Oleh JOS DANIEL PARERA
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0801/04/utama/4101617.htm
======================

Setiap kali terjadi penggantian rezim yang berkuasa, terjadi pula
penambahan atau perubahan departemen dengan nama yang menurut
penguasa/pemerintah/kabinet cocok dengan misi yang diemban oleh
departemen dan menterinya.

Berdasarkan catatan saya, bapak-bapak bangsa telah memberikan nama
departemen atau kementerian yang cocok dan dekat kepada masyarakat dan
rakyat Indonesia. Misalnya, Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam
Negeri, Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, Departemen
Penerangan, Departemen Pertambangan, Departemen Perburuhan, dan
sebagainya. Nama-nama departemen tersebut memang mudah dimengerti oleh
rakyat dan mudah dihafalkan oleh para siswa. Akan tetapi, dalam
perjalanan waktu dan perubahan kabinet terdapat beberapa nama
departemen yang berubah.

Nama Departemen Perburuhan pada zaman Orde Lama telah diganti dengan
nama Departemen Tenaga Kerja, lalu Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Menurut saya, nama Departemen Tenaga Kerja merendah
derajat manusia Indonesia. Tenaga kerja di sana merujuk kepada
manusia. Seorang manusia Indonesia hanya dinilai dari tenaganya. Ia
disamakan dengan tenaga listrik, tenaga uap, tenaga kuda, tenaga air,
dan tenaga nuklir. Lahirlah tenaga kerja Indonesia (TKI) dan bukan
manusia Indonesia. Pantas manusia Indonesia dihargai di luar negeri
hanya karena ia menjual tenaganya. Akan tetapi, di dalam negeri
terdapat organisasi buruh dan bukan tenaga kerja. Jika ada demonstrasi
buruh ke Depnaker, Depnaker kurang tanggap karena Depnaker bukan
mengurusi buruh, melainkan mengurusi tenaga kerja. "Masih punya tenaga
atau tidak?" itulah mungkin pikiran para pejabat Depnaker. Mengapa
tidak dikembalikan saja ke nama Departemen Perburuhan?

Departemen Pertambangan berubah nama dengan Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral. Di sana terdapat dua kata serapan yang belum
dekat dengan rakyat dan terasa asing: energi dan mineral. Kiranya
energi dan mineral merupakan uraian kerja dari pertambangan. Makna
atasannya adalah pertambangan. Mudah dipahami oleh rakyat dan dekat
dengan rakyat.

Inilah nama departemen kecongkakan. Departemen Penerangan diganti
dengan nama Departemen Komunikasi dan Informatika alias Depkominfo.
Nama ini memang mentereng dan elitis, tetapi jauh dari daya tangkap
masyarakat atau rakyat, sulit dihafal dan dimengerti oleh siswa.
Mungkin departemen ini bukan untuk rakyat. Lalu, apa yang terjadi?
Lahirlah Direktorat Jenderal Sistem Komunikasi Diseminasi Informatika.
Rakyat pasti bertanya-tanya apa arti semua itu. Jika kabar bahwa
presiden RI menginginkan Depkominfo menjadi juru bicara negara benar,
maka sebaiknya nama departemen tersebut dikembalikan saja ke nama
Departemen Penerangan.

JOS DANIEL PARERA Munsyi



Kirim email ke