BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kinerja suatu perusahaan merupakan hasil dari serangkaian proses dengan
mengorbankan berbagai sumber daya. Laporan keuangan merupakan sarana untuk
mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan oleh manajemen atas sumber daya
pemilik. Laporan laba rugi merupakan salah satu bentuk laporan keuangan yang
dijadikan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan.

Laba merupakan suatu pos dasar dan penting dalam laporan keuangan yang
memiliki berbagai kegunaan dalam berbagai konteks. Laba pada umumnya
dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan, penentuan kebijakan
pembayaran deviden, pedoman investasi dan pengambilan keputusan dan unsur
prediksi kinerja perusahaan (Belkaoui 1997, 330; Harahap 1997, 146).

Laba sebagai dasar perpajakan dan pembagian kembali kekayaan di kalangan
pribadi. Suatu versi laba, yang dikenal dengan laba kena pajak, dihitung
sesuai aturan-aturan yang ditentukan oleh pemerintah. Walaupun besarnya
penentuan pajak tidak semata-mata ditentukan oleh laba, namun laba menjadi
salah satu unsur sebagai dasar pengenaan pajak penghasilan badan usaha.

Laba dianggap sebagai pedoman bagi kebijakan pembagian deviden dan penahanan
laba suatu perusahaan. Laba diakui sebagai suatu indikator dari jumlah
maksimum yang harus dibagikan sebagai deviden dan atau ditahan untuk
perluasan atau diinvestasikan kembali dalam perusahaan.

Laba pada umumnya dianggap sebagai suatu investasi dan pedoman pengambilan
keputusan. Ada sebuah hipotesa umum yang menyatakan bahwa investor berusaha
untuk memaksimalkan pengembalian atas modal yang diinvestasikan, yang
sepadan dengan tingkat resiko yang diterima. Laba pada umumnya juga dianggap
sebagai ukuran efisiensi, dimana laba merupakan ukuran kepengurusan
(stewardship) manajemen atas pengelolaan sumber daya suatu kesatuan dan
ukuran efisiensi manajemen dalam menjalankan usaha perusahaan.

Financial Accounting Standard Board (FASB) menyatakan bahwa salah satu
tujuan dari ikhtisar keuangan adalah untuk memberikan informasi yang berguna
dalam penilaian kemampuan manajemen memanfaatkan sumber daya perusahaan
untuk mencapai sasaran utama perusahaan dan proses laba meliputi upaya dan
pelaksanaan kerja yang ditujukan untuk mengembalikan jumlah uang kas
maksimum kepada pemiliknya sepanjang waktu.

Laba dipandang sebagai suatu alat prediksi yang bisa membantu dalam
peramalan laba mendatang dan peristiwa ekonomik yang akan datang. Terbukti
bahwa nilai laba masa lalu yang didasarkan atas nilai historis dan nilai
berjalan, berguna untuk meramalkan nilai mendatang dari kedua versi laba.

Laba berasal dari hasil operasional usaha atau laba biasa, dan dari hasil
non operasional atau keuntungan dan kerugian luar biasa, dimana jumlah
keseluruhannya sama dengan laba bersih. Temuan-temuan riset menunjukkan
bahwa sebagai peramal laba yang akan datang, laba merupakan parameter yang
relatif lebih baik jika dibandingkan  dengan laporan keuangan yang lain.
Penelitian Parawiyati dan Baridwan (1998, 9) menunjukkan bahwa laba dan arus
kas mempunyai manfaat untuk memprediksi laba dan arus kas masa depan. Laba
mempunyai kemampuan prediksi yang lebih baik dibandingkan laporan arus kas
untuk memprediksi laba satu tahun yang akan datang.

Mengingat pentingnya informasi laba, FASB dan Statement of Financial
Accounting Concepts (SFAC) No. 1 secara tegas menyatakan bahwa laporan
keuangan perusahaan harus menyajikan laporan laba rugi sebagai ukuran
kinerja perusahaan, untuk mengetahui prospek perusahaan bagi pihak-pihak
yang berkepentingan dengan perusahaan, dimana informasi laba dianggap
sebagai alat prediksi yang baik untuk menaksir laba yang lebih representatif
( SFAC No. 1, Paragraf 42-44).

Perkembangan konsep laba sendiri terus mengalami perubahan, berbagai macam
konsep tentang laba bermunculan, diantaranya konsep laba historical cost,
konsep laba business income, konsep laba replacement cost dan sebagainya
(Baillie, 1995). Termasuk juga konsep laba dalam akuntansi syari'ah juga
mengikuti perkembangan tersebut.

