anggota 
Tim ini a.l. John Prasetio (Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang 
Internasional, mantan chairman Ernst&Young), Rahmat Gobel (Wakil Ketua Umum 
Kadin Indonesia bidang Industri, Teknologi, dan Kelautan/bos Panasonik Gobel 
Indonesia), Gunadi (Direktur Pemeriksaan, Penagihan, dan Penyidikan Pajak 
Ditjen Pajak), dan I Made Erata (staf ahli Menkeu bidang Penerimaan). 
Anggota Komisi XI DPR Fuad Bawazier, yang juga mantan Menteri Keuangan, 
mengingatkan meski telah diberi waktu hingga tiga tahun, Bambang Subianto (saat 
itu menjabat sebagai Dirjen Lembaga Keuangan, Depkeu) tidak berhasil 
menyelesaikan RUU Penerimaan Negara Bukan Pajak. "Karena tidak jadi-jadi, 
Menteri Keuangan (saat itu) Mar'ie Muhammad akhirnya menyerahkan tugas tersebut 
ke saya [saat itu Dirjen Pajak]." 
Seorang mantan pejabat Ditjen Pajak menyebutkan salah satu poin yang akan 
diusung oleh Tim Independen ke dalam RUU Pajak adalah ketentuan tentang 
kesetaraan antara wajib pajak dan petugas pajak. Kadin Indonesia dalam beberapa 
kesempatan menghendaki agar aparat pajak atau Ditjen Pajak juga dikenakan 
hukuman/denda jika salah dalam menetapkan pajak terutang, seperti halnya wajib 
pajak jika terbukti salah menghitung. 
"Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah aparat pajak berbuat sewenang-wenang. 
Untuk itu, Ditjen Pajak harus memperkuat bank data dan profesionalisme 
pemeriksa pajak. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi, akan banyak aparat pajak 
yang kena hukum atau denda," katanya kepada Bisnis tadi malam. 
Meski demikian, dia melihat akan muncul masalah mengenai pada tingkat mana 
kepastian hukum akan dijadikan rujukan. Misalnya, jika Wajib Pajak kalah dalam 
banding di Pengadilan Pajak namun ternyata menang dalam PK (peninjauan kembali) 
di Mahkamah Agung, siapa yang akan dihukum? "Apakah hakim Pengadilan Pajak yang 
sepaham dengan petugas pajak juga ikut dihukum?" 
Sederhana dan mudah 
Menkeu Jusuf Anwar menjanjikan amendemen itu akan membuat UU Perpajakan menjadi 
lebih sederhana dan lebih mudah dipahami sehingga tidak ada lagi grey area 
(daerah abu-abu) yang kerap menjadi sumber sengketa antara wajib pajak dan 
aparat pajak. Dengan demikian, lanjutnya, praktik KKN dapat dikurangi dan 
ditekan melalui perbaikan peraturan perpajakan. 
Jusuf mengatakan amendemen Paket UU Perpajakan 2000 yang terdiri dari UU 
Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU Pajak 
Pertambahan Nilai (PPN) akan disertai dengan penggunaan sistem teknologi 
informasi. Pemanfaatan teknologi informasi itu, lanjutnya, akan mengurangi 
interaksi langsung antara petugas pajak dan wajib pajak yang sering dianggap 
sebagai 'celah' terjadinya praktek KKN di bidang perpajakan. 
"Kami akan memperbaiki dengan sistem. Sistem online akan menurunkan pertemuan 
antara wajib pajak dan petugas pajak," ungkapnya. 
Ditjen Pajak telah memiliki bank data yang jauh lebih lengkap dan baik. Menteri 
Keuangan, misalnya, bisa langsung klik untuk mengetahui properti milik wajib 
pajak yang sudah memiliki NPWP. "Sekali klik, saya bisa tahu rumah Pak Ciputra 
[pemilik kelompok bisnis properti Grup Ciputra]. Bisa di-close up," kata 
Menkeu. 
Tujuan pembentukan dan pengembangan bank data pajak, menurut Jusuf Anwar, bukan 
untuk mencari-cari kesalahan wajib pajak tetapi untuk menjamin bahwa wajib 
pajak membayar pajak sesuai kewajibannya. "Kalau tidak ada nilai tambah, untuk 
apa UU baru?" 
Menkeu menjelaskan perbaikan sistem di Ditjen Bea dan Cukai juga terus 
dilakukan untuk mengurangi pertemuan antara petugas dan pengguna jasa 
kepabeanan, selain untuk mempercepat proses penyelesaian pengeluaran barang. 
"Pengembangan Bea Cukai juga begitu dengan sistem komputerisasi yang bagus, 
sebelum kapal merapat di pelabuhan, Kantor Bea dan Cukai sudah bisa menghitung 
berapa bea masuk yang harus dibayar." 
Menurut Jusuf Anwar, amendemen Paket UU Perpajakan 2000, UU Cukai, dan UU Bea 
Masuk merupakan salah satu upaya pemerintah memperbaiki praktek good governance 
di tubuh birokrasi. (luz/par) 
 © Copyright 2001 Bisnis Indonesia. All rights reserved. Reproduction in whole 
or in part without permission is prohibited.



[Non-text portions of this message have been removed]



Bantu Aceh! Klik:
http://www.pusatkrisisaceh.or.id 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke