http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0707/26/telkom/3713029.htm
Kamis, 26 Juli 2007 Layanan Pseudo-SMS Premium M Said Sutomo Para konsumen jangan gede rasa dulu jika mendengar pepatah berbunyi "pembeli adalah raja" atau buyer is king dari pelaku usaha. Kondisi normatif ini bisa melekat pada diri konsumen jika nalar bisnis berjalan atas dasar "butuh sama butuh", antara pelaku usaha dan konsumen dalam suasana harmonis, tidak ada tekanan pada nilai tukar mata uang, tidak ada sistem yang memaksa konsumen untuk menggunakan produk barang/jasa tertentu, dan tidak ada pembodohan atas nama bisnis. Akan tetapi, semuanya itu justru terbalik. Saler is king! Penjual adalah raja. Penjual menentukan dan mempermainkan harga. Pelaku usaha mampu memanipulasi kesadaran konsumen. Melalui iklan atau promosi, konsumen kehilangan kendali psikologisnya antara kebutuhan dan keinginan. Berbekal kekuasaan dan kecanggihan teknologi, pelaku usaha memasarkan produk barang/jasanya dengan segala macam cara. Praktik semacam itu bisa dilihat dan dirasakan dari iklan layanan pesan singkat (SMS) premium. Iklan REG-nya ditulis huruf besar, tetapi UNREG-nya ditulis huruf kecil nyaris tidak terbaca (bahkan ada yang tidak mencantumkan). Aplikasi REG-nya mudah, tetapi aplikasi UNREG-nya sulit. Akibatnya, pulsa telepon seluler atau FWA (fixed wireless access) konsumen terus berkurang bersamaan dengan masuknya pseudo-SMS premium yang tidak dikehendaki itu. Bahkan, kita selaku konsumen jasa telekomunikasi selalu dikejutkan oleh pancingan pseudo-SMS yang terus nyelonong berkali-kali. Entah itu berupa penawaran aplikasi ringtone, kuis SMS berhadiah, humor, zodiak, doa-doa religi atau lainnya yang diselenggarakan penyedia isi (content provider) yang tidak jelas profil perusahaannya. Apalagi pseudo-SMS gebyar hadiah yang mengatasnamakan dari operator tertentu. Menurut catatan detikINET, (19/2/2007), layanan SMS premium itu telah memberikan kontribusi di setiap operator telekomunikasi rata-rata 15-20 persen dari pendapatannya. Para operator yang ada saat ini, antara lain, adalah Telkom, TelkomSel, Indosat, Excelcomindo Pratama, Indonesian Mobile Content Association (IMOCA), Indonesia Telecomunication Users Group (IDTUG), dan Bakrie Telecom, sedangkan konsumen yang jadi korban pseudo-SMS gebyar hadiah sudah tidak terhitung jumlahnya. Misi jasa telekomunikasi. Praktik bisnis kemitraan dari penyedia isi SMS premium dengan operator telekomunikasi itu telah menyimpang dari misi penyelenggaraannya. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UUT) Pasal 2 menegaskan: "Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri". Pasal 20 dipertegas lagi: "Setiap penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan prioritas untuk pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi penting yang menyangkut: a. keamanan negara, b. keselamatan jiwa manusia dan harta benda, c. bencana alam; d. marabahaya, dan atau e. wabah penyakit". Ironisnya, dengan adanya bencana alam secara beruntun yang menimpa negeri kita akhir-akhir ini, tidak ada satu pun layanan informasi peringatan dini—semacam SMS antibencana—yang secara kreatif berasal dari penyelenggara jasa telekomunikasi. Justru penyaluran dan penyampaian pseudo-SMS semakin marak menyebar menawarkan aplikasi SMS premium yang sama sekali tidak mengandung asas manfaat, keamanan, dan keselamatan manusia yang terus gencar hingga mengganggu kenyamanan konsumen berkomunikasi. Jika Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) saat ini sedang menggodok Rancangan Keputusan Dirjen (keputusan dirjen) tentang Penyelenggaraan SMS, maka sebelum rancangan keputusan dirjen itu ditetapkan sebagai regulasi, BRTI harus menyerap aspirasi dari konsumen telekomunikasi, jangan hanya menyerap kepentingan operator dan penyedia isinya saja. Ini mengingat Pasal 21 UUT menyatakan: Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum. Kita perlu khawatir karena pada umumnya peraturan yang telah ditetapkan selama ini lebih mendahulukan kepentingan pemerintah dan pelaku usaha dengan memperkecil beban, kewajiban, dan tanggung jawab hukumnya daripada kepentingan untuk melindungi konsumen. Oleh karena itu, rancangan keputusan dirjen itu harus memuat tiga bidang hukum yang memberikan perlindungan secara umum bagi konsumen jasa telekomunikasi, yaitu bidang hukum perdata, pidana, dan administrasi, agar penyelenggara telekomunikasi di negeri kita ini tidak menyimpang dari misi sebenarnya. Karena apa? Karena BRTI pernah mengeluarkan surat kepada seluruh operator pada 28 September 2007 untuk memblokir sementara layanan SMS premium dengan nomor singkat 9700 milik PT Semesta Tirta Antara Raya (STAR). Ini karena PT STAR telah memotong langsung pulsa konsumen penerima SMS dari nomor 9700 sebesar Rp 4650 meski konsumen tidak melakukan registrasi. Layanan SMS premium ini telah melanggar PM No 24/2005 Pasal 5 tentang Fitur Berbayar. PT STAR melakukan registrasi serta memotong pulsa telepon seluler atau FWA konsumen secara otomatis. Anehnya, BRTI membuka lagi blokir layanan SMS premium dengan nomor singkat 9700 milik PT STAR yang sempat dihentikan itu hingga beroperasi kembali sejak 1 November 2006 meski dengan syarat. Seharusnya, BRTI memberikan tindakan hukum terhadap manajemen PT STAR terlebih dahulu demi melindungi kepentingan konsumen yang telah dirugikan sebelum mengizinkan beroperasi lagi. Bahkan, jika ketetapan hukum pidananya bisa dilaksanakan, sanksi administrasinya adalah izin opersionalnya bisa dicabut. Ini mengingat praktik bisnis semacam itu bisa diancam hukuman pidana karena mengambil hak orang lain tanpa seizin pemiliknya, sama dengan pencurian. Menurut ketentuan yang ada, dalam registrasi fitur berbayar seharusnya konsumen yang melakukannya, bukan PT STAR. Kontrol prapasar Menurut Hans W Micklitz (2001), pakar hukum Jerman, dalam perlindungan konsumen secara garis besar dapat ditempuh dua model. Pertama, kebijakan yang bersifat komplementer, yaitu kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi yang memadai kepada konsumen (hak atas informasi). Kedua, kebijakan kompensatoris, yaitu kebijakan yang berisikan perlindungan terhadap kepentingan ekonomi (hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan). Dalam pelbagai kasus, konsumen tidak cukup dilindungi hanya berdasarkan kebijakan komplementer (memberikan informasi), tetapi juga harus dintindaklanjuti dengan kebijakan kompensatoris (menekan risiko yang harus ditanggung konsumen). Misalnya dengan mencegah produk barang/jasa berbahaya/menyesatkan agar tidak dipasarkan sebelum dinyatakan lulus pengujian/pemeriksaan oleh suatu lembaga perizinan pemerintah. Hal ini oleh Hans W Micklitz disebut kontrol prapasar. Selain harus ditinjau dari bidang-bidang hukum yang mengatur perihal perlindungan secara umum (perdata, pidana, dan administrasi), dua macam kebijakan umum (komplemeter dan kompensatoris) itu juga harus ditinjau dari prinsip-prinsip pengaturan di bidang perlindungan konsumen. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) disebutkan lima prinsip pengaturan perlindungan konsumen yang semisi dengan UUT, yaitu asas manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum. Dalam perspektif hukum perlindungan konsumen, rancangan keputusan dirjen yang nantinya akan menjadi regulasi penyelenggaraan SMS harus mengandung prinsip-prinsip yang berlaku dalam bidang hukum seperti itu pada umumnya. Karena prinsip-prinsip itu bukan sesuatu yang khas bagi "hukum perlindungan konsumen", tetapi juga diterapkan dalam banyak area hukum lain. Prinsip-prinsip itu ada yang masih berlaku sampai sekarang, tetapi ada pula yang ditinggalkan seiring dengan tuntutan kesadaran hukum masyarakat yang terus meningkat. Dengan demikian, produk jasa telekomunikasi ke depan, terutama pseudo-SMS dan fitur layanan SMS premium, dapat dikontrol sejak dari hulu (prapasar); tidak hanya di hilir (pasar) setelah kebohongannya menelan banyak korban. M Said Sutomo Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen, Jawa Timur ===================================================== Pojok Milis Komunitas FPK: 1.Milis komunitas FPK dibuat dan diurus oleh pembaca setia KOMPAS 2.Topik bahasan disarankan bersumber dari KOMPAS dan KOMPAS On-Line (KCM) 3.Moderator berhak mengedit/menolak E-mail sebelum diteruskan ke anggota 4.Kontak moderator E-mail: [EMAIL PROTECTED] 5.Untuk bergabung: [EMAIL PROTECTED] KOMPAS LINTAS GENERASI ===================================================== Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/