Akuntansi syari'ah sendiri timbul seiring dengan perkembangan sistem ekonomi
Islam, yang ditandai dengan lahirnya lembaga keuangan syari'ah, baik yang
berbentuk bank atau non bank, baik dibeberapa negara yang mayoritas
penduduknya muslim maupun negara-negara yang mayoritas penduduknya non
muslim, serta jelas-jelas menganut asas kapitalisme dalam perekonomiannya
(Adnan 1999, 1).

Dalam konteks akuntansi syari'ah, seseorang akan mempertanyakan apakah
akuntansi  konvensional  yang  ada  mempunyai  perbedaaan  dengan  akuntansi
syari'ah ?. Walaupun pada awalnya para pakar berbeda pendapat dalam melihat
urgensi dibedakannya akuntansi syari'ah dan akuntansi konvensional, atau
cukup merubah sedikit saja akuntansi yang sudah ada. Namun perkembangan
berikutnya ternyata memang diperlukan perbedaan tersebut.

Ada dua konsep Islam yang sangat berkaitan dengan pembahasan masalah konsep
laba, yaitu adanya mekanisme pembayaran zakat dan sistem tanpa bunga (Hameed
2000, 18). Zakat pada prinsipnya merupakan kesejahteraan agama dan
pembayarannya merupakan kewajiban agama. Pelaksanaan pemungutan zakat
seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan didistribusikan untuk kesejahteraan
sosial dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah SWT. Zakat dipungut
terhadap pendapatan (laba), kepemilikan barang-barang tertentu seperti emas
dan perak (atau disetarakan dengan uang), hewan ternak, hasil pertanian, dan
juga laba dari kegiatan usaha. Hal ini memerlukan penilaian dan konsep yang
jelas untuk menetapkan dasar dan besarnya zakat yang harus dibayarkan.

Konsep laba dalam akuntansi syari'ah sangat diperlukan untuk menentukan
besarnya zakat yang harus dibayarkan. Beberapa peneliti mengungkapkan
perlunya konsep-konsep untuk menetapkan laba sebagai dasar pengenaan zakat,
yang merupakan tujuan utama dalam akuntansi syari'ah. Hal ini diungkapkan
oleh Adnan dan Gaffikin (1997), Gambling dan Karim (1991), Baydoun dan
Willet (1994),  Taheri (2000), dan Rahman (2000). Hal ini diperkuat oleh
pernyataan dari Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institution (AAO-IFI) dalam Statement of Financial Conceptual Framework No.
1 yaitu dengan dibedakannya antara tujuan akuntansi keuangan dan laporan
keuangan.

Dalam pandangan Islam zakat merupakan sarana untuk mencari ke-ridha-an Allah
dan merupakan sarana pertanggungjawaban yang utama kepada Allah. Seperti
yang diungkapkan Adnan dan Gaffikin (1997) sebagai berikut :

This accountability has to be manifested in the form of how one can account
for his or her zakat obligations properly since muslim cannot differentiate
a worship activity (Adnan and gaffikin, 1997).

Zakat bukan merupakan pajak karena zakat adalah kewajiban agama yang
tercantum sebagai salah satu rukun Islam dan harus dipertanggungjawabkan
kepada Allah pada hari kemudian. Pengeluaran zakat menjamin bukan sebagai
pemborosan, karena para penerima zakat telah diatur dengan jelas dalam Qur'
an. Zakat akan memberikan motivasi bagi yang membayarnya karena pembayar
zakat mengetahui bahwa penggunaan (alokasi) zakat diperuntukkan bagi orang
miskin dan tidak mampu.

Keuntungan penggunaan laba sebagai dasar pembayaran zakat adalah dapat
mengurangi masalah-masalah yang berkaitan dengan konflik kepentingan,
terjadinya window dressing, dan kecurangan dalam penyajian dan pengungkapan
laporan keuangan dapat diminimalisir sebaik mungkin. Karena setiap muslim
(dalam hal ini seorang akuntan muslim) menyadari bahwa hal tersebut dilarang
agama dan dia tidak akan mengambil barang yang bukan menjadi haknya.

