*Creative Industry Indonesia* Malam malam kemarin ketika mengupdate status di Face book. Im watching dvd The Case of Benjamin Button . Mira Lesmana langsung menyambar memberi komen. Pasti dvd bajakan, gw laporin lho deh..he he . Tiba tiba saya merasa aneh, sekaligus ada perasaan bersalah. Tentu saja Mira hanya just make of fun, walau saya yakin dia mungkin memiliki dvd dvd bajakan film film pilihannya. Hal hal seperti Ini membuat saya teringat mengenai konsep Industri kreatif Indonesia.
Tahun lalu saya dipanggil Departemen Perdagangan, bersama sama pelaku sektor industri kreatif, yakni periklanan, arsitekur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, desain, fashion, film, fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, radio dan televisi, serta riset dan pengembangan. Dalam rangka ikut merumuskan rancang bangun Industri kreatif Indonesia. Ini adalah proyek yang digadang gadangkan Menteri Marie Pangestu dan SBY dalam mendongkrak perekonomian bangsa. Paradigmanya bahwa industri sumber daya alam kelak akan habis, dan industri jasa seperti kreatif menjadi sumber pemasukan devisa yang tak akan habis habisnya, bahkan terus berkembang. Dari studi yang telah dilakukan pengembangan industri kreatif diperkirakan telah mampu menyerap sekitar 5,1 persen atau 4,9 juta tenaga kerja dan memberi kontribusi rata-rata 6,3 persen dari PDB. Estimasi tersebut berdasarkan studi Rancangan Pengembangan Industri Kreatif yang sedang difinalisasi oleh Depdag, ujar Mari Pangestu. Dalam seminar dan diskusi yang membosankan itu, jelas sudah bahwa Pemerintah tidak punya visi bagaimana memahami industri kreatif itu. Bayangannya otak otak manusia Indonesia harus kreatif, sekaligus menciptakan lapangan kerja dan memajukan ekpsor. Pemerintah hanya tut wuri handayani. Padahal tidak sesimpel itu. Ada hal hal yang perlu dipikirkan mulai law enforcement, birokrasi dan apresiasi. Belum masalah disintegrasi antar Departemen yang amburadul. Sampai sekarang Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Kementerian Riset dan Teknologi, Departemen Komunikasi dan Informasi, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata belum memiliki pemetaan tentang industri kreatif. Kalau melihat negara luar seperti Singapura dan Inggris, mereka telah memiliki pemetaan industri ekonomi kreatif sehingga industri ekonomi kreatif di sana sangat berkembang pesat. Industri ekonomi kreatif Singapura memiliki kontribusi sebesar 5% dari PDB atau USD 5,2 miliar atau sekitar Rp 47 triliun. Pada tahun 2012, pertumbuhan industri ini diperkirakan tumbuh 10%. Di Inggris, sumbangan industri ekonomi kreatif terhadap pendapatan nasional negeri itu mencapai 8,2% atau USD 12,6 miliar dan merupakan sumber ekonomi kedua terbesar setelah perbankan dengan dua juta pekerja dan pemasukan sekitar Rp 2.188,8 triliun atau setara PDB Indonesia tahun 2003. Hal ini melampaui pendapatan negara dari sektor industri manufaktur seperti minyak dan gas. Pertumbuhannya rata-rata 9% per tahun, jauh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi negara itu yang rata-rata 2-3% per tahun. Selain itu musisi akan apatis, kalau baru saja album terbarunya beredar dan versi bajakannya sudah dijual di lapak lapak Glodok atau ITC Fatmawati. Kalau kita mau mengundang perusahaan perusahaan film dari luar untuk memakai lokasi syuting alam Indonesia yang eksotik, tapi selalu terbentur biaya siluman disana sini. Perijinan yang bertele tele. Sementara kota Vancouver di Canada, memberikan ijin bisa memakai seluruh public area disana tanpa bayar. Sehingga perlahan industri film Hollywood di Los Angeles sebagian memindahkan syutingnya di Canada. Sekuel film Matrix memilih syuting dan editing di Australia, padahal itu produksi Amerika. Ini karena harga di Australia lebih murah dan editor editornya kreatif dan pintar pintar juga. Lihat saja Singapore. Mereka tak punya laut, tetapi banyak buku buku underwater photography terbitan negara itu banyak yang menjadi referensi. Ketika photograper Singapore datang ke Indonesia, memberi workshop dan seminar. Kita hanya terkagum kagum melihat hasil karyanya, tentu saja semuanya berisi alam laut Indonesia. Saya bertanya bagaimana mereka bisa begitu. Mereka menceritakan bagaimana Pemerintah memberikan apresiasi terhadap industri kreatif photography. Beberapa photographer pilihan dikirim ke seluruh dunia untuk memotret apa saja. Dibiayai dan diterbitkan buku bukunya. Saya memang tidak meminta dibiayai untuk memotret. Mungkin lebih baik kalau biaya perijinan memotret di beberapa tempat dihapus. Kita hanya bisa tercekat mengagumi betapa hebatnya *Matt Mullenweg*menciptakan mesin wordpress yang legendaris. Mungkin dia tersenyum senyum dalam hati membayangkan potensi yang bakal didapatkan dari sekian puluh juta manusia Indonesia yang gandrung dengan internet. Pertanyaan bodoh, kenapa kita tidak mau menciptakan mesin blog seperti itu ? Sehingga pertanyaan pertanyaan yang muncul dalam Word Camp bukan bagaimana Matt memulai bisnis ini, bagaimana ia menciptakan itu, bagaimana ia meraup semua kesuksesan itu. Tapi lebih heroik jika Yeni Setiawan <http://sandalian.com>memperlihatkan Matt dengan memperbandingkan hasil desain mesin blog rancangannya. Siapa tahu justru ada investor pemilik modal yang melihat potensi itu. Siapa menyangka di balik gedung gedung kawasan industri Tangerang atau di pulau Batam, ada puluhan digital artis , animator yang membuat komponen animasi untuk film film Hollywood. Apakah kita kurang PeDe untuk keluar dengan label sendiri daripada sekadar menjadi tukang jahit ? Dataworks Indonesia <http://www.dataworks-indonesia.com/resource/creativeindustries/index.php?act=article&id=302&title=National%20Articles&title2=Revolusi%20Industri%20Kreatif>memetakan Revolusi Industri kreatif dengan menarik, Yakni bagaimana peluang industri ekonomi kreatif Indonesia ini di tataran global? Tentu saja, agar kompetitif, ada syarat yang mesti dipenuhi. Pertama, jangan sekali-kali menganggap industri ekonomi kreatif ini identik dengan kerjaan seniman. Kedua, kembangkan ide-ide kreatif yang orisinal dari dalam diri tanpa harus merisaukan kondisi persaingan global. Ketiga, pemerintah harus serius memberikan dukungan pengembangan industri ekonomi kreatif. Untuk ukuran Asia, pemerintah Uni Emirat Arab bisa jadi contoh. Mereka mempromosikan potensi pariwisata, jasa, dan investasinya dengan dukungan besar dari pelaku industri ekonomi kreatif yang berhasil memasarkan dan menjual citra serta persepsi negara itu kepada dunia. Mungkin sisa kebijakan ekonomi Mafia Berkeley beberapa periode lalu yang menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar dan membuat kurang patriotik. Liberalisasi industri dan perdagangan membuat pasar Indonesia dibanjiri produk asing. Negara maju tidak menghendaki Indonesia menjadi Negara Industri yang tangguh. Itulah sebabnya kita puas sebagai negeri konsumen dan pedagang. Hanya sekadar user, bukan manufaktur. Industri kreatif tetap akan berkembang dengan atau tidak dengan dukungan Pemerintah. Mira Lesmana tidak perlu kuatir bahwa film filmnya akan dibajak. Percaya atau tidak, hampir jarang menemui dvd bajakan untuk film film Indonesia. Konon para mafia pembajak telah sepakat untuk bersikap nasionalis membela produk produk dalam negerinya. Tentu kreatif industri tidak hanya sekadar masalah pembajakan, birokrasi atau proteksi penurunan tarif impor bahan baku komputer misalnya. Ada yang jauh lebih penting. Bagaimana membangun budaya kewiraswastaan dan menciptakan produk produk inovatif. Juga jangan takut bersaing di pasar bebas. Begitu keran perdagangan bebas dibuka, hanya dua pilihan. Kita tergilas hanya menjadi penonton dan kerap mengundang orang orang seperti Matt atau photographer Singapore. Sebaliknya mungkin saja menjadi market leader yang tangguh. [link: original <http://blog.imanbrotoseno.com/?p=368> | source: Iman Brotoseno <http://blog.imanbrotoseno.com/?p=368> | published: 32 days ago ] | shared via feedly <http://www.feedly.com> [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com http://capresindonesia.wordpress.com http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com mailto:ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/