pada tahun 1980-an awal ketika saya bekerja untuk sebuah penerbitan dan 
distributor buku di solo-yogyakarta, mengharuskan saya untuk berkeliling ke 
berbagai kota di jawa khususnya, bali dan sumatera. 
untuk perjalanan di jawa, disamping naik bis antar kota, juga saya banyak 
menggunakan jasa kereta api; dan sesekali kendaraan perusahaan dengan sopir pak 
sumadi.
pada sekitar tahun yang sama untuk jurusan surabaya-bandung-surabaya (melintasi 
madiun, solo-yogyakarta-purwokerto-tasikmalaya) ada jenis kereta 'mutiara 
selatan', sebuah nama yang indah, sarana transportasi yang bagus, bersih dan 
dengan ketepatan waktu yang lumayan baik. hampir dua dekade sebelumnya ada 
kereta yang lebih mewah, 'bima' (biru malam) jurusan jakarta-surabaya-jakarta. 
('bima' bankrut tahun 1990-an, hampir bersamaan dengan kebangkrutan 'mutiara 
selatan').
hampir setiap bulan saya menuju bandung dari solo atau yogya, dan dari bandung 
kembali ke solo-yogya atau langsung ke surabaya. perjalanan itu rasanya membuat 
saya bisa menikmati tidur yang lumayan nyenyak, ketimbang di dalam bis yang 
selalu penuh dengan guncangan karena adu kecepatan yang membuat jantung selalu 
berdebar.
'mutiara selatan' pada waktu itu bukan hanya memberikan kenyamanan yang bisa 
saya nikmati. tapi juga ada sosok yang selalu membuat saya kangen untuk 
bertemu, kongko diĀ  restorasi diantara seruputan kopi pahit, dengan bumbu 
senyum seorang bapak yang ramah
yang pernah dengan bangga menceritakan pada waktu muda sebagai kondektur magang 
menjabat tangan bung karno dalam perjalanan yogyakarta-jakarta ditahun 1950-an.
itulah sekilas cerita yang disampaikan kepada saya oleh pak nasrun, sosok 
tinggi kurus, tatapan mata yang ramah dan senyum yang personal mendahului 
kata-katanya atau elusan tangan yang lembut di kepala seorang anak di dalam 
bordes kereta, dan menyapa, apa kabar, bagaimana keluarga, mau turun di mana, 
dan lalu pak nasrun mencatat di sebuah buku, dan melangkah ke kursi lain sambil 
menyilakan kepada penumpang untuk menikmati perjalanan, dan jika ada sesuatu 
silahkan hubungi dia di restorasi.
pak nasrun yang pensiunan pegawai dka (dinas kereta api) dan melanjutkan karir 
yang sama di perusahaan swasta yang mengelola 'mutiara selatan'. 
pak nasrun, sepanjang ingatan saya sebagai pejalan dan pengguna jasa kereta 
api, mungkin satu-satunya kondektur kereta api yang selalu mendatangi 
penumpang, membangunkannya ketika 'mutiara selatan' akan berhenti di sebuah 
stasiun tujuan, dan mengantarkan penumpang sampai di pintu, dan menyampaikan 
ucapan selamat jalan, sampai bertemu.
mungkin tak ada sesuatu yang istimewa untuk ucapan atau kata-kata yang 
disampaikan oleh pak nasrun. di dalam pendidikan manajemen atau pemasaran dan 
sekolah kepribadian begitu jelas diberikan pelajaran bagaimana melayani 
konsumen. tapi, pak nasrun bukanlah lulusan sekolah atau lembaga pendidikan 
produk ideologi pembangunan di mana keramahtamahan bersifat profesional dan 
teknis, dan bukan personal. 
kesan dan pengalaman saya bertemu berulangkali dengan pak nasrun yang pernah 
ditulis oleh naning indratni (jurnalis sinar harapan, dan lalu suara 
pembaharuan), rasanya apa yang dilakukan oleh pak nasrun terasa seperti datang 
dari 'inner space', dari kedalaman, dari sanubari.
sekarang begitu banyak lembaga pendidikan manajemen dan kepribadian, dan jenis 
kereta dengan kelas sosial yang bisa menggetarkan perasaan dengan penabalan 
'eksekutif', seperti juga diberbagai sarana transportasi lainnya. tapi, sudah 
lama saya tak menjumpai pak nasrun. semoga berada di manapun mendapatkan 
ketenteraman.
halim hd.





      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke