Tidak Masuk Akal jika Seorang Nelayan Mampu Membeli Tanah Senilai Rp 1
Miliar
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0706/28/utama/3633096.htm
======================


Jakarta, Antara - Departemen Kelautan dan Perikanan menemukan indikasi
terjadinya praktik jual beli Pulau Bawah di perairan selatan Kabupaten
Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, kepada pihak asing asal Malaysia dan
Australia senilai Rp 1 miliar.

Direktur Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan
Perikanan (P2SDKP) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Ardius
Zainuddin di Jakarta, Rabu (27/6), mengatakan hal itu berdasarkan
hasil operasi pengawasan dan pengendalian P2SDKP pada 25 Mei-1 Juni
2007 di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Ia juga mendapatkan laporan
dari warga serta bukti berkas akta tanah dari notaris Tanjung Pinang
Kepri, yang sudah dilegalisasi kepemilikannya oleh aparat Desa Kiabu
dan Kecamatan Siantan.

Namun, katanya, dari berkas akta-akta itu ada kejanggalan yang tidak
masuk akal, yakni kepemilikan akta tanah atau kebun itu atas nama
warga asli yang berstatus sebagai nelayan.

"Sepertinya tidak masuk akal jika seorang nelayan mampu membeli tanah
senilai Rp 1 miliar. Kuat dugaan praktik jual-beli pulau tersebut
mengarah kepada pembeli atau pemilik modal warga negara asing
(Malaysia atau Australia) di belakang nama pembeli warga negara
Indonesia yang relatif tidak masuk akal mampu membeli tanah kebun
ataupun pulau tersebut dengan nilai sebesar itu," ujarnya.

Ardius mengatakan, meski di Pulau Bawah belum terlihat adanya kegiatan
pembangunan sarana dan prasarana, di pulau tersebut sudah tampak
adanya satu tiang ukur setinggi satu meter dan terdapat dermaga.

Kemudian, lanjutnya, secara rutin sudah sering turis-turis asing
mengunjungi pulau itu, tetapi belum diketahui apa tujuan dari
kunjungan itu.

Dengan adanya indikasi praktik jual-beli pulau secara ilegal, Direktur
Jenderal P2SDKP telah mengirimkan dua tim yang didukung kapal pengawas
perikanan KP Hiu 010 untuk melakukan pemantauan dan pengawasan secara
rutin.

Hal itu, tambahnya, untuk menghindari adanya praktik negatif terhadap
kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan.

"Meski penyelidikan ini belum final mengenai apakah pulau tersebut
benar-benar telah diperjualbelikan kepada pihak asing, kapal pengawas
harus memantau setiap kegiatan yang berlangsung di pulau tersebut,"
ujar Ardius.

Menurut Ardius, hal itu dilakukan untuk menghindari berlangsungnya
praktik-praktik ilegal, misalnya pengerukan pasir seperti dilakukan di
Pulau Nipah.



Kirim email ke