Kebetulan saya dulu kerja di perusahaan pialang saham. Jadi para "investor" saham tersebut hampir sepanjang hari memelototi monitor komputer yang menayangkan informasi online mengenai pergerakan harga saham berikut data fundamentalnya.
Jika harga saham naik, mereka jual. Jika harga saham turun, mereka beli. Begitu seterusnya. Mereka mencoba hidup berdasarkan gain (selisih harga beli-harga jual) yang mereka dapat. Ada yang untung, banyak pula yang rugi sampai milyaran rupiah (saya sendiri pernah rugi beberapa ratus ribu rupiah). Ada pun para pemain saham kelas kakap, mereka punya cukup uang untuk merekayasa harga. Istilahnya goreng untuk menaikan harga saham, dan "guyur" untuk menjatuhkan harga saham. Hebatnya lagi, para emiten (penerbit saham) juga ikut bermain. Mereka malah bisa bikin split (memperbanyak jumlah saham) atau reverse split (mengurangi jumlah saham), bahkan menerbitkan saham baru yang harus dibeli para investor kecil jika tidak ingin persentase saham mereka berkurang (dilusi). Dengan rencana online trading yang cross-borders, kita bisa jual-beli saham mau pun uang di berbagai negara (mis: AS, Inggris, Jerman, Jepang, atau Jakarta) lewat sistem online trading di komputer kita yang connect ke internet atau Virtual Private network. Dalam film Wallstreet, kehidupan para spekulan saham tersebut disindir sebagai spekulatif dan tidak berguna. Lebih bermanfaat berusaha di sektor real, ketimbang hanya berspekulasi di depan komputer. --- andre andreas <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Artikel lama, yang relevan untuk anda baca kembali. > Menambah wacana untuk diskusi-diskusi tentang > presiden > baru SBY, bayi demokrasi bernama Indonesia, > 'intervensi' pemerintah As atas kasus Newmont serta > pemihakan pemerintah terhadap modal (investasi), IMF > dll. Intinya NEOLIB VS DEMOKRASI > > salam > andreas > > > Globalisasi, Kapitalisme Global, dan Matinya > Demokrasi > > > Oleh: I Wibowo > > Harian Kompas, Jumat, 03 Mei 2002 > > PADA suatu pagi yang teduh di tahun 1994, aku duduk > di > samping Rob Johnson di Kantor Soros Fund Management > yang terletak di Seventh Avenue, New York. Aku > melihat > bagaimana dia bekerja. Sepanjang pagi Johnson tidak > hentinya omong-omong dengan perusahaan-perusahaan di > London, Sydney, Zurich, Chicago, dan perusahaan > Amerika, sambil melakukan perdagangan. Beli 50 juta > dollar Australia di Sydney. Lepaskan sebuah posisi > seharga 100 juta dollar AS pada saham Standard & > Poors. Jual ribuan kontrak untuk obligasi Jerman di > London dan Zurich. Mengurangi posisi perak seharga > 10 > juta dollar AS. > "Cerita ini merupakan sepenggal kisah dari > orang-orang > yang terlibat dalam jual-beli surat berharga, > termasuk > uang. Uang jutaan dollar diputar dan diedarkan > begitu > saja seperi barang mainan. "Kata Johnson, "Semua ini > belum seberapa. Saya hanya bermain-main saja. > Tetapi, > ketika saya bermain, saya mendapatkan feeling nada > dari pasar." Pagi itu pasar memang sedang menunggu > pengumuman kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve. > Diharapkan akan terjadi perburuan obligasi setelah > pengumuman itu. Sementara itu, para traders saling > tukar informasi mengenai pasar lokal. Ada juga yang > berteori akan datangnya permainan besar, atau > berceloteh tentang Fed yang tak mau ambil tindakan." > > > Kisah di atas dituturkan oleh William Greider dalam > bukunya yang berjudul One World, Ready or Not. The > Manic Logic of Global Capitalism untuk memberi > ilustrasi betapa mudahnya pada zaman globalisasi > seperti saat ini uang berpindah dari satu tempat di > dunia ke tempat di dunia yang lain hanya lewat > gagang > telepon. Pada zaman dulu (50 tahun yang lalu?) tidak > mudah orang memindahkan uang dari satu negara ke > negara yang lain. Bukan hanya pemindahan itu akan > melibatkan prosedur administratif, tetapi juga > teknologi pada waktu belum memungkinkan sebuah > transaksi pada tingkat detik. Piranti komputer yang > didukung oleh teknologi komunikasi satelit membuat > transaksi uang-berapa pun besarnya-menjadi sangat > cepat, dan murah. Dalam kisah di atas Johnson > diobservasi oleh Greider cuma "omong-omong" dan > tentu > sambil tertawa-tawa ketika ia melepas dan membeli > uang > dalam hitungan jutaan dollar. > > Harap dicatat, dalam dunia modern sekarang "uang" > memang bukan alat tukar lagi, melainkan sudah > menjadi > barang dagangan seperti sabun, gula, daging, dan > sebagainya. Orang kini dapat mendapat gelar > "pedagang > valas" artinya ia bekerja sebagai orang yang > jual-beli > valuta asing (dollar, mark, yen, dan sebagainya). > Yang > lebih mengagumkan lagi-dan pada tingkat yang lebih > canggih-yang diperdagangkan bukan lagi "uang" yang > biasa kita lihat berupa lembaran-lembaran kertas. > Dapat disebut misalnya: bonds, stocks, commercial > notes, dan seterusnya. Lagi pula orang tidak hanya > dapat mengadakan transaksi pada saat ini (sekarang), > juga untuk masa nanti. Dengan demikian, perputaran > uang menjadi semakin rumit, dan sudah barang tentu > makin sulit dibayangkan oleh orang awam. > > Dalam situasi seperti ini tidak heran bahwa > perdagangan uang saat ini seperti video game. Orang > tinggal mengawasi loncatan-loncatan cursor pada > layar > monitor, dan dengan sekali menekan tombol, jutaan > dollar telah berpindah pemilik. Ketegangan dan > kegembiraannya tidak kalah dengan yang dirasakan > anak-anak yang main video game. Dengan cara seperti > ini-kurang-lebih-George Soros "menghajar" mata uang > Inggris pada tahun 1992. Pada hari yang disebut > Black > Wednesday itu Soros menjual sterling sejumlah 10 > milyar dollar AS. Poundsterling yang diperdagangkan > sekitar 2.85 pound terhadap mata uang Jerman > (D-mark) > meluncur mendekati ambang batas ERM sebesar 2.77. > Untuk mempertahankan poundsterling, Bank of England > harus mengeluarkan 15 milyar dolar AS. Tetapi, ini > harus dibarengi juga dengan menaikkan suku bunga. > Yang > terakhir ini tidak mungkin dilakukan. Maka > Pemerintah > Inggris mengaku kalah, Inggris ke luar dari exchange > rate system. Imbas lainnya, Chancellor of the > Exchequer (semacam Menteri Keuangan), Norman Lamont, > mengundurkan diri. Imbas lebih jauh: Inggris hingga > hari ini tidak masuk dalam ERM. Dari permainan ini > Soros beroleh laba 950 juta dollar AS. > > Permainan video game seperti ini terulang lagi pada > tahun 1995 ketika mata uang peso dari Mexico juga > menderita serangan yang serupa. Dan pada tahun 1997 > terulang lagi, dan kali ini salah satu "korban"-nya > adalah Indonesia. George Soros dan pedagang-pedagang > lainnya (yang jumlahnya konon cuma 200.000) tidak > sadar betapa berbahayanya permainan mereka, bahwa > permainan yang mereka jalankan itu mempunyai dampak > yang amat dahsyat bagi kehidupan ratusan juta > manusia. > Seperti kita alami sendiri, akibat krisis finansial > ini terjadilah kebangkrutan perusahaan-perusahaan, > dan > ini diiringi dengan pemutusan hubungan kerja jutaan > buruh. > > Mengapa pemerintah tidak sanggup menahan serangan? > Bukankah pemerintah/negara memiliki cadangan dana > yang > besar? Memang hal ini dapat dibenarkan kurang-lebih > 20 > tahun yang lalu. Pada tahun 1983, misalnya, lima > bank > sentral (Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Inggris, > dan > Swis) bersama-sama menguasai cadangan devisa sebesar > 139 milyar dollar AS, sementara uang yang beredar di > pasar uang cuma sebesar 39 milyar dollar AS. Dengan > kata lain, kekuatan pertahanan bank sentral > (digabung) > masih lebih besar daripada kekuatan pasar dengan > perbandingan 3:1. Tetapi, hanya dalam waktu tiga > tahun, pada 1986, keduanya telah mencapai titik > seimbang. Pada 1992 perimbangan ini telah bergeser. > Kelima bank sentral hanya memiliki cadangan sebesar > 278 milyar dollar AS sementara di pasar beredar > sebesar 623 milyar dollar AS. Para pedagang di pasar > kini memiliki kekuatan 2:1 terhadap bank sentral. > > Maka benar ucapan seorang konsultan keuangan > internasional yang melukiskan apa yang terjadi di > pasar uang internasional seperti pertarungan antara > penduduk desa lawan gajah: "Sia-sia saja melawan > pasar > karena cadangan yang dimiliki bank sentral itu > sedemikian kecilnya. Sungguh kecil. Gajah-gajah > menerjang bukit dan penduduk melawannya dengan > sumpitan. Gajah-gajah itu adalah orang yang punya > duit. Mereka dapat merontokkan mata-mata uang dan > dapat membuat bank-bank sentral tidak berkutik. > > *** > PASAR mata uang hanya satu wujud globalisasi > ekonomi. > Faktor lain yang tidak bisa dilupakan di sini adalah > "penanaman modal asing" atau Foreign Direct > Investment > (FDI). Sebagaimana telah dicatat oleh sejarah, > penanaman modal asing sebenarnya bukanlah suatu hal > yang baru sama sekali. Ia sudah dimulai sejak Abad > Pertengahan, tetapi yang benar-benar dapat dikatakan > perusahaan-perusahaan yang secara ekonomis penting > muncul pada abad ke-16 (East India Companies milik > Inggris dan Belanda) dan terus berkembang hingga > hari > ini. > > Perusahaan-perusahaan yang beroperasi melintasi > batas > teritorial negara ini disebut multinational > corporations (MNC). Menurut catatan Held et al., > Pada > tahun 1998 terdapat sekitar 53.000 MNC di seluruh > dunia yang mempunyai anak perusahaan 450.000 dengan > nilai perdagangan 9,5 trilyun dollar AS. Beberapa > ratus MNC terbesar mempekerjakan sekitar enam juta > === message truncated === ===== Bacalah artikel tentang Islam di: http://www.geocities.com/nizaminz __________________________________ Do you Yahoo!? Yahoo! Mail Address AutoComplete - You start. We finish. http://promotions.yahoo.com/new_mail ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> $9.95 domain names from Yahoo!. Register anything. http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/GEEolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Kampanye open-source Indonesia - http://www.DariWindowsKeLinux.com Solusi canggih, bebas ikatan, dan bebas biaya Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/