Satu lagi, dan lagi, dan lagi, nyawa anak bangsa ini hilang bagaikan tdk berharga. Sudah lama kiranya kita melihat, betapa tidak berharganya banyak nyawa, apalagi satu nyawa di negeri yg di pelajaran sejarah ditulis, negeri mah ripah loh jinawai, subur makmur, ijo royo dst, Bagai mati di lumbung beras, kata pepatah. Bagaimana dg anajk terlantar, fakir miskin, janda, jompo menjadi tg jawab negara. Apa dan dimanakah negara itu? Rakyat adalah pewaris bangsa- apa yang diwarisi?
Kontras dengan kasus Corby- warga aussie yg dihukum 20th karena 4 kg ganja, ini mati2an dibela pemerintahannya- KBRI di aussie diteror- pemerintah aussie minta corby dipenjara saja di sana, dst- di satu sisi alangkah nyaman menjadi warga aussie, atau warga kebanyakan negara lain yg benar2 memanusiakan manusia. ------------------- Salemba, Warta Kota PEJABAT Jakarta seperti ditampar. Seorang warganya harus menggendong mayat anaknya karena tak mampu sewa mobil jenazah. Penumpang kereta rel listrik (KRL) jurusan Jakarta ? Bogor pun geger Minggu (5/6). Sebab, mereka tahu bahwa seorang pemulung bernama Supriono (38 thn) tengah menggendong mayat anak, Khaerunisa (3 thn). Supriono akan memakamkan si kecil di Kampung Kramat, Bogor dengan menggunakan jasa KRL. Tapi di Stasiun Tebet, Supriono dipaksa turun dari kereta, lantas dibawa ke kantor polisi karena dicurigai si anak adalah korban kejahatan. Tapi di kantor polisi, Supriono mengatakan si anak tewas karena penyakit muntaber. Polisi belum langsung percaya dan memaksa Supriono membawa jenazah itu ke RSCM untuk diautopsi. Di RSCM, Supriono menjelaskan bahwa Khaerunisa sudah empat hari terserang muntaber. Dia sudah membawa Khaerunisa untuk berobat ke Puskesmas Kecamatan Setiabudi. "Saya hanya sekali bawa Khaerunisa ke puskesmas, saya tidak punya uang untuk membawanya lagi ke puskesmas, meski biaya hanya Rp 4.000,- saya hanya pemulung kardus, gelas dan botol plastik yang penghasilannya hanya Rp 10.000,- per hari". Ujar bapak 2 anak yang mengaku tinggal di kolong perlintasan rel KA di Cikini itu. Supriono hanya bisa berharap Khaerunisa sembuh dengan sendirinya. Selama sakit Khaerunisa terkadang masih mengikuti ayah dan kakaknya, Muriski Saleh (6 thn), untuk memulung kardus di Manggarai hingga Salemba, meski hanya terbaring digerobak ayahnya. Karena tidak kuasa melawan penyakitnya, akhirnya Khaerunisa menghembuskan nafas terakhirnya pada Minggu (5/6) pukul 07.00. Khaerunisa meninggal di depan sang ayah, dengan terbaring di dalam gerobak yang kotor itu, di sela-sela kardus yang bau. Tak ada siapa-siapa, kecuali sang bapak dan kakaknya. Supriono dan Muriski termangu. Uang di saku tinggal Rp 6.000,- tak mungkin cukup beli kain kafan untuk membungkus mayat si kecil dengan layak, apalagi sampai harus menyewa ambulans. Khaerunisa masih terbaring di gerobak. Supriono mengajak Musriki berjalan menyorong gerobak berisikan mayat itu dari Manggarai hingga ke Stasiun Tebet, Supriono berniat menguburkan anaknya di kampong pemulung di Kramat, Bogor. Ia berharap di sana mendapatkan bantuan dari sesama pemulung. Pukul 10.00 yang mulai terik, gerobak mayat itu tiba di Stasiun Tebet. Yang tersisa hanyalah sarung kucel yang kemudian dipakai membungkus jenazah si kecil. Kepala mayat anak yang dicinta itu dibiarkan terbuka, biar orang tak tahu kalau Khaerunisa sudah menghadap Sang Khalik. Dengan menggandeng si sulung yang berusia 6 thn, Supriono menggendong Khaerunisa menuju stasiun. Ketika KRL jurusan Bogor datang, tiba-tiba seorang pedagang menghampiri Supriono dan menanyakan anaknya. Lalu dijelaskan oleh Supriono bahwa anaknya telah meninggal dan akan dibawa ke Bogor spontan penumpang KRL yang mendengar penjelasan Supriono langsung berkerumun dan Supriono langsung dibawa ke kantor polisi Tebet. Polisi menyuruh agar Supriono membawa anaknya ke RSCM dengan menumpang ambulans hitam. Supriono ngotot meminta agar mayat anaknya bisa segera dimakamkan. Tapi dia hanya bisa tersandar di tembok ketika menantikan surat permintaan pulang dari RSCM. Sambil memandangi mayat Khaerunisa yang terbujur kaku. Hingga saat itu Muriski sang kakak yang belum mengerti kalau adiknya telah meninggal masih terus bermain sambil sesekali memegang tubuh adiknya. Pukul 16.00, akhirnya petugas RSCM mengeluarkan surat tersebut, lagi-lagi Karen atidak punya uang untuk menyewa ambulans, Supriono harus berjalan kaki menggendong mayat Khaerunisa dengan kain sarung sambil menggandeng tangan Muriski. Beberapa warga yang iba memberikan uang sekadarnya untuk ongkos perjalanan ke Bogor. Para pedagang di RSCM juga memberikan air minum kemasan untuk bekal Supriono dan Muriski di perjalanan. Psikolog Sartono Mukadis menangis mendengar cerita ini dan mengaku benar-benar terpukul dengan peristiwa yang sangat tragis tersebut karena masyarakat dan aparat pemerintah saat ini sudah tidak lagi perduli terhadap sesama. "Peristiwa itu adalah dosa masyarakat yang seharusnya kita bertanggung jawab untuk mengurus jenazah Khaerunisa. Jangan bilang keluarga Supriono tidak memiliki KTP atau KK atau bahkan tempat tinggal dan alamat tetap. Ini merupakan tamparan untuk bangsa Indonesia", ujarnya. Koordinator Urban Poor Consortium, Wardah Hafidz, mengatakan peristiwa itu seharusnya tidak terjadi jika pemerintah memberikan pelayanan kesehatan bagi orang yang tidak mampu. Yang terjadi selama ini, pemerintah hanya memerangi kemiskinan, tidak mengurusi orang miskin kata Wardah. > ---------- > From: A Nizami[SMTP:[EMAIL PROTECTED] > Reply To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com > Sent: 07 Juni 2005 15:30 > To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com; ppiindia@yahoogroups.com; lisi; > sabili; yisc_al-azhar > Subject: [ekonomi-nasional] Akibat Privatisasi: Pemulung Bawa Mayat > Anaknya > > Sedih juga melihat sebagian rakyat kita yang miskin > mati karena busung lapar atau karena tidak mendapat > layanan kesehatan seperti cerita di bawah ini. > > Menurut saya, ini tak lebih karena sistem ekonomi yang > memanjakan kelompok konglomerat dan Multi Nasional > Company, terutama untuk sektor publik dan > pertambangan. Akibatnya, keuntungan perusahaan dari > eksploitasi kekayaan alam kita yang seharusnya masuk > ke kas negara untuk memakmurkan rakyat, jatuh ke > segelintir konglomerat dan pengusaha asing. > > Sebagai contoh, blok minyak Cepu yang dikabarkan punya > cadangan migas senilai 2 milyar barrel atau sekitar Rp > 1000 trilyun, diserahkan ke perusahaan asing. > > Lebih dari 60 trilyun rupiah diberikan setiap tahun ke > kapitalis lewat bunga SBI/Obligasi negara serta para > spekulan valas untuk "menstabilkan" nilai rupiah > karena sistem "floating rate". > > Pelayanan kesehatan atau usaha mensejahterakan rakyat? > Urutan ke berapa ya? > > PEMULUNG NAIK KRL BAWA MAYAT ANAK DIAMANKAN POLISI > > > - TEBET - Seorang pemulung panik karena tidak punya > uang sewa ambulans untuk mengubur jenazah anak > perempuannya yang meninggal karena muntaber. Ia nekat > membopong mayat balitanya untuk > dimakamkan di Bogor dengan menumpang KRL di Stasiun > Tebet Jakarta Selatan, pemulung itu diamankan ke > kantor polisi, Minggu siang. > > Kisah mengharukan ini menimpa Supriono,38, bapak dua > anak. Putri bungsunya yang meninggal dunia pada Minggu > pagi (5/6) bernama Nur Khoirun Nisa, berusia 3 tahun > 2bulan. Melihat anak kesayangannya meninggal, pria > yang biasa mencari barang bekas di kawasan Menteng, > Jakarta Pusat, menjadi sedih. Supriono pun nekat > membawa jenazah putrinya untuk dimakamkan didekat > rumah temannya di Bogor, tetapi menyewa ambulans atau > mobil untuk membawa mereka ke Bogor, juga butuh biaya > yang tidak sedikit. > > Bersama Nurizki Saleh,6, anak pertamanya, ia > memutuskan pergi ke stasiun KA Tebet dengan tujuan > Bogor. Tubuh kaku Nur Khoirun Nisa yang memakai kaos > bergambar Dora diselimuti lalu digendong pakai kain. > Di Stasiun Tebet, calon penumpang yang saat itu sedang > menunggu kedatangan kereta api tidak menaruh rasa > curiga terhadap Supriono. Heboh pun muncul saat > seorang pedagang teh botol yang hendak naik kereta api > secara tak sengaja melihat wajah Nur Khoirin Nisa > dibalik gendongan kain. > > Anak bapak sakit kok ditutupin pakai kain, kata > penjual teh botol. Dengan polosnya, Supriono mengaku > kalau anaknya sudah meninggal. Mendengar jawaban itu, > pedagang teh botol kaget dan ia langsung berteriak > mayat, ada orang membawa mayat, dalam waktu singkat, > puluhan calon penumpang di Stasiun KA Tebet pun geger. > > > Seorang warga menghubungi Polsek Tebet, Supriono yang > merasa dirinya tidak bersalah akhirnya dimintai > keterangan di Polsek Tebet. kepada petugas, duda yang > megaku mendapat penghasilan Rp.10.000 per hari dari > usahanya memungut barang bekas itu berterus terang > bahwa anaknya meninggal karena muntah berak. Tapi saya > tidak punya uang untuk menguburnya. Jenazah anak saya > mau dimakamkan di Bogor, kata Supriono. > > Dijumpai di RSCM, pria in menambahkan, kedua anaknya > itu merupakan buah pernikahan dengan Turiyem. Karena > tidak kuat hidup miskin, Turiyem mengajukan cerai. > Anak-anak ikut sama Supriono. Takdir rupanya > berkehendak lain, putri pertamanya meninggal akibat > sakit. > > http://www.poskota.co.id/poskota/headline_contents.asp?id=5295&file=index > > Bacalah artikel tentang Islam di: > http://www.nizami.org > > > > __________________________________ > Discover Yahoo! > Use Yahoo! to plan a weekend, have fun online and more. Check it out! > http://discover.yahoo.com/ > > > > Bantu Aceh! Klik: > http://www.pusatkrisisaceh.or.id > Yahoo! Groups Links > > > > > > > ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> In low income neighborhoods, 84% do not own computers. At Network for Good, help bridge the Digital Divide! http://us.click.yahoo.com/EpW3eD/3MnJAA/cosFAA/GEEolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Bantu Aceh! Klik: http://www.pusatkrisisaceh.or.id Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/