Sarana lain selain zakat yang berkaitan dengan pembahasan konsep laba adalah
larangan sistem bunga. Sistem tanpa bunga ini menjadikan praktek-praktek
bank konvensional tidak sesuai dalam masyarakat Islam. Dengan tidak adanya
sistem bunga ini tidak berarti bahwa dalam Islam tidak ada cost of capital
(Achsien 2000, 44). Yang dilarang dalam Islam adalah sistem penentuan
tingkat pengembalian tetap atas modal, misalnya pengembalian uang tanpa
adanya pembagian resiko yang timbul dari pembayaran angsuran atas pinjaman,
dan juga mengakui adanya harga yang ditangguhkan (akibat sistem pembayaran
angsuran) lebih tinggi jika dibandingkan dengan pembayaran tunai. Islam juga
mengijinkan terjadinya operational leasing dan persewaan.

Larangan atas sistem bunga dimaksudkan karena sistem bunga merupakan
cara-cara kapitalis dalam melaksanakan usaha. Dalam akuntansi konvensioanl
investor seolah-olah dianggap sebagai peminjam modal bukan sebagai peserta
(pemilik) usaha. Dalam Islam perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial dan
moral yang berasal dari konsep Islam bahwa manusia diciptakan oleh Allah
sebagai utusan (khalifah) di bumi untuk mengolah sumber daya yang diberikan
untuk kesejahteraan manusia. Kepemilikan atas kekayaan dalam Islam tidak
mutlak melainkan kondisional. Dari sinilah Islam menganggap bahwa investor
bertanggung jawab terhadap manajemen,  kegiatan, dan kewajiban perusahaan.

Berdirinya bank-bank Islam yang menggunakan sistem syari'ah (tanpa bunga)
merupakan sarana yang sesuai dengan upaya untuk memberdayakan kegiatan
ekonomi masyarakat dengan sistem bagi hasil. Ada berbagai macam produk
pembiayaan dalam bank syari'ah, antara lain mudharabah, musyarakah,
murabahah,  dan sebagainya.

Mudharabah adalah  suatu perjanjian usaha antara pemilik modal dengan
pengusaha, dimana pihak pemilik modal menyediakan seluruh dana yang
diperlukan dan pihak pengusaha melakukan pengelolaan atas usaha. Hasil usaha
bersama ini dibagi sesuai dengan kesepakatan pada waktu akad pembiayaan ini
ditandatangani yang dituangkan dalam bentuk nisbah. Apabila terjadi kerugian
dan kerugian tersebut merupakan konsekuensi bisnis (bukan penyelewengan atau
keluar dari kesepakatan) maka pihak penyedia dana akan menanggung kerugian
manajerial, skill dan waktu serta kehilangan nisbah keuntungan bagi hasil
yang akan diperolehnya (Purwataatmadja dan Syafi'i 1992, 21).

Musyarakah adalah suatu perjanjian usaha antara dua atau beberapa pemilik
modal untuk menyertakan modalnya dalam suatu proyek, dimana masing-masing
pihak mempunyai hak untuk ikut serta, mewakilkan, atau menggugurkan haknya
dalam manajemen proyek. Keuntungan dari hasil usaha bersama ini dapat
dibagikan baik menurut proporsi penyertaan modal masing-masing maupun sesuai
dengan kesepakatan bersama (unproportional). Manakala terjadi kerugian
kewajiban hanya terbatas sampai batas modal masing-masing (Purwataatmadja
dan Syafi'i  1992, 23).

Sedangkan murabahah berarti pembelian barang dengan pembayaran ditangguhkan.
Pembiayaan murabahah adalah pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dalam
rangka pemenuhan kebutuhan produksi (Purwataatmadja dan Syafi'i 1992, 25).
Pembiayaan murabahah mirip dengan kredit modal kerja yang biasa diberikan
oleh bank-bank konvensional, dan karenanya pembiayaan berjangka waktu
dibawah satu tahun (short run financing).

Dari definisi diatas, dapat diketahui bahwa transasksi  dari kedua produk
tersebut memerlukan sebuah konsep untuk menentukan jumlah dan distribusi
laba kepada pihak-pihak terkait. Abdelgader (1980) seperti yang dikutip
Hameed (2000, 19-20) menemukan beberapa masalah dalam penentuan dan
pendistribusian laba dalam  bank Islam di Sudan, yaitu :

1.      Adanya jeda waktu antara penyetoran deposito dan pelaksanaan
investasi, karena keuntungan deposan merupakan bagian dari jangka waktu
deposito yang dimiliki dimana investasi seharusnya tidak dihubungkan
langsung dengan periode kepemilikan deposito.

