Siaran Pers Bakornas LKBHMI PB-HMI

  NEGARA TAKUT MENGHUKUM SOEHARTO
   
  Upaya memaafkan Soeharto kian memanas sepekan ini. Segala manuver politik dan 
kecedrungan permainan hukum pun kerap dilakukan oleh Pemerintah. Namun, rekaman 
jelas Soeharto tahun 1998 soal beberapa yayasan yang ditengarai kekayaan Negara 
yang ditengarai dikeruk Soeharto beserta keluarganya, masih jelas teringat. 
   
  Upaya permainan ‘hukum’ yang dilakukan Pemerintah, kian menyiratkan persoalan 
penting dalam upaya reformasi hukum (legal reform) di Negeri ini, yakni tentang 
perlakuan istimewa terhadap Soeharto, ditengah ketidakadilan dan pelanggaran 
HAM yang diperbuat olehnya selama 32 tahun menjabat sebagai Presiden. Luka 
rakyat ini justru semakin diperdalam dengan adanya inisiatif memaafkan soeharto 
dan menghentikan proses hukumnya.
   
  Berdasarkan hal tersebut, Badan Koordinasi Nasional Lembaga Konsultasi dan 
Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (Bakornas LKBHMI) melihat, Pertama, Indonesia 
selama kepemimpinan Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati, tidak pernah 
melakukan tindakan serius untuk secara khusus menangani kasus Soeharto selama 
hampir 10 tahun sejak 1998.. Hal ini menunjukkan ketidakberdayaan mereka dalam 
menhadapi Soeharto.
   
  Kedua, dibawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia kembali 
membuat manuver perang untuk menggempur Soeharto. Dengan menggunakan strategi 
yang sedikit berbeda, SBY memimpin pasukannya mengambil jalan memutar mengitari 
benteng pertahanan Soeharto dengan menggunakan kendaraan yang disebut Gugatan 
Perdata. Namun, belum lagi gempuran itu dimulai, masyarakat kembali dibuat 
bingung dengan adanya kesimpangsiuran informasi bahwa salah satu pihak yaitu 
Soeharto ataukah Pemerintah ada yang mengajukan tawaran untuk berdamai. 
   
  Ketiga, dalam perkara perdata, yaitu dengan mendalilkan bahwa Soeharto telah 
melakukan Perbuatan Melawan Hukum (On recht matieg daad) sebagaimana diatur 
oleh Pasal 1365 Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang – Undang Hukum Perdata), 
kewajiban negara adalah untuk membuktikan bahwa Soeharto telah benar – benar 
melakukan sesuatu yang merugikan kekayaan Negara. Hal ini berarti bahwa 
Kejaksaan beserta Tim Hukum Pemerintah harus berjuang keras untuk membuktikan 
adanya aliran dana Negara yang bergerak tidak sesuai dengan ketentuan perundang 
– undangan dimasa lalu. Atas dasar hal tersebut kami melihat adanya isu – isu 
hukum krusial yang terdapat dalam perkara perdata Soeharto ini adalah sebagai 
berikut : 
  1.    Apakah benar bahwa Negara memiliki asset ataupun kekayaan didalam 
yayasan – yayasan yang dikomandoi Soeharto tersebut. 
  2.    Dengan mengasumsikan bahwa Negara benar memiliki kekayaan ataupun asset 
didalam yayasan – yayasan tersebut, maka apakah proses masuknya dana Negara 
kedalam yayasan maupun proses keluarnya dana Negara dari yayasan tersebut 
melanggar atau tidak melanggar ketentuan perundang – undangan. 
  3.    Perbuatan Hukum yayasan yang mana (secara spesifik waktu dan tempat 
kejadian) yang dikatakan telah merugikan Negara. Maka apabila dihitung dari 
rentang waktu berdiri dari yayasan tersebut sampai saat ini, dipastikan akan 
ada ratusan atau bahkan ribuan Perbuatan hukum. Hal tersebut jika tidak dicover 
secara terperinci/detail akan mengakibatkan kekaburan/ketidakjelasan perkara 
(sumir).
  4.    Sebagai suatu badan hukum, kekayaan yayasan tentu saja terpisah dari 
kekayaan pengelolanya (dalam hal ini Soeharto dan atau kroni maupun 
keluarganya), maka timbul pertanyaan apakah jika terbukti bahwa yayasan – 
yayasan tersebut telah merugikan Negara, yayasan akan mampu membayar kerugian 
tersebut. atau dengan kata lain apakah asset yayasan nantinya akan cukup untuk 
membayar kerugian Negara. 
  5.    Jika ditetapkan sita atas asset yayasan, bukankan itu berarti bahwa 
akan terjadi kasus Negara vs Negara, dengan mengingat bahwa pada kurun waktu 
1999 – 2000 yang lalu Soeharto telah menyerahkan seluruh asset maupun 
kepengelolaan yayasan – yayasan ini kepada Negara. 
   
  Keempat, Sebagai Negara Hukum, hanya orang yang telah diputus bersalah saja 
lah yang dapat dihukum. Demikian juga bahwa untuk menghukum Soeharto, hukum 
terlebih dahulu harus menyatakan bahwa ia terbukti bersalah. Dan sebagai Negara 
Hukum, tentunya Pemerintah tidak begitu saja menyerah untuk memberikan jaminan 
KEPASTIAN HUKUM bagi rakyat yang selama ini menderita dan tercabut hak-hak nya 
pada saat berkuasanya Soeharto.
   
  Atas dasar hal tersebut, BAKORNAS LKBHMI menyatakan:
      
   Mendesak Pemerintah untuk KONSISTEN melaksanakan amanah reformasi rakyat 
yakni dengan mengusut kekayaan Soeharto dan kroni-kroninya.   
   Mendesak Pemerintah untuk segera melakukan terobosan hukum dalam 
menyelesaikan kasus hukum Soeharto dengan tidak MELUPAKAN atau MEMAAFKAN 
Soeharto tanpa melalui proses hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi 
rakyat Indonesia.   
   Mendukung segala upaya Pemerintah dalam melakukan upaya hukum dalam 
memuntaskan persoalan hukum kasus mantan presiden Soeharto   
   Meminta untuk seluruh rakyat Indonesia untuk tidak mudah tertipu dengan 
manuver politik yang berkembang selama ini dan MENGINGAT kembali akibat-akibat 
keditaktoran Soeharto dan kroninya terhadap kehancuran kemanusiaan, 
ketidakadilan dan keterbelakangan rakyat selama masa berkuasanya.   
   Menghimbau kepada seluruh elemen gerakan Mahasiswa untuk turun kejalan 
menggusung amanah Reformasi yaitu mengadili Soeharto beserta kroni-kroninya. 

  
  Muh. Irham Nur
  Ketua Umum Bakornas LKBHMI PB-HMI
  Contact Person: 081384408008
  E-Mail : [EMAIL PROTECTED]
  
 


Maharani Siti Shopia
  Researcher - Advocacy Division
  Indonesian Center for Environmental Law
  Jl. Dempo II No.21 Kebayoran Baru Jakarta 12120 Indonesia
  Tel.(62-21) 7262740,7233390 Fax.(62-21) 7269331
  Website: www.icel.or.id
  Email: maharani.icel.or.id atau [EMAIL PROTECTED]
  Hp. 08123108853

       
---------------------------------
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke