Berikut artikel mengenai Multi Level Marketing: http://majelis.mujahidin.or.id/Kolom/Ekonomi/MLM_Halalkah?/33/
MLM YANG RESMI Sebagai kelanjutan Diskusi (814) MLM = Piramid atau Bukan?; (815) MLM = New Age?; dan (817) MLM Yang Sehat (lihat www.yabina.org), ada beberapa pertanyaan baru sebagai berikut: (Tanya-1) MLM RESMI? Baru-baru ini (Oktober 2003) Memperindag meresmikan Gedung Sentra Bisnis dan Distribusi CNI seluas 11.450 M2 di Jakarta. Bukankah ini menunjukkan bahwa bisnis MLM itu resmi dan direstui Pemerintah? (Jawab-1) SEJUJURNYA, harus diakui bahwa fenomena pembangunan itu justru menunjukkan dengan tepat bahwa MLM itu berskema piramid. Dalam bisnis MLM yang berjenjang, akan terbentuk skema piramid dimana hanya bagian kecil di atas yang mendapat komisi banyak, sebagian hanya mendapat komisi sedikit atas kerja sebagian besar yang di bawah. Di balik semua itu, puncak piramid, dhi. Perusahaan MLM, akan sangat kaya raya karena keuntungan berjenjang yang masuk ke kas, dan pada gilirannya, dana arisan yang terkumpul di saku pengusaha itu akan ditanamkan di bangunan dan bisnis lain yang non-MLM juga sehingga keuntungan perusahaan menjadi-jadi. Inilah yang menjadi keprihatinan kalangan hukum di Amerika Serikat dengan banyaknya tuntutan dari para distributor yang merasa terkecoh oleh janji-janji kaya yang bisa diperoleh semua orang itu dan banyak kali pebisnis ‘MLM resmi’ didenda besar. Cobalah tanya kepada perusahaan MLM, berapa jumlah anggota mereka dan berapa ‘success story’ yang telah berhasil menjadi ‘maha bintang’ atau ‘level diamond’? Deperindag memberi surat IUPB (Izin Usaha Penjualan Berjenjang) kepada para perusahaan yang bergerak dalam bisnis MLM, dan izin itu baru dicabut bila ada tuntutan class action ke pengadilan bila banyak yang dirugikan. Umumnya peserta MLM hanya bisa menulis surat di surat kabar tetapi mereka tidak bisa menuntut di pengadilan, soalnya kerugian yang dialami banyak orang lapisan bawah masing-masing hanya kecil tetapi dialami banyak orang, dan kerugian ini disebabkan skema piramid yang menjadikan pengusaha dan sekelompok kecil peserta terdahulu memperoleh komisi berlimpah. (T-2) MLM ANGGOTA APLI. Banyak bisnis MLM sudah diakui dan menjadi anggota APLI (Assosiasi Penjualan Langsung Indonesia). Apakah keanggotaan itu tidak bisa dijadikan ukuran bahwa MLM anggota APLI itu resmi dan halal? (J-2) PERLU disadari bahwa APLI adalah assosiasi penjual langsung indonesia, jadi gabungan dari para penjual langsung termasuk bisnis MLM, dan para pengurusnya terdiri dari pimpinan MLM, jadi misinya tentu lebih banyak akan melindungi perusahaan MLM dan bukan untuk menyorot kegiatan MLM yang menjadi anggotanya. Di sini APLI tidak terhindarkan akan berstandar ganda, di satu pihak: (1) APLI menyalahkan bisnis piramid di pihak lain MLM juga berskema piramid; (2) APLI menyalahkan sistem binari padahal beberapa anggotanya bersistem binari; (3) APLI menyalahkan promosi yang mengecoh, padahal iklan CNI sehalaman penuh di harian KOMPAS hanya menonjolkan success story dan bukan menonjolkan produknya; (4) APLI melarang uang pendaftaran yang besar untuk menjadi distributor dan beberapa kali, faktanya banyak anggotanya yang MLM menarik pendaftaran besar juga dan ada yang uang pendaftarannya kecil tetapi berkali-kali mendaftar ulang setiap tahun; (5) APLI menyebut bahwa komisi harus berasal dari penjualan yang dilakukan sendiri, tetapi faktanya ada perusahaan MLM membayarkan komisi pada banyak jenjang di bawahnya yang notabena bukan dari penjualan sendiri; (6) APLI menghimbau perusahaan MLM untuk transparan dalam mengungkapkan data jumlah anggota dan keuntungan yang diperoleh, dalam banyak kasus ini tidak terjadi, sebab bila perusahaan MLM menyodorkan neraca demikian, akan terlihat bahwa bisnis mereka menjalankan gabungan antara penjualan produk + arisan berantai dimana keuntungan bersih penjualan sebenarnya menjadi uang arisan berantai (berjenjang) yang dibagikan sebagai komisi. (T-3) MLM BERKEMBANG. Majalah Eksekutip (November 2003) memberitakan bahwa bisnis MLM berkembang, sebagai contoh CNI dalam umurnya yang 17 tahun telah diikuti sejuta distributor dan setiap tahun omset penjualannya meningkat lebih dari 30%. Bukankah ini menunjukkan dampak positif terhadap perbaikan perekonomian nasional? (J-3) BILA hanya melihat aspek kwantitatip memang benar, demikian juga perdagangan narkoba, CD bajakan, dan penyelundupan menunjukkan dampak positif terhadap perbaikan perekonomian nasional. Tetapi bagaimana secara kualitatip? Perdagangan narkoba, CD bajakan, dan penyelundupan menurut kacamata umum dan hukum sudah diharamkan demikian juga arisan berantai dan MLM produk yang hanya menjadikan produk sebagai komuflase. Sekalipun beberapa perusahaan MLM produk sudah meningkatkan mutu produknya dan menjadi anggota APLI, penjualan yang ‘hanya untuk distributor lingkungan sendiri’ menyebabkan produknya tidak bisa diperbandingkan dengan produk sejenis di pasar baik mutu maupun harganya, apalagi sudah bukan rahasia umum bahwa ada produk MLM dibeli dari produk laku/terkenal perusahaan konvensional dan diberi kemasan sendiri. Membuat perusahaan bukan sifat MLM sekalipun perusahaan MLM setelah terkumpul dana berjibun kemudian membuka juga perusahaan sendiri jadi tidak lagi murni MLM. Kelihatannya jumlah MLM yang resmi maupun yang tidak sudah melebihi angka 100 dan menunjukkan mulai terjadinya kejenuhan. Baru-baru ini ada surat pembaca di harian Pikiran Rakyat Bandung yang mengkritik CNI karena menurunkan persentasi komisi berbeda dengan yang dijanjikan semula, berdasarkan alasan bahwa persaingin di bisnis MLM makin ketat. Kita tahu bahwa umumnya perusahaan MLM bergerak utamanya menjual komoditi barang keperluan sehari-hari seperti kosmetik, vitamin & suplemen makanan, ini menimbulkan persaingan ketat antar pengusaha MLM. (T-4) MENOLONG ORANG MENOLONG DIRI SENDIRI. Bukankah terbukti bahwa bisnis MLM menjadikan ‘Semua Orang Bisa Mencapai Sukses’ dan ‘For People Who Like Helping People’ (slogan Kiyosaki). Mengapa dianggap sebagai bisnis yang menipu lewat menjual? (J-4) BISNIS MLM bersifat ambivalen, dan sekalipun diberi slogan indah fakta membuktikan, bahwa: (1) CBS-TV di USA, pada tahun 1983, mewartakan hasil penelitian kantor kejaksaan Agung Wisconsin yang mengungkapkan bahwa dari 20.000 distributor Amway di negara bagian itu, kurang dari 1% yang memperoleh penghasilan $14,000 setahun sebelum dikurangi biaya-biaya lain; (2) Majalah Forbes pada 9 Desember 1991 menyebutkan bahwa rata-rata distributor Amway hanya memperoleh keuntungan sekitar $780 setahun, ini belum dikurangi biaya tilpon, transport, perangko, dan bahan-bahan promosi yang mesti dikeluarkan dalam pekerjaan ini; (3) Stephen Butterfield, seorang mantan distributor aktif Amway, melakukan penelitian atas laporan-laporan tahunan Amway, menemukan fakta bahwa hanya 1-2% dari seluruh distributor yang mampu memperoleh penghasilan menengah di masyarakat. Mereka yang mencapai level diamond yang menjanjikan pemasukan $50,000 – $100,000 hanya 0,048%. Agar satu orang dapat meningkatkan kelas sosialnya melalui Amway sedikitnya 2.083 distributor baru harus dimasukkan; (4) Salah satu success story distributor MLM Nu Skin menyebut bahwa ia menjadi jutawan dalam waktu 5 tahun dengan downline kuat sebanyak 5.000 distributor. Di tahun 1998, Nu Skin membayarkan 2/3 dari seluruh diskonnya kepada hanya 200 upliners dari 63.000 distributor yang aktif saat itu; (5) Di Indonesia, angka-angka demikian sulit diperoleh karena umumnya perusahaan MLM tidak transparan, namun dari data selama 17 tahun beroperasi dengan 1 juta distributor yang dicapai saat ini, CNI baru menghasilkan ratusan maha bintang yang memperoleh bonus rumah dan/atau mobil (lihat Hall of Fame Maha Bintang CNI). Majalah Eksekutip mencatat: “Pada National Convention CNI pada 5 Oktober 2003, diberikan bonus dan komisi berupa mobil pada 20 orang, 19 komisi kepemilikan rumah, 2 orang mobil mewah, dan seorang meraih komisi kepemilikan mobil mewah ke-2. Selain itu masih ada beberapa bonus menarik lainnya, seperti perjalanan wisata ke luar negeri yang jika keseluruhannya dihitung nilainya mencapai miliaran rupiah” (November 2003, h.65). Perlu diketahui bahwa pada tahun 2003 saja, sejuta distributor membayar pandaftaran lebih dari 60 milyar rupiah (pendaftaran ulang @Rp.55.000, tahun 2003 tercatat 250.000 pendaftar baru yang membayar @Rp. 82.500)! Dari data-data di atas kita dapat melihat bahwa slogan menjadikan ‘Semua Orang Bisa Mencapai Sukses’ adalah menipu karena hanya sebagian kecil yang akan sukses dari dukungan sebagian besar yang tidak sukses, demikian juga slogan ‘For People Who Like Helping People’ faktanya lebih menunjukkan ‘For People Who Like Helping People to Help Him’. Karena itu apakah MLM itu lebih tepat disebut ‘Menjanjikan Laba Menggiurkan’ atau lebih tepat disebut ‘Menipu Lewat Menjual’? Sungguh tepat apa yang digambarkan tragedi ‘Piramid di Mesir’ dimana demi membangun tempat abadi untuk Firaun & keluarga, dan para petinggi kerajaan, puluhan ribu penduduk mengorbankan keringat bahkan nyawa mereka dalam membangun piramid itu. (Sumber dari buku: ‘False Profits, Seeking Financial and Spiritual Deliverance in Multi Level Marketing and Pyramid Schemes’, Robert L. Fitzpatrick & Joyce K. Reynolds, Herald Press, 1997), dan juga milis a.l.: http://www.pyramidshemealert.org http://www.falseprofits.com http://www.mlmwatch.com http://www.vandruff.com/mlm.html http://www.csj.org http://www.perso.wanadoo.fr/eldon.braun/awareness/ (T-5) MLM YANG BENAR? Kalau begitu, apakah sebagai umat Kristen kita dapat membuat bisnis MLM yang benar? (J-5) BISNIS MLM berlandaskan penjualan berjenjang yang berskema piramid (membership ke bawah makin besar secara deret ukur). Pemasaran berjenjang dengan skema piramid adalah netral (baca piramid Musa dalam Kel.18:21-22), dalam hal ini MLM merupakan salah satu sistem pemasaran di samping sistem perusahaan konvensionil dan waralaba. Yang membedakan MLM yang baik dan tidak adalah kandungan produk dan sistem pembagian komisinya. Bisnis MLM yang baik secara iman Kristen adalah kalau: (1) Menjual produk yang bersaing dengan produk sejenis di pasar baik secara mutu maupun harga; (2) Produk juga dijual kepada umum (Di USA ada peraturan yang menentukan penjualan 30% kepada umum, ini untuk menunjukkan kwalitas mutu dan harga secara bersaing, dan distributor tidak termotivasi membeli barang yang tidak diperlukan demi mengejar komisi); (3) Komisi diperoleh karena penjualan yang dilakukan sendiri dan bukan karena penjualan orang lain. Setidaknya dua tiga lapis komisi masih dihalalkan karena para distributor masih memberikan pembinaan dan dorongan kepada jenjang-jenjang satu, dua dan tiga di bawahnya (active income), tetapi tidak mungkin pada jenjang-jenjang selanjutnya. Yang menjadi masalah disini adalah daya tarik MLM justru pada pembagian komisi atas penjualan pada banyak jenjang, ada yang sampai 7 jenjang ada yang tidak terbatas, ini biasa disebut ‘pasif income’; (4) Pembagian komisi yang lebih merata, artinya tidak membentuk gambaran piramid dimana perusahaan di puncak akan sangat kaya raya dan sebagian elit distributor terdahulu banyak laba, tetapi ini didukung oleh jerih payah sebagian besar yang dibawah; (5) Tidak menipu dan mengecoh dengan slogan-slogan yang biasa dipromosikan iklan MLM dan pertemuan pelatihan MLM, seakan-akan ‘SEMUA distributor DAPAT mencapai SUKSES’ dengan promosi kesaksian ‘success story’ para ‘maha bintang’ atau ‘level diamond’, soalnya hukum piramid dalam MLM tidak memungkinkan ‘semua dapat sukses’; (6) MLM umumnya melatih para distributor bukan dengan prinsip-prinsip marketing tetapi dengan indoktrinasi kejiwaan New Age yang mendorong ‘motivasi mengenai sifat ilahi manusia yang mampu menjadi kaya.’ Di sinilah iman kita dan kesetiaan kita akan nilai Alkitabiah akan diuji! Kiranya rambu-rambu di atas menjadi pedoman bagi umat Kristen yang terlibat dalam MLM atau yang tergiur oleh daya tarik untuk bergabung dalam MLM. Salam kasih dari Herlianto/YABINA ministry http://www.yabina.org/TanyaJawab/Des_03.htm Mengejar Laba Materi MLM memang dilematis. Banyaknya praktek MLM yang tidak bertanggung jawab dan membawa korban memberi dampak negatip pada praktek seperti Amway atau CNI. Bahkan kemudian Amway dan beberapa perusahaan MLM meng-klaim bahwa MLM berbeda dengan piramid, suatu istilah yang mereka tujukan pada praktek bisnis tipuan seperti arisan berantai. Yang jelas istilah MLM menjadi tidak sedap sehingga Herbalife tidak mau menggunakan istilah itu secara terus terang, dan Amway sendiri dengan Network 21-nya juga menghindari istilah MLM dan menggunakan istilah ‘Network Marketing’ (pemasaran jaringan), padahal justru penggunaan istilah ini sebenarnya keliru. Sebenarnya istilah MLM menunjukkan sistem yang berbeda dengan retail atau waralaba misalnya. MLM bekerja melalui distributor independen (upline) yang membangun kelompok dibawahnya yang disebut ‘downline’ dan selanjutnya ‘downline’ yang semula berfungsi sebagai konsumen kemudian menjadi distributor baru (upline) dan membentuk kelompok ‘downline’ baru dibawahnya. MLM menunjuk pemasaran yang bergerak bertingkat/berlapis (level/layer) secara linier, dan mengapa kemudian ada yang disebut Piramid yaitu karena bentuk dua dimensinya mirip piramid. Bila piramid itu teratur dan membentuk 2 orang downline dari satu upline, maka disebut binary. Tidak ada bentuk yang benar-benar mirip piramid, soalnya multiplikasi masing-masing distributor berbeda, ada yang banyak downlinenya ada yang sedikit dan ada yang cepat bertambah down level-nya ada yang lambat. Istilah Network sebenarnya mengambarkan tidak adanya batasan jelas antara upline dan downline dan semua unit bisa berhubungan dengan unit manapun dalam jaringan (termasuk ikatan horisontal), dan itu tidak ada dalam MLM dimana downline hanya berhubungan dengan uplinenya sendiri atau downline barunya (ikatan vertikal). Gambaran dalam buku Network-21 mengecoh pembaca, sebab disitu digambarkan upline ibarat telapak tangan yang memiliki jari-jari downline dan setiap ujung jari bak telapak baru memiliki jari-jari dan seterusnya, ini tidak beda dengan gambaran piramid, namun berbeda dengan gambaran sebuah jaring ikan dimana banyak bagiannya saling terkait dengan lainnya. Sebenarnya yang membedakan antara Amway, CNI dengan Pentagono atau AKSARA bukanlah bahwa yang satu disebut MLM yang lain Piramid, namun yang membedakan adalah bahwa ‘kandungan praktek’ MLM mereka berbeda-beda. Amway memiliki Topline (yaitu Amway sendiri) dengan komoditi yang dijual secara top-down dengan sistem bonus dan potongan yang diberikan oleh topline kepada para konsumen yang kemudian menjadi distributor, sedangkan AKSARA merupakan penyetoran uang secara bottom-up, ada pembayaran tetapi tidak ada komoditi. Dan berbeda dengan sistem marketing lain, dimana kwalitas produk bersaing dan konsumen dapat membedakan baik kwalitas maupun harga produk dengan komoditas sejenis, MLM sekalipun mempromosikan komoditinya dengan harga yang masuk akal namun tidak memberi pilihan perbandingan. Bukan kwalitas peoduk yang dipentingkan namun lebih menitik beratkan pada tehnik menjualnya yang lebih merupakan cuci-otak dan indoktrinasi sehingga konsumen tertarik. Konsumen tertarik bukan karena kwalitas produk namun karena iming-iming bonus dan daya tarik kekayaan yang dipromosikan distributor. Lalu bagaimana dengan klaim Amway yang menganggap dirinya tidak menipu berbeda dengan AKSARA misalnya? Sekalipun Amway lebih teratur, secara terselubung ada juga unsur menipunya. Semua bentuk MLM akan mengorbankan lapisan terbawah atau ujung-ujung estafet bila terjadi force majeur seperti pasar jenuh, bencana alam, perang atau kiamat, juga kalau tiba-tiba topline berhenti produksi karena dibubarkan atau pailit. Jadi, slogan bahwa: “Semua anggota memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan produk/jasa” jelas menipu, karena kalau terbentuk bottomline/grassroot, maka kenikmatan yang telah diperoleh upliners sebenarnya dibayar oleh kerugian bottomline yang jumlah orangnya jauh lebih banyak dari jumlah keseluruhan upliners. Bottomline/grassroot dalam situasi paceklik demikian karena tidak bisa menjadi distributor (bukan karena salahnya sendiri) akan menanggung dua macam kerugian: (1) mahalnya produk, yang menurut pengakuan pihak MLM sendiri disebutkan bahwa untuk membayar bonus, sampai dua-per-tiga harga produksi digunakan untuk royalti, potongan dan bonus. Maka bila dipotong keuntungan perusahaan, sebenarnya harga produk itu rielnya cuma sekitar 10 persen dari harga produk, sisanya kemahalan; dan (2) royalti & bonus tidak didapat, ini bukan karena salahnya sendiri tapi situasi memaksa. Yang jelas jumlah korban ini akan banyak sekali. Misalnya dalam deretan 1-5-25-125-625 bisa kita lihat bahwa bottomline (dhi.625) itu besarnya 4X jumlah upline 1+5+25+125 (=156). 625 orang akan gigit jari demi kenikmatan 156 orang. Makin lama MLM beroperasi makin akan berjibun jumlah korbannya. Dilihat dari sudut korban, ruginya bottomliner AKSARA tidak beda dengan ruginya bottomliner misalnya Amway. Bila bottomliner AKSARA berkorban masing-masing 10 ribu rupiah, maka bottomliner Amway malah bisa berkorban jauh lebih dari itu berupa nilai kemahalan harga produk dikurangi biaya produksi yang riel. Kerugian bottomliner yang jumlah orangnya jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah akumulatif upliner yang sudah menikmati bonus besar! Dari terang di atas jelas terlihat bahwa MLM bukanlah sistem marketing yang adil dan jujur tapi penuh dengan kemungkinan penyalah gunaan terutama mengorbankan bottom liner. Dalam literatur MLM soal ‘resiko bottomline/grassroot yang akan dikorbankan’ tidak pernah diceritakan, padahal itu menyangkut jumlah orang yang jauh lebih besar dari yang sudah menikmati keuntungan. Bisnis dianggap berjalan dalam waktu tak terhingga padahal kita melihat bahwa tidak ada yang kekal di bumi. Marketing dalam bentuk lain memberi peluang hidup perusahaan dan banyak pihak lain di luar perusahaan, namun MLM memangkas semua biaya untuk itu sehingga terpupuklah dana besar untuk royalti & bonus para distributor demi keuntungan sendiri. Selain itu, karena sifatnya nir-sarana (tanpa kantor, organisasi manajemen dll.) maka MLM cenderung beroperasi bagai ‘benalu’ dimana setiap distributor kemudian memanfaatkan fasilitas dan koneksi di mana ia berada. Seorang pegawai perusahaan akan memanfaatkan fasilitas kantor dimana ia bekerja, dosen memanfaatkan fasilitas kampus, bahkan anggota jemaat gereja memanfaatkan pertemuan setelah kebaktian untuk pemasaran kepada sesama jemaat lainnya. Di Indonesia ada kelompok-kelompok mahasiswa/profesional kristen yang banyak aktivisnya penganjur MLM, mereka memanfaatkan persekutuan yang telah terjalin sebagai sarana pengembangan bisnis MLMnya. Dapat dimaklumi mengapa banyak perusahaan melarang pegawainya ikut MLM (seperti Astra & Gramedia) bahkan ada yang mengancam dengan sanksi PHK, pasalnya, banyak pegawai yang ikut MLM kemudian menggunakan ruang kantor, waktu kantor dan pulsa tilpon untuk kegiatan MLMnya. Di beberapa gereja, bahkan majelis jemaat ada yang menggunakan persekutuan jemaat bukan sebagai sarana ‘koinonia’ (persekutuan) tetapi digunakan untuk pemasaran MLM (diplesetkan sebagai dagang ‘koin’). Di USA jumlah level/layer MLM yang diizinkan juga diatur pemerintah secara ketat, soalnya ini menyangkut struktur biaya produk. Network-21 dari Amway banyak menghadapi tuntutan pengadilan dan sering kalah dalam pengadilan karena representasi yang salah. Lagipula berapa banyak pajak penghasilan digelapkan dalam perusahaan tanpa organisasi dan pegawai demikian? Bonus umumnya dianggap bukan penghasilan yang bisa dikenai pajak. Bagi iman Kristen, kita perlu waspada mengingat tujuan bisnis MLM berlawanan dengan semangat ‘mengasihi sesama’ yang diajarkan Alkitab. MLM menawarkan daya tarik mamon, yaitu kekayaan & kemewahan materi, mobil mewah dan jalan-jalan keluar negeri, perilaku yang potensial menomor duakan iman kepada Tuhan (Mat.6:19-24). David Roller menulis buku berjudul ‘How to make Big Money in MLM’, dan dalam bukunya ‘Network & Multi Level Marketing’, Allen Carmichael menulis “buku ini akan memberi anda kunci yang diperlukan untuk membuka pintu menuju kaya raya.” Lebih lagi, pelatihan semacam Network-21 menggaet