dari milis sebelah... ---------- Forwarded message ---------- From: Achmad Chamdani Eka P. <chamd...@cbn.net.id> Date: 2010/6/9 Subject: [indonesia] Re: Menyoal Hutang dalam APBN - Surat Terbuka untuk Menteri Keuangan RI To: indone...@nextbetter.net, ia-itb <ia-...@yahoogroups.com>
Berikut ini secara total hutang pemerintah (hutang bilateral, multilateral, komersial dan penerbitan surat hutang) berdasar tahun dan persentasi terhadap PDB. Fluktuasi 2007 - 2009 lebih banyak disebabkan oleh pengaruh nilai tukar rupiah. Tahun 2000: Rp 1.234,28 triliun (89%) Tahun 2001: Rp 1.273,18 triliun (77%) Tahun 2002: Rp 1.225,15 triliun (67%) Tahun 2003: Rp 1.232,04 triliun (61%) Tahun 2004: Rp 1.299,50 triliun (57%) Tahun 2005: Rp 1.313,29 triliun (47%) Tahun 2006: Rp 1.302,16 triliun (39%) Tahun 2007: Rp 1.389,41 triliun (35%) Tahun 2008: Rp 1.636,74 triliun (33%) Tahun 2009: Rp 1.589,78 triliun (29%) Siapapun yang jadi Presiden atau menkeunya pasti berat. Lha wong dalam RAPBNP 2010 kita cuma mencicil pokok Rp 54 Trilyun (plus harus bayar bunga Rp 106 Trilyun). Sedang disisi lain harus membuat hutang baru paling tidak Rp 233 Trilyun. Ini ibarat never ending debt story. Kalau saya lihat, akar permasalahan terbesar adalah pada : *1) Penyusunan dan efisiensi anggaran.* UU No. 2 tahun 2010 tentang APBNP : Total belanja : Rp 1,126 Trilyun - Anggaran belanja pemerintah pusat Rp 781 Trilyun - Anggaran transfer ke daerah Rp 344 Trilyun Dari anggaran pemerintah pusat, harus dialokasikan : - Anggaran Pendidikan (20%) : Rp 225 Trilyun - Anggaran Subisidi : Rp 199 Trilyun (subsidi energi Rp 143 Trilyun) - Cicilan pokok utang : Rp 54 triliun - Pembayaran Bunga utang: Rp 106 triliun Sisanya sekitar Rp 200 Trilyun dibagi untuk departemen lain. Rincian pendapatan : a) Pajak Rp 743 Trilyun - Pajak Penghasilan Rp 362 Trilyun - PPN : Rp 263 Trilyun b) PNBP Rp 247 Trilyun c) Defisit anggaran : Rp134 Trilyun Melihat struktur belanja diatas, maka saya kira yang di benak birokrat bagaimana caranya memangkas subsidi. Kalau ini sampai terjadi, jelas yang paling terkena dampaknya adalah rakyat kecil. Dan ini akan berpengaruh juga terhadap jalannya roda perekonomian secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan menurunkan pajak. Padahal sekitar 70% anggaran pemerintah dibiayai oleh pajak. Jadi memangkas subsidi adalah opsi yang sulit. Kemungkinan yang saya lihat disini adalah melalui efisiensi pemakaian anggaran yang ditransfer ke daerah, anggaran untuk pendidikan dan anggaran departemen. Sebenarnya pengeluaran besar tidak menjadi masalah, asalkan dalam belanja modal dan barang tsb. efektif. Saya mencermati bahwa sebenarnya banyak proyek pemerintah yang tidak efisien. Dengan cara memberikan acuan harga, seleksi proyek dan memonitor pelaksanaannya secara tepat, belanja modal dan barang, baik yang dilakukan pusat atau daerah akan lebih efektif. Dan ini pada gilirannya akan memberikan dampak positif dalam penyusunan anggaran berikutnya melalui implikasi ekonomis yang ditimbulkan. *2) Memaksimalkan pendapatan melalui pertumbuhan sektor industri. *Hasil kerja pemerintah di sektor industri, khususnya industri manufaktur masih sangat minim. Tahun lalu misalnya, industri manufaktur kita hanya tumbuh sekitar 3% saja. Tahun 2010 ini, ditengah derasnya pertumbuhan industri negara lain, Indonesia hanya mampu mencatatkan pertumbuhan industri manufaktur tidak sampai 10%. Padahal negara lain seperti China, Malaysia, Singapore bahkan Philipine bisa mencatatkan double digit growth. Bahkan negara seperti Malaysia dan Singapore mencetak pertumbuhan masing masing sekitar 35% dan 50%. Sektor ini merupakan penyumbang pajak terbesar sekaligus penyerap tenaga kerja terbanyak. Dengan memberikan stimulus pertumbuhan di sektor ini, pemerintah dimasa datang akan menikmati kenaikan pendapatan melalui pajak. Disamping terbukanya pintu pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi. *3) Minimnya setoran BUMN*. Pada APBNP 2010 ini, setoran BUMN "hanya" Rp 29.5 Trilyun. Ini sangat kecil. Nilai ini tidak sampai dengan besarnya kocek yang didapat pemerintah Singapore dari setoran DBS, Singtel dan Singapore Airline. Dengan besar aset BUMN Rp2.505 triliun, paling tidak harusnya pemerintah bisa mendapat setoran Rp 125 Trilyun (5% dari aset). Kita kehilangan kesempatan untuk melunasi hutang Rp 100 Trilyun dari "melempem"nya kinerja BUMN. Indonesia adalah sebuah negara yang mempunyai potensi, baik sumber daya alam dan manusia. Dan pada akhirnya tergantung kepada manusia yang mengelola negara ini. Tidak hanya cukup dibutuhkan keahlian saja. Tetapi, lebih dari itu, kejujuran dan akuntabilitas dari manusianya. Salam. Ach. Chamdani Eka Cardiyan HIS wrote: majalah GATRA.