Setelah mengikuti kampanye, debat capres, program kerja, ngobrol sama tetangga, teman, keluarga dan lain sebagainya, rasanya kurang pas kalau belum sampai bisa memperkirakan apa yang akan dilakukan di hari Pemilu nanti.
Beginilah kira-kira yang mungkin terjadi di hari Pemilu nanti: Bismillah, pagi-pagi sambil sarapan nasi goreng diiringi minum teh panas seduh Sosro, hati ini telah mantap untuk memberikan suara pada pengusung paham ekonomi kerakyatan. Sudah saatnya Indonesia sanggup untuk memberdayakan kemampuan masyarakat semaksimal mungkin untuk membiayai kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya. Kaum petani dan nelayan diberi kesempatan yang sama untuk menjadi motor penggerak pembangunan dengan para pekerja industri lainnya. Kekayaan alam digunakan dan diexploitasi semaksimal mungkin untuk kepentingan negara sendiri daripada untuk kepentingan luar. Pemerintah memberikan jaminan sosial untuk akses kesehatan disertai dengan akses pendidikan yang terjangkau. Pengusaha rambut hitam diberi kepercayaan lebih banyak dalam mengekpoitasi tambang dan minyak daripada pengusaha rambut pirang. Sebuah paham yang indah agar tidak terjadi tikus mati di lumbung padi. Tapi sayang, pengusungnya telah melakukan hal-hal yang bertolak belakang di masa lalu. Bersikap anti BLT dan melakukan liberalisasi kampus membuat dahi berkernyit. Privatisasi BUMN terasa pahit untuk ditelan sampai sekarang. Alhamdulillah, di dalam kereta ketika menuju tempat pencoblosan, hati ini ganti haluan layaknya pergantian motor ekonomi dunia yang telah berubah. BRIC (Brasil, Russia, India, China) adalah sebuah kekuatan ekonomi baru. Dengan apa yang dimiliki saat ini, lambat laun Indonesia pun diperkiraan akan menjadi kekuatan tambahan. Untuk mencapai ke arah sana diperlukan kesabaran, tapi tentunya jika bisa lebih cepat maka itu lebih baik. Ide-ide segar sering keluar dari pemikirannya. Seorang pengusaha yang telah sukses baik dalam memimpin perusahaannya dan konon sukses dalam memimpin keluarga untuk berbusana sesuai agamanya. Dengan pengalaman yang dimilikinya, ada harapan akan muncul lebih banyak lagi pengusaha-pengusaha rambut hitam yang selama ini seringkali disingkirkan. Tapi sayang, yang mencalonkannya adalah lawan dari era reformasi dan trauma itu masih tertanam dalam sanuk bari. Astagfirullah, ketika sabar antri menunggu panggilan untuk masuk ke bilik pemilihan, pikiran pun berubah lagi. Rasanya lanjutkanlah lebih realistis. Neoliberalisme itu enak dianut dan perlu. Sifat neoliberalisme yang muncul dikarenakan kegagalan ekonomi kerakyatan dalam menghancurkan korupsi. Sehingga segala sesuatu yang datang dari luar adalah sempurna, lebih maju, lebih rapi, lebih teliti, lebih bersih dan lebih-lebih lainnya. Kekayaan alam, tambang dan minyak adalah kawasan khusus untuk rambut pirang. Blok Cepu dilepas dibawah tekanan langsung. Tak ada jaminan sosial, layanaan buruk RS berimbas tuntutan hukum terhadap pasien. Fasilitas pendidikan semakin jauh dari jangkauan. Orang-orang berpendidikan memimpikan terus untuk bekerja di perusahaan tambang, minyak dan gas asing walaupun tersadar akan dosa bahwa yang dihasilkan tidak memberikan manfaat besar bagi kemakmuran rakyat lainnya. Sebuah dosa yang akhirnya cukup dihapuskan oleh gerakan zakat, infaq, shodaqoh. Menyedihkan tapi begitulah kodrat hidup manusia yang lemah. Inna lillahi wa inna ilayhi raji'oun, setelah menunggu lama, pada akhirnya harus menghadapi kenyataan pahit. Nama tidak tercantum dalam daftar pemilihan tetap. Hak pilih dicabut begitu saja tanpa alasan yang jelas. Kecewa, marah, kesal bercampur aduk akan penyelenggaran pemilu yang sangat buruk. Kalau di perkotaan seburuk begini apalagi di perkampungan. GOLPUT karena tidak ada yang pantas dipilih sudah terasa mengesalkan, tapi GOLPUT dikarenakan hak suara dicabut terasa lebih menyakitkan! Karena GOLPUT yang terindah adalah dengan memberikan sanction vote (suksesi setiap pemilu). Namun demikian, PEMILU adalah sebuah pesta demokrasi rakyat. Layaknya dalam sebuah pesta, kesedihan dan kekecewaan sudah seharusnya disingkirkan. Kegembiraan diiringi kesabaran dalam merayakannya jauh lebih layak dikedepankan tanpa terpengaruhi oleh hasilnya maupun segala kekurangannya. Karena pada dasarnya rakyat Indonesia memiliki jati diri yang sangat unik yaitu mencintai kedamaian dengan penuh senyuman. Wallahualam bi shawab. Win’K [Non-text portions of this message have been removed]