2.      Deposan mempunyai hak untuk mengambil depositonya sementara invetasi
yang dilakukan belum selesai pembayarannya.

3.      Pentingnya keterbukaan dengan deposan yang mengambil depositonya
sementara jumlah bagi hasil belum diketahui sampai terjadinya realisasi atas
investasi.

4.      Pengumpulan berbagai macam jenis dana seperti tabungan, investasi,
rekening berjalan, dan ekuitas bank itu sendiri harus dipisahkan dengan
jelas atas laba yang diperoleh.

5.      Masalah yang berkaitan dengan beban bank apakah akan dibebankan
terhadap laba investasi.

Semua permasalahan tersebut menunjukkan bahwa konsep untuk penentuan dan
penilaian laba sangat penting dalam akuntansi syari'ah. Baik yang berkaitan
dengan operasional bank syari'ah dan lembaga keuangan Islam lainnya, maupun
untuk menentukan berapa besarnya zakat yang harus dikeluarkan oleh seseorang
atau badan usaha.

Dalam tataran ontologi dan epistemologi nampaknya para pakar akuntansi syari
'ah sepakat untuk membedakan akuntansi syari'ah dan akuntansi konvensional.
Namun dalam tataran metodologis ada perbedaaan pandangan (aliran), hal ini
sesuai dengan yang diakui oleh AAO-IFI sendiri dalam SFAC No.1. Adnan
(1999,2) menyatakan bahwa :

Ada dua aliran yang terjadi. Pertama, adalah mereka yang menghendaki bahwa
tujuan dan kaidah akuntansi syari'ah dibangun atas dasar prinsip dan ajaran
islam, lalu  'membandingkannya' dengan pemikiran-pemikiran akuntansi
kontemporer yang sudah mapan. Kedua adalah berangkat dari tujuan dan kaidah
akuntansi konvensional yang sudah ada, kemudian mengujinya dari sudut
pandang syari'ah. Bagian yang sejalan diterima dan dipakai, sedangkan bagian
yang dipandang tidak sesuai ditolak.

 Hal senada juga diungkapkan oleh AAO-IFI (1998) dalam SFAC No. 1 paragraf
22 :

Two approaches to establishing objectives have merged through the discussion
which took place at different place at different meetings of the commitees
established by the board. These are :

a.       Establish objectives based on the principles of Islam and its
teachings and then consider these established objectives in relation to
contemporary accounting thought.

b.       Start with objectives established in contemporary accounting
though, test them against Islamic Shari'a, accept those that are consistent
with shari'a and reject those that are not. (SFAC No. 1, Paragraf 22).

Dari kedua aliran tersebut, aliran yang kedua ternyata lebih banyak
dilakukan dalam upaya mendapatkan sebuah format akuntansi syari'ah. Hal ini
diungkapkan oleh AAO-IFI dalam SFAC No.1 paragraf 22 (Adnan 1999, 3). Yang
menjadi alasan untuk memilih aliran kedua tersebut adalah hal-hal yang
sangat berkaitan dengan kepentingan jangka pendek (pragmatis), yaitu waktu
dan biaya. Sedangkan aliran pertama menggambarkan kelompok idealis.

Mengingat arti penting konsep laba dalam akuntansi, maka penulis berusaha
untuk membedah kesesuaian antara konsep laba akuntansi konvensional dalam
akuntansi syari'ah dengan mengangkat sebuah judul :

RELEVANSI MODEL-MODEL PENILAIAN DAN PENGUKURAN LABA AKUNTANSI KONVENSIONAL
TERHADAP AKUNTANSI SYARI'AH (Studi Kualitatif Terhadap Konsep Laba Dengan
Pendekatan Historical Cost dan Business Income Dalam Akuntansi Syari'ah).



1.2. Perumusan Masalah

Masalah utama yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah masalah yang
berhubungan dengan kesesuaian penggunaan konsep laba akuntansi konvensional
dalam akuntansi syari'ah. Oleh karena itu untuk memperoleh pembahasan yang
lebih komprehensif maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :

1.      Apakah konsep laba dengan pendekatan historical cost dan bussines
income dalam akuntansi konvensional sesuai (relevan) dengan akuntansi syari'
ah ?.

2.      Bagaimana implikasi relevansi konsep laba tersebut terhadap aspek
pengukuran dalam unsur-unsur laporan keuangan syari'ah ?.