seseorang ke dalam jaring pengembangan diri (percaya diri) ‘New Age’ yang berpusat diri manusia. Dalam buku ‘Sistem untuk Sukses – Network-21,’ disebutkan “Anda percaya pada diri sendiri” dan agar kita “memvisualisasikan impian kemakmuran masa depan”. Impian indah yang berbau mantra yang “sangat menentukan keberhasilan dalam bisnis ini.” Tokoh-tokoh pelatihan New Age seperti Napoleon Hill, Harold Robins, Stephen Covey dijadikan inspirasi mimpi indah demikian, padahal pelatihan pengembangan diri demikian cenderung ‘mencuci-otak’ dan ‘indoktrinasi kejiwaan’ menurut American Psychologist Association. Sayang MLM tidak memvisualisasikan mimpi buruk bottomliner yang kelak akan menggigit jari. Network-21 mendorong peserta mempelajari antara lain buku Dale Carnegie “How to Win Friends & Influence People” sebuah buku yang banyak dikritik orang karena mengajarkan artificial ethics/behaviour. Senyum sebagai kunci sukses dalam bergaul, dan hargailah semua orang (karena semua orang merasa dirinya penting) agar ia menyenangi kita. Dapat teman (friend) lebih penting dari persahabatan (friendship) dan soal baik buruk kabur. Richard de Vos, pendiri Amway, ber-slogan: “Tolonglah orang lain agar kita dapat menolong diri sendiri”, dengan kata lain, kasih kepada sesama dilakukan dengan pamrih yaitu “agar kita bisa menolong diri sendiri.” Suatu kasih eros yang berbeda dengan kasih ‘Agape’, yaitu “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, bahwa Ia telah menyerahkan nyawaNya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara kita.” (1Yoh.3:16). Bila Anda mendapat berkat dari seri artikel MLM ini, kirimkan kepada teman-teman Anda. Salam kasih dari Herlianto/YBA http://www.yabina.org/artikel/A'02_45.htm Ten Big Lies of Multilevel Marketing Robert L. Fitzpatrick The multilevel marketing (MLM) field grows, and its member companies multiply. Solicitations to join seem to be everywhere. Its promoters would like you to believe that it is the wave of the future, a business model that is gaining momentum, growing in acceptance and legitimacy, and will eventually replace most other forms of marketing. Many people are led to believe that success will come to anyone who believes in the system and adheres to its methods. Unfortunately, the MLM business model is a hoax that is hidden beneath misleading slogans. Calling it a "great business opportunity" makes no more sense than calling the purchase of a lottery ticket a "business venture" and winning the lottery a "viable income opportunity for everyone." MLM industry claims of distributor income potential, its glorified descriptions of the "network'" business model, and its prophecies of dominating product distribution have as much validity in business as UFO sightings do in the realm of science. The very legality of the MLM system rests tenuously upon a single 1979 court ruling on one company. The guidelines for legal operation set forth in that ruling are routinely ignored by the industry. Lack of governing legislation or oversight by any designated authority also enables the industry to endure despite occasional prosecutions by state attorneys general or the FTC. MLM's economic scorecard is characterized by massive failure rates and financial losses for millions of people. Its structure in which positions on an endless sales chain are purchased by selling or buying goods is mathematically unsustainable, and its system of allowing unlimited numbers of distributors in any market area is inherently unstable. MLM's espoused core business -- personal retailing -- is contrary to trends in communication technology, cost-effective distribution, and consumer buying preferences. The retailing activity is, in reality, only a pretext for the actual core business, which is enrolling investors in pyramid organizations that promise exponential income growth. As in all pyramid schemes, the incomes of those distributors at the top and the profits to the sponsoring corporations come from a continuous influx of new investors at the bottom. Viewed superficially in terms of company profits and the wealth of an elite group at the pinnacle of the MLM industry, the model can appear viable to the uninformed, just as all pyramid schemes do before they collapse or are prosecuted by authorities. The growth of MLM is the result of deceptive marketing that plays upon treasured cultural beliefs, social and personal needs, and some economic trends, rather than its ability to meet any consumer needs. The deceptive marketing is nurtured by a general lack of professional evaluation or investigation by reputable business media. Consequently, there is widespread belief that MLM is a viable business investment or career choice for nearly everyone and that the odds of financial success in the venture are comparable or better than other employment or business ventures. MLM's true constituency is not the consuming public but hopeful investors. The market for these investors grows significantly in times of economic transition, globalization, and employee displacement. Promises of quick and easy financial deliverance and the linking of wealth to ultimate happiness also play well in this market setting. The marketing thrust of MLM is directed to prospective distributors, rather than product promotions to purchasers. Its true products are not long distance phone services, vitamins, or skin creams, but the investment propositions for distributorships which are deceptively portrayed with images of high income, low time requirements, small capital investments, and early success. Here are ten lies I have identified during more than 20 years of observing the MLM marketplace: Lie #1: MLM offers better opportunities than all other conventional business and professional models for making large amounts of money. Truth: For almost everyone who invests, MLM turns out to be a losing financial proposition. Fewer than 1% of all MLM distributors ever earn a profit and those earning a sustainable living at this business are a much smaller percentage still. Extraordinary sales and marketing obstacles account for much of this failure, but even if the business were more feasible, sheer mathematics would severely limit the opportunity. The MLM business structure can support only a small number of financial winners. If a 1,000-person downline is needed to earn a sustainable income, those 1,000 will need one million more to duplicate the success. How many people can realistically be enrolled? Much of what appears as growth is in fact only the continuous churning of new enrollees. The money for the rare winners comes from the constant enrollment of armies of losers. With no limits on numbers of distributors in an area and no evaluation of market potential, the system is also inherently unstable. Lie #2: Network marketing is the most popular and effective new way to bring products to market. Consumers like to buy products on a one-to-one basis in the MLM model. Truth: Personal retailing -- including nearly all forms of door-to-door selling -- is a thing of the past, not the wave of the future. Retailing directly to friends on a one-to-one basis requires people to drastically change their buying habits. They must restrict their choices, often pay more for goods, buy inconveniently, and engage in potentially awkward business relationships with close friends and relatives. In reality, MLM depends on reselling the opportunity to sign up more distributors. Lie #3: Eventually all products will be sold by MLM. Retail stores, shopping malls, catalogs and most forms of advertising will soon be rendered obsolete by MLM. Truth: Fewer than 1% of all retail sales are made through MLM, and much of this is consists of purchases by hopeful new distributors who are actually paying the price of admission to a business they will soon abandon. MLM is not replacing existing forms of marketing. It does not legitimately compete with other marketing approaches at all. Rather, MLM represents a new investment scheme couched in the language of marketing. Its real products are distributorships that are sold through misrepresentation and exaggerated promises of income. People are buying products in order to secure positions on the sales pyramid. The possibility is always held out that you may become rich if not from your own efforts then from some unknown person ("the big fish") who might join your "downline." MLM's growth does not reflect its value to the economy, customers, or distributors, but the high levels of economic fear, insecurity, wishes for quick and easy wealth. The market dynamics are similar to those of legalized gambling, but the percentage of winners is much smaller. Lie #4: MLM is a new way of life that offers happiness and fulfillment. It provides a way to attain all the good things in life. Truth: The most prominent motivational themes of the MLM industry, as shown in industry literature and presented at recruitment meetings, constitute the crassest form of materialism. Fortune 100 companies would blush at the excess of promises of wealth, luxury, and personal fulfillment put forth by MLM solicitors. These appeals actually conflicts with most people's true desire for meaningful and fulfilling work at something in which they have special talent or interest. Lie #5: MLM is a spiritual movement. Truth: The use of spiritual concepts like prosperity consciousness and creative visualization to promote MLM enrollment, the use of words like "communion" to describe a sales organization, and claims that MLM fulfills Christian principles or Scriptural prophecies are great distortions of these spiritual practices. Those who focus their hopes and dreams upon wealth as the answer to their prayers lose sight of genuine spirituality as taught by religions. The misuse of these spiritual principles should be a signal that the investment opportunity is deceptive. When a product is wrapped in the flag or in religion, buyer beware! The "community" and "support" offered by MLM organizations to new recruits is based entirely upon their purchases. If the purchases and enrollment decline, so does the "communion.'" Lie #6: Success in MLM is easy. Friends and relatives are the natural prospects. Those who love and support you will become your life-time customers. Truth: The commercialization of family and friendship and the use of"'warm leads" advocated in MLM marketing programs are a destructive element in the community and very unhealthy for individuals involved. People do not appreciate being pressured by friends and relatives to buy products. Trying to capitalizing upon personal relationships to build a business can destroy one's social foundation. Lie #7: You can do MLM in your spare time. As a business, it offers the greatest flexibility and personal freedom of time. A few hours a week can earn a significant supplemental income and may grow to a very large income, making other work unnecessary. Truth: Making money in MLM requires extraordinary time commitment as well as considerable personal skill and persistence. Beyond the sheer hard work and talent required, the business model inherently consumes more areas of one's life and greater segments of time than most occupations. In MLM, everyone is a prospect. Every waking moment is a potential time for marketing. There are no off-limit places, people, or times for selling. Consequently, there is no free space or free time once a person enrolls in MLM system. While claiming to offer independence, the system comes to dominate people's entire life and requires rigid conformity to the program. This is why so many people who become deeply involved end up needing and relying upon MLM desperately. They alienate or abandon other sustaining relationships. Lie #8. MLM is a positive, supportive new business that affirms the human spirit and personal freedom. Truth: MLM is largely fear-driven. Solicitations inevitably include dire predictions about the impending collapse of other forms of distribution, the disintegration or insensitivity of corporate America, and the lack of opportunity in other occupations. Many occupations are routinely demeaned for not offering"unlimited income." Working for others is cast as enslavement for "losers." MLM is presented as the last best hope for many people. This approach, in addition to being deceptive, frequently discourages people who otherwise would pursue their own unique visions of success and happiness. A sound business opportunity does not have to base its worth on negative predictions and warnings. Lie #9. MLM is the best option for owning your own business and attaining real economic independence. Truth: MLM is not true self-employment. "Owning" an MLM distributorship is an illusion. Some MLM companies forbid distributors to carry other companies' products. Most MLM contracts make termination of the distributorship easy and immediate for the company. Short of termination, downlines can be taken away arbitrarily. Participation requires rigid adherence to a "duplication" model, not independence and individuality. MLM distributors are not entrepreneurs but joiners in a complex hierarchical system over which they have little control. Lie #10: MLM is not a pyramid scheme because products are sold. Truth: The sale of products does not protect against anti-pyramid-scheme laws or unfair trade practices set forth in federal and state law. MLM is a legal form of business only under rigid conditions set forth by the FTC and state attorneys general. Many MLMs are violate these guidelines and operate only because they have not been prosecuted. Recent court rulings are using a 70% rule to determine an MLM's legality: At least 70% of all goods sold by the MLM company must be purchased by nondistributors. This standard would place most MLM companies outside the law. The largest MLM acknowledges that only 18% of its sales are made to nondistributors. Accountability Needed An FTC trade regulation rule that forces honest disclosure of potential MLM distributor income is desperately needed. Toward this end, Pyramid Scheme Alert has launched a petition drive urging the FTC to force multilevel companies to disclose the true income of their distributors. The requested data would include: (a) the total number of distributors involved in the company for at least three years (or since the company's founding if less than three years); (b) the average incomes of all distributors who have signed up for a distributorship by percentiles, not just the ones deemed "active"; and (c) a "weighted" overall average income of all distributors so that the extraordinary high incomes of the small number at the top are not calculated in with vast majority so as to give a more statistically valid figure. _________________ Mr. FitzPatrick consults and writes about trends in manufacturer/distributor relationships. He founded and is president of Pyramid Scheme Alert, a consumer advocacy group focused on exposing and preventing pyramid schemes. He has served as an expert witness in several cases involving pyramid schemes and MLM companies. He writings include False Profits (a book about MLM deception) and "Pyramid Nation" (a booklet that laments the growth and "legalization" of pyramid schemes.) MLM Watch Home Page http://www.mlmwatch.org/01General/10lies.html MLM Fraud May Get Others, But Not YOU... ...If you protect yourself from MLM fraud by FIRST learning what it REALLY is, what it is NOT, and what to do about it. Let's start out by making sure that we're all on the same track as to just exactly what MLM fraud is. I would define a fraud as a deception that was intentionally done so that the person or company committing the deception could come out 'ahead'. Or to put it more simply... -------------------------------------------------------------------------------- A Fraud Could be Defined as a 'Trick'. And We're NOT Talking Magic Here. -------------------------------------------------------------------------------- Although sometimes your money could disappear pretty quickly when you've been a victim of MLM fraud. Okay, so a fraud is when you've been tricked, deceived, duped, taken advantage of...usually for a financial gain, on the fraudulent party's behalf. Now it is pretty obvious that you won't be able to stop MLM fraud from being attempted so the next best thing you can do is to be able to recognize attempts at MLM fraud when you can so that you can ensure you're not the next victim of MLM fraud. And how do you do this? Through having a good understanding of what MLM fraud is, and how prevalent, or not, MLM fraud is today in the MLM industry. Well, let me give you a few examples of what MLM fraud may at first appear like: You speak to a current MLM distributor and you're told that MLM is easy You speak to a current MLM distributor and you're told that anyone can do MLM You're told that everyone wants the product that the company is selling You're told that everyone needs the product that the company is trying to hock You're told that if you follow the (Internet) based system the company is using that you will succeed and make money You're guaranteed success, money, position, results as it relates to your MLM efforts at business building You're told that if you join today you'll be given free mlm leads You're told that if you join today you'll have several people placed under you in your new organization to get you started right now The company pays out an extremely high recruiting bonus (the money you get when you enroll someone under you) You're told that all you have to do is sign up and the rest is done for you You're told that your business will build itself Now let's detail this... You can be told that MLM is easy. You can be told that everyone needs the product. You can be given free leads (or free anything else). But you cannot be told or guaranteed any of the other stuff without there being the potential, or the high potential, for some sort of deception occurring and this being considered MLM fraud. And most people don't know this. They just get caught up in the whole MLM excitement thing, the whole MLM emotional thing, when they first find out about MLM and then they fall victim to the one thing that virtually all folks do when they first discover MLM... They go blind. Figuratively at least. You see, people may join a deal based on some things that they've been told. ...And things that they've been promised. ...And things they've been guaranteed. And then they find out that it was all a trick to get them involved. ...And to get their enrollment money. ...And their money to set up a website for them. ...And their money for training materials. ...And their money for leads and product and business stuff. But you know what? For the most part - the people doing this deceptive stuff don't even know that what they're doing can constitute MLM fraud. Again,... -------------------------------------------------------------------------------- MLM Fraud is Almost ALWAYS a Case of the Unknowing Commiting Acts of Ignorance -------------------------------------------------------------------------------- ...And I mean 'ignorance' in a good way. And they do this based on what THEY were told. You see, I remember a successful MLM'er once stating that she came to a realization that kind of blew her away. She realized that the 95 percent of the folks who've never made any money in MLM are training the 95 percent of folks who don't make any money in MLM. It is kind of a profound truth. And these are the folks who innocently commit MLM fraud and repeat it to unsuspecting people like you. http://www.is-mlm-for-you.com/mlm-fraud.html ===== Bacalah artikel tentang Islam di: http://www.geocities.com/nizaminz __________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Mail Address AutoComplete - You start. We finish. http://promotions.yahoo.com/new_mail ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> $9.95 domain names from Yahoo!. Register anything. http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/GEEolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Kampanye open-source Indonesia - http://www.DariWindowsKeLinux.com Solusi canggih, bebas ikatan, dan bebas biaya Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/