(MBM GATRA No. 29 TAHUN XVI, 27 Mei â 2 Juni 2010) Surat Terbuka Untuk Menkeu Baru Revrisond Baswir *Deklarator Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)* Tantangan utama seorang menteri keuangan di Indonesia berpangkal pada persoalan utang luar negeri. Sebagaimana dikemukakan Sritua Arief (almarhum), sejak terjadinya selisih transfer negatif dalam transaksi utang luar negeri pemerintah pada 1984, perekonomian Indonesia praktis terjerumus ke dalam perangkap paradoks Fisher. Dalam situasi seperti itu, semakin besar cicilan pokok dan bunga utang yang dibayar pemerintah, semakin besar jumlah utang luar negeri yang dipikulnya. Implikasinya, krisis fiskal cenderung menjadi persoalan akut bagi perekonomian Indonesia. Bahkan, karena penarikan utang luar negeri lebih banyak didorong oleh kebutuhan untuk membayar cicilan pokok dan bunga yang jatuh tempo, maka sesuai permintaan IMF dan Bank Dunia, seorang menteri keuangan cenderung menjadi agen dalam pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal di Indonesia. Simak misalnya transaksi utang luar negeri pemerintah pada 2009 berikut. Jumlah utang luar negeri pemerintah pada awal 2009 mencapai 86,60 milyar dollar AS. Pada 2009 pemerintah menarik utang luar negeri 4,92 milyar dollar AS serta membayar cicilan pokok dan bunga 5,81 milyar dollar AS, atau mengalami selisih transfer negatif sebesar 0,89 milyar dollar AS. Meskipun demikian, jumlah kumulatif utang luar negeri pemerintah pada akhir 2009 justru membengkak menjadi 99,27 milyar dollar AS atau setara dengan Rp936 trilyun. Padahal, pada saat yang sama pemerintah juga memikul utang dalam negeri sebesar Rp979 trilyun. Dengan beban utang dalam dan luar negeri sebesar Rp1.915 trilyun tersebut, dapat dibayangkan betapa sangat beratnya tugas seorang menteri keuangan di Indonesia. Dengan mengatakan itu,tentu tidak berarti tidak ada jalan keluar. Alih-alih melanjutkan kebiasaan berutang, atau menggeser beban tersebut kepada rakyat banyak, beberapa tindakan berikut patut dipertimbangkan. Pertama, terkait jumlah utang, sudah lama disuarakan agar pemerintah berusaha mengurangi utang dengan melakukan beberapa tindakan berikut: (a) memperjuangkan penghapusan sebagian utang luar negeri yang terindikasi sebagai utang najis atau utang kriminal; (b) mengupayakan pengurangan utang melalui mekanisme *debt swap*; dan (c) mengupayakan moratorium pembayaran cicilan pokok dan bunga utang tanpa dibebani bunga. Kedua, terkait manajemen anggaran, beberapa tindakan yang dapat dilakukan pemerintah pada sisi pendapatan adalah: (a) mengefektifkan penerimaan pajak; (b) merenegosiasikan kontrak-kontrak pertambangan yang merugikan Indonesia; dan (c) menggenjot kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sedangkan pada sisi belanja adalah: (a) mengurangi pemborosan dengan cara merampingkan birokrasi dan memangkas berbagai kegiatan yang tidak relevan; (b) memerangi penyelewengan belanja negara secara radikal; dan (c) merestrukturisasi belanja negara untuk mewujudkan anggaran berimbang, meningkatkan belanja modal, dan menanggulangi kemiskinan. Daftar tindakan yang dapat dilakukan untuk membebaskan Indonesia dari perangkap paradoks Fisher masih bisa ditambah. Namun sebagaimana berlangsung selama ini, memperjuangkan terlaksananya daftar panjang tersebut sama sulitnya dengan memperjuangkan terpilihnya seorang menteri keuangan yang tepat untuk mengemban tugas itu. Artinya, secara keseluruhan, agenda pembebasan Indonesia dari perangkap paradoks Fisher tidak hanya sangat komplek dan membutuhkan keberanian. Pelaksanaan sebagian besar agenda tersebut sangat tergantung pada komitmen dan dukungan Kepala Negara. Sebab itu, jika disimak berdasarkan latar belakang Agus Martowardoyo sebagai mantan direktur utama Bank Mandiri, satu-satunya nilai plus yang dimilikinya terletak pada peluang untuk turut mendorong peningkatan kinerja BUMN. Terkait efektifitas pemungutan pajak, kendala utama terletak pada sangat kuatnya oligarki politik di Indonesia. Wajib pajak yang perlu dikejar seringkali merupakan para pihak yang berada dalam lingkar kekuasaan. Sehingga, peningkatan efektifitas pemungutan pajak seringkali berakhir di kotak suara atau di bawah meja. Peluang Agus untuk turut mendorong peningkatan kinerja BUMN pun bukan tanpa masalah. Sebagai mantan bankir, ia bisa saja lebih condong pada pelaksanaan privatisasi. Desakan Bank Indonesia untuk melaksanakan kebijakan kepemilikan tunggal, misalnya, membuka peluang itu bagi Agus. Sebaliknya, sebagai mantan direktur utama Bank Mandiri, walaupun kinerjanya selama ini dinilai cukup bagus, tentu tidak mudah bagi Agus untuk keluar dari pakem yang telah dilembagakannya. Padahal, jika ingin melakukan terobosan, tindakan bunuh diri sejarah itu tidak mungkin dielakkan. *Wallahuaâlam bissawab.* [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com http://capresindonesia.wordpress.com http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/