3.      Bagaimana konsep laba dalam akuntansi syari'ah ?.

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis berusaha memberikan batasan-batasan guna lebih
memfokuskan pembahasan. Adapun beberapa pembatasan permasalahan tersebut
adalah :

1.      Konsep laba dalam akuntansi konvensional yang digunakan adalah model
historical cost dari Yuri Ijiri dan model business income dari Edward dan
Bell yang didukung oleh Sterling.

2.      Konsep akuntansi syari'ah yang digunakan berkaitan dengan mekanisme
zakat dan sistem tanpa bunga.

3.      Untuk menilai relevansi konsep laba akuntansi konvensional dalam
akuntansi syari'ah akan digunakan tiga aspek penilaian, yaitu penilaian atas
aset, konsep capital, dan klasifikasi holding gains.

4.      Konsep laba akuntansi syari'ah akan ditinjau berdasarkan tingkatan
dalam teori akuntansi yaitu pada tingkatan sintaksis, semantis, dan
pragmatis.

5.      Pos-pos laporan keuangan dalam akuntansi syari'ah yang digunakan
disesuaikan dengan standar akuntansi untuk bank dan lembaga keuangan Islam
yang diterbitkan oleh Accounting and Auditing organization for Islamic
Financial Institutions (AAO-IFI) tahun 1998.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1.      Memberikan gambaran tentang keberadaan konsep laba dalam akuntansi
syari'ah.

2.      Menjelaskan relevansi konsep laba akuntansi konvensional dengan
akuntansi syari'ah.

3.      Menunjukkan nilai-nilai yang harus melekat dalam konsep laba dalam
akuntansi syari'ah.

4.      Menjelaskan implikasi konsep laba dalam akuntansi syari'ah dalam
kaitannya dengan zakat dan sistem tanpa bunga.

1.5. Kegunaan Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan penulis, diharapkan bahwa hasilnya akan
berguna, baik kegunaan secara teoritis ataupun praktis.

1.5.1        Kegunaan Teoritis

1.      Memberikan gambaran tentang keberadaan konsep laba dalam akuntansi
syari'ah dan hubungannya dengan mekanisme zakat dan sistem tanpa bunga.

2.      Memberikan sumbangan pemikiran dan penelitian dalam bidang akuntansi
syari'ah.

1.5.2        Kegunaan Praktis

a.       Bagi penulis

·        Menambah wawasan keilmuwan dan pemahaman tentang konsep laba dalam
akuntansi, baik akuntansi konvensional maupun akuntansi syari'ah.

b.      Bagi kalangan akademisi

·        Menambah khasanah penelitian terutama dalam bidang akuntansi syari'
ah yang merupakan obyek penelitian yang baru.

·        Untuk diteliti lebih lanjut bagi rekan-rekan mahasiswa akuntansi.

1.6. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan sistematika penulisan sebagai
berikut :

BAB I    : PENDAHULUAN

Bab ini meliputi latar belakang penelitian dan perumusan masalah serta
pembatasannya, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, serta sistematika
penulisannya.



BAB II   : LANDASAN TEORI

Bab ini membahas teori-teori yang berkaitan dengan konsep laba, konsep
pemeliharaan modal, konsep historical cost, konsep business income,
mekanisme zakat, dan sistem ekonomi tanpa bunga.

BAB III  : METODE PENELITIAN

Setelah menyusun bab II, penulis akan membuat rancangan anlisa yang akan
digunakan dalam penulisan Kertas Karya Utama (KKU) selanjutnya.

BAB IV  : PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dianalisis kesesuaian konsep laba dengan pendekatan
historical cost dan business income dalam akuntansi syari'ah, yang dikaitkan
dengan mekanisme zakat dan sistem tanpa bunga. Pembahasan dilanjutkan pada
konsep laba dalam akuntansi syari'ah. Selanjutnya, implikasi dari kedua
pendekatan tersebut akan dibahas dengan aspek pengukuran pos-pos laporan
keuangan dalam akuntansi syari'ah. Pembahasan relevansi konsep laba
akuntansi konvensional dalam akuntansi syari'ah akan menggunakan tiga aspek
penilaian, yaitu : penilaian atas aktiva, konsep capital, dan klasifikasi
holding gains.

BAB  V   : KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya.



salam,
Ari Condro






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
In low income neighborhoods, 84% do not own computers.
At Network for Good, help bridge the Digital Divide!
http://us.click.yahoo.com/EpW3eD/3MnJAA/cosFAA/GEEolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Bantu Aceh! Klik:
http://www.pusatkrisisaceh.or.id 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke