Muhammad Ismail Yusanto: Pilkadal Sebuah Pemborosan Industri Politik
Publikasi: 21/06/2005 08:36 WIB

eramuslim - Pemilihan Kepala Daerah Langsung (pilkadal) awal Juni ini telah
menyedot perhatian rakyat papa, pengusaha, penguasa baru dan lama, juga
media massa. Miliaran rupiah digelontorkan untuk menjadi penguasa kota,
kabupaten maupun provinsi.

Kita belum tahu pasti apakah dengan Pilkadal ini kehidupan masyarakat
setempat akan lebih baik. Publik juga tidak tahu apakah dengan Pilkadal ini
kesehatan dan pendidikan anak-anak kaum miskin bisa gratis. Para pengamat,
akademisi dan birokrat juga tidak bisa memprediksi apakah dengan Pilkadal
ini kesejahteraan dan kemakmuran akan dinikmati. Dan kita juga tidak tahu
apakah dengan plkadal ini korupsi di daerah bisa dihabisi ?

Asal tahu saja, anggaran setiap pasangan calon kepala daerah minimal Rp
4.000.000.000.000,00 (empat milyar rupiah ). Angka tersebut bukanlah angka
yang kecil untuk ukuran ekonomi orang Indonesia. Uang sebanyak itu bisa
digunakan untuk membangun kampus/perguruan tinggi, madrasah/sekolah megah
nan indah, bea siswa bagi anak-anak putus sekolah dan biaya kesehatan yang
tidak murah.

Untuk mengetahui lebih lanjut, Juru Bicara Hizbut Tahrir (HT) Indonesia
Muhammad Ismail Yusanto menuturkan berbagai hal problematika, ekses dan
implikasi Pilkadal kepada eramuslim.com. Berikut petikannya:

Bulan Juni ini, sejumlah daerah tingkat II dan I di Tanah Air sedang
gegap-gempita menggelar pemilihan kepala daerah lansung (pilkadal). Ada
evaluasi dari Anda tentang pilkadal ini?

Kita harus melihat dari konteks yang luas. Ini sebenarnya kan bagian dari
sub sistem dari sistem politik yang ada. Saya kira harus dikritisi dulu
Pilkadal ini bekerja dalam sistem apa? Dalam ideologi apa? Itu saya kira
yang harus dikaji dulu. Bahwa otonomi itu melahirkan berjuta kemungkinan,
itu betul. Tapi saya kira kita tidak boleh lepas dari konteks global ini.
Maka, yang penting dalam Pilkadal ini bagaimana kita mengedukasi masyarakat
bisa menggunakannya dengan benar.

Lalu partai politik (parpol) juga harus bekerja dengan benar. Karena itu,
jangan kemudian calon yang diajukan mereka yang beruang semata. Peluang
otonomi daerah juga harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menegakkan
Syari'ah Islam. Di Bulukumba, Sulawesi Selatan, misalnya, ada best practise
di sana. Zakat bisa menaikan PAD sampai 10 kali lipat. Lalu dengan Perda
larangan minuman keras (miras) bisa menurunkan kejahatan sampai 85%.
Pilkadal harus mengarah ke situ.

Kita lihat dalam proses Pilkadal ini menguras milyaran uang dari
calon-calonnya. Padahal uang itu kalau diakumulasikan bisa untuk membangun
sekolahan, perguruan tinggi atau bea siswa anak tak mampu? Apa ini nanti
tidak akan menjadi peluang untuk balas dendam dari calon terpilih untuk
mengembalikan modalnya itu?

Maka nanti yang menang itu para kapitalis lagi dalam demokrasi. Pilkadal itu
hanya sebagian dari industri politik. Jadi ada industri budaya, industri
pendidikan. Sekarang ini (Pilkadal) industri politik. Industri politik itu
yang berbicara cost and benefit. Cost and benefit dalam industri politik itu
akan memakan korban yang sangat besar karena dia berbicara rakyat
keseluruhan. Kalau industri hiburan hanya mereka yang menikmati, yang tidak
menikmati tidak kena. Industri pendidikan, mereka yang sekolah yang jadi
korban. Industri makanan, mereka yang jadi korban yang makan. Kalau
Pilkadal, yang kena semua.

Jadi ini berpeluang besar merugikan umat Islam?

Saya tidak bilang pasti merugikan. Tapi, bila syarat-syarat dasar tadi
dilupakan jelas sekali merugikan.

Hitungan-hitungan rill, biaya Pilkadal ini cukup besar dan dapat untuk
menghidupkan sektor riil bidang ekonomi dan pendidikan. Bukankah ini
seharusnya yang lebih penting?

Iya. Kalau saya praktis saja. Presiden terpilih memilih kepala daerah.

Praktek demikian lebih hemat, ya?

Iya. Cara seperti ini kayak sistem khalifah. Jadi kita hanya fokus di
pemilihan presiden. Walaupun itu juga tidak jaminan juga. Karena kita bicara
soal sistem juga. Sistemnya itu tidak ada hubungannya bicara soal dipilih
langsung atau tidak langsung. Jadi seharusnya kita mengganti sistemnya dan
orangnya agar tunduk pada sistem yang Islami. Sebab, Pilkadal ini sebuah
pemborosan yang luar biasa. Bayangkan, dalam lima tahun kita melakukan 7
kali nyoblos. Yakni, presiden dua kali nyoblos, lalu gubernur, dan bupati,
lalu legislatif tingkat Pusat, tingkat I dan tingkat II. Jadi ini biayanya
besar sekali. Akibatnya apa? Pembangunan di daerah berhenti karena
terkonsentrasi pada Pilkadal. Ini konsekuensi dari Pilkadal. Bayangkan kalau
nanti rakyat di situ pada pemilihan gubernur. Kalau dua putaran berarti
nanti dia nyoblos empat kali. Yang duanya milih bupati atau wali kota. Ini
pemborosan-pemborosan.

Apa perlu aturan baru untuk menghindari mafsadat (kerusakan) atau madharat
(bahaya)ini?

Oh, iya. Sebaiknya mereka itu dipilih oleh presiden. Atau dalam Islamnya
dipilih oleh khalifah.

Bukan ditunjuk gubernur yang merupakan atasannya?

Tidak. Gubernur dipilih presiden, bupati dan wali kota dipilih presiden.
Rakyat cukup pilih presiden, sudah selesai itu. Jadi rakyat tidak
repot-repot jadi korban dan obyek industrialisasi politik.

Apa cara seperti itu tidak menimbulkan gesekan di antara parpol? Karena kita
menganut multi partai. Bisa-bisa presiden terpilih mengatakan gubernur dan
bupatinya dari partai saya saja. Ini bagaimana?

Tidak apa-apa. Bukankah dia (presiden terpilih) sudah dapat mandat. Tinggal
mandat saja di-dandani (diperbaiki).

Berarti hanya dari partai presiden saja dong yang jadi kepala daerah?

Ya tidak apa-apa. Itu malah lebih stabil, kompak. Dari atas sampai bawah
kayak bangunan yang utuh. Kalau sekarang, presidennya dari Partai Demokrat
(PD), tapi gubernur dan bupatinya ada yang dari Golkar dan lainnya.

Bukankah cara seperti ini sama dengan oligarkhi atau kembali zaman Soeharto?

Kalau itu masalahnya terkait dengan fungsi kontrol. Kontrol dari parpol,
dari rakyat dan sistem tidak berjalan. Sistem tidak menciptakan untuk
melakukan kontrol. Sistemnya tidak bagus.

Budaya atau sistem kontrol kita itu lemah. Tidakkah ini akan memberikan
peluang terjadinya penguasa fasis atau diktator oleh sebuah partai?

Begini. Seharusnya orang bekerja itu atas dasar sistem, bukannya kekuasaan
semata-mata. Kalau atas sistem berarti kita bicara soal sistem. Sistem
pendidikan, sistem keuangan, sistem polisi itu harus ada dulu. Kalau belum
ada, orang sesuka-sukanya.

Sistem seperti apa yang supaya kemudian presiden atau khalifah dan partainya
beserta kepala daerahnya tidak cenderung melakukan monopoli kekuasaan?

Kalau presiden itu lima tahun, maka hak untuk mengganti kepala daerah juga
lima tahun juga. (Presiden diganti, kepala daerah juga diganti). Itu simpel.

Jaminannya apa monopoli kekuasaan tidak terjadi?

Jaminanan adalah berdasarkan sistem, kontrol masyarakat, kontrol parpol. Ini
jelas sekali. Kalau saat ini musim multi parpol, maka parpol yang tidak
berkuasa semuanya akan mengontrol dengan ketat sekali. Jadi tidak ada
kemungkinan dagang sapi di situ. Itu lebih ketat lagi kontrol seperti itu.
Misalnya, sekarang persiden dan kepala daerahnya demokrat, maka selain
demokrat akan mengontrol PD semua.

Jadi fungsi check and balances akan berlansung dengan baik dan betul ya?

Oh, iya. Kalau sekarang ini tidak berjalan. Sebab, yang terjadi saat ini
adalah kompromi. Penyimpangan yang selama ini terjadi itu karena kompromi.
Kalau kompromi maka orang akan main mata. Kapan kompromi tertutup? Kalau
dagang sapi antar parpol tidak ada.

Budaya politik kita jika ada parpol yang berkuasa penuh maka ia akan
mematikan parpol-parpol yang lain?

Kalau seperti itu, masalah aturan yang harus diperbaiki dan ditegakkan.
Sistem dan kontrol, pengadilan harus berjalan. Karena itu, misal, dalam
menahan, menangkap dan mengadili orang-orang yang tersangka korupsi,
termasuk pejabat atau kepala daerah yang satu partai dengan presiden, tidak
perlu izin dari presiden. Izin itu tidak betul. Izin itu berarti koneksi dan
proteksi. Kalau seperti ini tidak jalan proses hukum. Ini contoh sistem.

Menurut Hizbut Tahirir (HT), Pilkada selama ini menjadi solusi atau masalah?

Jadi masalah.

Maksudnya?

Artinya yang memerankan Pilkadal ini orang-orang yang beruang, disponsori
orang-orang beruang.

Lalu apa implikasinya Pilkadal bagi umat kalau begitu?

Ini memang sudah maju kena, mundur kena. Ini the best dangerous. Nanti kalau
yang jadi mereka yang jelek semua, bagaimana. Seperti di Malang, Jawa Timur,
ada calon kepala daerahnya yang didanai tukang judi. Di Semarang juga
begitu. Di belakangnya dibekengi bos judi bernisial A. Demikian juga
konglomerat daerah yang ikut dukung untuk mendapatkan proyek jika terpilih.

Dari temuan HT, apakah ada juga dari calon partai Islam melakukan hal ini?

Ada. Seperti yang sebutkan tadi. Calon walikotanya itu korup, tapi diwakili
oleh calon dari partai Islam.

Demi menjaga image dan citra Islam ini seharusnya tidak terjadi ya?

Iya. Semestinya begitu. Mereka kadang berpasangan dengan PD, PAN, PDIP,
Golkar, dan macam-macam.

Ihwal itukah yang membuat Pilkadal ini memperoleh kepala daerah yang bersih?

Iya. Cara seperti itu akan menegasikan prinsip dan etika. Karena mereka
saling kompromi.

Melihat situasi Pilkadal seperti yang Anda paparkan, Indonesia ke depan
bagaimana?

Indonesia di tingkat daerah semakin kacau. Daerah akan dieksploitasi oleh
pemilik kapital di daerah-daerah secara langsung. Misal, di Klaten. Jadi
proyek yang berjalan nanti hanya proyek fisik. Karena pembangunan fisik ini
yang akan menjadi rebutan.

Jadi Pilkadal sama sekali tak ada hubungannya dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakatnya ya?

Tidak ada. Coba kalau Pilkadal costnya Rp 10 miliyar, maka benefitnya harus
juga Rp 10 miliyar. Dia menjabat lima tahun, berarti satu tahun dua milyar
harus kembali, enam bulan satu milyar. Tiga bulan Rp 500 juta. Satu bulan
kurang lebih Rp 150 juta harus kembali. Padahal gaji presiden tidak sampai
sebesar itu per bulan.

Lalu langkah HT untuk mengingatkan bangsa ini, khususnya, parpol-parpol
Islam bagaimana?

Kita ingin menyadarkan begini, kita jangan masuk democratic trap. Kita harus
berfikir out the box. Soeharto itu jatuh karena ada orang berfikir out the
box. Kalau dulu orang itu mengikuti pola fikir in the box , maka akan
mengikuti prosedur penguasa itu terus. Sehingga wajar Seharto bisa
melanggengkan kekuasaannya. Begitu juga kita. Kita akan melalui cara ini.
(sdn)


---
Outgoing mail is certified Virus Free.
Checked by AVG anti-virus system (http://www.grisoft.com).
Version: 6.0.859 / Virus Database: 585 - Release Date: 2/14/2005


[Non-text portions of this message have been removed]



Bantu Aceh! Klik:
http://www.pusatkrisisaceh.or.id 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to