Om infobank,

Semoga pembenahannya akan baik buat BUMN ybs dan rakyat Indonesia...
Saya juga ex-bumn, barangkali bisa dibilang ex bumn terbaik di Indonesia...
Juga banyak menghabiskan waktu kerja di pengembangan bisnis Internasional
(dan lokal)...
Yang saya mau tanyakan, darimana dapat doktrin "privatisasi" akan lebih
transparant?
Juga, darimana dapat teori khayalan bahwa "transparansi" adalah selalu lebih
baik?
Coba kita lihat BUMN-BUMN atau perusahaan publik yang menyimpan dananya di
Bank Century...
Pertanyaannya, atas dasar pertimbangan benefit bisnis apa mereka dulu
menyimpan dananya disana?

Kenapa anda tidak membandingkannya dengan BUMN Singapore yang sebahagian
besarnya dikuasai negara?
Bukankan agenda privatisasi justru memperlihatkan "ketidak mampuan
pemerintah" mengatur ?
Kalau banar-benar anda pelajari, dalam berdiri dan beroperasinya BUMN
mendapat begitu banyak "priviledge" dari negara (yang notabene adalah
pemberian asset-asset milik masyarakat banyak)...
Apalagi jika banyak daiantara asset-asset ini yang tidak ikut dihitung dalam
proses penjualannya...
Atas dasar apa asset-asset milik bersama ini kemudian di berikan kepada
"pribadi-pribadi"?

Bagaimana kalau transparansi ditawarkan dimulai dari perbankan dahulu?
Misalnya membuka rekening-rekening pejabat atau para penyedot kekayaan
negara ini?
Atau setidaknya, mengumumkan grafik distibusi rekening para nasabah
berdasarkan segmennya?

Sudahlah, tipu-tipu seperti ini sudah banyak orang yang tahu...
Saya khawatir, orang banyak yang ketipu bisa lebih ganas lagi..

Jika menterinya betul-betul menginginkan bumn bagi kesejahteraan rakyat
Indonesia,
barangkali strateginya banyak yang perlu di perbaiki...
Banyak teman-teman dari BUMN yang cukup piawai untuk bisa membantu beliau...
Dan lebih lama pengalamannya di BUMN dibanding sang menterinya sendiri...

Salam Z

2010/2/11 Infobank infobanknews.com <infobankn...@yahoo.com>

> http://www.infobanknews.com/index.php?mib=mib_news.detail&id=1593
> Tanggal: 11 Februari 2010 - 14:49 WIB
> Sumber: infobanknews.com
>
> Suka tidak suka, kita perlu menyadari bahwa BUMN kita jauh tertinggal.
> Bahkan, dibandingkan dengan BUMN negara lain, khususnya BUMN negeri jiran
> yang dulu belajar dari kita. Riant Nugroho
>
> Mustafa Abubakar, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), memulai
> pekerjaannya dengan prinsip yang patut diapresiasi: transparansi. Sebuah
> konferensi awal tahun Kementerian BUMN dengan tema “Refleksi 2009 dan
> Proyeksi 2010” dihelat pada awal Januari 2010.
>
> Dipaparkan bahwa target BUMN 2010, laba bersih Rp90 triliun, naik dari laba
> (prognosis) 2009 senilai Rp74 triliun, sedangkan pendapatan usaha naik 13%
> dibandingkan dengan 2009 (prognosis) senilai Rp930 triliun menjadi Rp1.050
> triliun.
>
> Menarik pendekatan yang ditawarkan Menneg BUMN, yakni mengurangi jumlah
> BUMN yang merugi, dari 20 BUMN menjadi 10 BUMN (separuhnya). Strategi yang
> ditawarkan, antara lain rightsizing, merger, hingga penyuntikan modal
> antar-BUMN.
>
> Sebelum menilik strategi yang ditawarkan Menneg BUMN tersebut, ada baiknya
> kita menilik BUMN milik negara tetangga. Salah satu yang hendak kita jadikan
> perbandingan adalah Petronas, perusahaan pertambangan minyak bumi dan gas
> alam milik Malaysia, perusahaan yang didirikan dengan belajar dari
> Indonesia.
>
> Fortune edisi Juli 2009 menampilkan 500 perusahaan terbesar dunia. Petronas
> berada pada ranking 80 dengan total revenue dalam rupiah sekitar Rp750
> triliun dan laba sekitar Rp150 triliun.
>
> Dalam hal pendapatan usaha, Petronas “seorang diri” saja sudah 75% dari
> total pendapatan BUMN yang ditargetkan pada 2010. Laba bersih Petronas pun
> lebih besar daripada laba seluruh BUMN yang ditargetkan pada 2010.
>
> Belum lagi dibandingkan dengan Sinopec, “Pertamina”-nya Cina yang pada 2009
> dilaporkan memiliki pendapatan usaha US$207 miliar (setara dengan Rp2.000
> triliun), mendekati aset total BUMN 2009, yaitu Rp2.150 triliun.
>
> Ada tiga pelajaran yang dapat kita petik. Satu, suka atau tidak, kita perlu
> menyadari bahwa BUMN kita jauh tertinggal. Bahkan, dibandingkan dengan BUMN
> negara lain, khususnya BUMN negeri jiran yang dahulu belajar dari kita.
>
> Saya teringat, pada pertemuan chief executive officer (CEO) BUMN di Bali
> pada 2003, seorang pejabat tinggi Petronas diundang sebagai pembicara untuk
> menceritakan kisah suksesnya.
>
> Dengan suara merendah, ia berkata, “Bagaimana saya harus bercerita, karena
> kami dulu diajari oleh Indonesia.” Saya percaya, beliau tidak bermaksud
> menyinggung, apalagi menyakiti. Tapi, di situ saya tetap terpukul malu.
>
> Dua, korporasi tetap korporasi. Jadi, untuk maju tetap relevan melakukan
> benchmarking kepada korporasi lain. Pernah seorang pejabat tinggi BUMN
> berkata, “BUMN Indonesia itu berbeda dengan BUMN di negara lain mana pun.
> Jadi, jangan pernah membuat perbandingan. Tidak ada gunanya.” Mungkin ada
> benarnya.
>
> Namun, tampaknya pelajaran terbaik untuk maju adalah belajar kepada yang
> lebih baik. Benchmarking mencegah kita terbelenggu tempurung keyakinan semu.
>
> Tiga, strategi yang dikemukakan di atas adalah baik. Namun, sesungguhnya
> kita memerlukan lebih dari sekadar strategi tersebut untuk membuat BUMN
> benar-benar menjadi korporasi yang dapat dibanggakan.
>
> Untuk itu, ditawarkan empat strategi. Pertama, reorientasi, yaitu
> sungguh-sungguh mengubah cara pandang tentang BUMN. BUMN adalah korporasi
> atau entitas bisnis, terlepas dari apa pun amanat kebangsaan yang dilekatkan
> kepadanya.
>
> Inti dari reorientasi adalah korporatisasi BUMN. Konsekuensinya, BUMN tidak
> boleh secara sewenang-wenang diintervensi oleh politik dan birokrasi.
>
> Penetapan direksi tidak lagi menjadi mandat tunggal dari kekuasaan politik
> dan birokrasi. Direksi tidak lagi boleh dengan sewenang-wenang dipanggil ke
> Senayan.
>
> Untuk melakukan aksi korporasi, BUMN tidak lagi harus “sowan-sowan” ke
> birokrasi dan menunggu “kebaikan hati” dari birokrasi untuk mengizinkan BUMN
> bersangkutan melakukan aksi korporasinya.
>
> Selama BUMN dianggap sebagai bagian dari politik dan birokrasi, BUMN tetap
> merupakan kepanjangan dari badan usaha milik naon wae. Badan usaha milik
> siapa saja, deh.
>
> Kedua, restrukturisasi, yang dimulai dengan memisahkan BUMN yang profit
> oriented (PO) dan non for profit oriented (NfPO). BUMN PO diarahkan ke
> strategi holdingisasi ke dalam 10-12 superholding.
>
> Teori bisnis klasik: size matter. Baik dalam mencari akses permodalan
> maupun aksi korporasi yang lain. Holding adalah sinergi, dalam hal ini satu
> tambah satu hasilnya lebih dari dua. BUMN yang siap membentuk superholding
> adalah perkebunan dan pupuk.
>
> Ketiga, profitisasi, yaitu menjadikan setiap superholding menjadi entitas
> bisnis yang memberikan laba luar biasa. Jika BUMN sudah menjadi badan usaha
> yang sehat dan memiliki laba yang besar, ia akan memberikan hasil yang
> optimal kepada pemegang saham pada saat diprivatisasi.
>
> Privatisasi adalah langkah keempat yang perlu dilakukan agar BUMN dipaksa
> transparan. Seperti kata pepatah, “transparency is the best disinfectant”.
> Tanpa transparansi, BUMN berpotensi terjebak ke dalam korupsi, kolusi, dan
> nepotisme (KKN).
>
> Privatisasi juga mencegah BUMN untuk dengan sewenang-wenang diintervensi
> politik dan birokrasi karena ada pemegang saham publik yang menjadi
> instrumen pencegahnya.
>
> Pada 2010 Kementerian BUMN dihadapkan pada agenda mempersiapkan suatu
> roadmap berupa strategi pemberdayaan dan pendayagunaan BUMN yang tepat, yang
> lebih dari upaya membangun BUMN, tetapi—dan ini untuk ke sekian
> kalinya—melakukan turn around.
>
> Tahun ini adalah pertaruhan apakah lima tahun ke depan kita akan memiliki
> BUMN yang world class corporation atau sekadar BUMN yang mampu memberikan
> pendapatan, laba, dan dividen yang lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya.
>
>
> Penulis adalah Direktur Institute for Policy Reform, pekerja pada BUMN
> Executive Club. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>  
>


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com
http://capresindonesia.wordpress.com
http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com 
    ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke