Sykurlah nada pak Lisman dalam menanggapi kritik untuk manajemen Trans Jakarta 
sudah mulai berubah dibandingkan dengan sewaktu pertama kali kita mendiskusikan 
tentang Publik Transport ini.
  Dahulu nada pak Lisman sering menghantam para pengritik sistem 
menjalankan/manajemen publik transport ini. Walaupun kita sudah menerangkan 
bukan busway nya yang kami kritik. Dan kami bukan dipihak orang-orang kaya yang 
tidak mau meninggalkan mobil pribadi untuk kekantor dimana sebenarnya ada 
jalur-jalur busway yang sudah jalan untuk menjuju kantor mereka masing-masing.
   
  Saya menghargai pak Lisman yang mulai "wise" dan melihat dengan kepala dingin 
bahwa memang cara kinerja manajemen trans jakarta belum maksimal dan 
mengharapkan tidak merasa cepat menjadi "complacent" (puas) dengan apa yang 
sudah dicapai saja, tetapi berusaha untuk tetap memperbaiki kalangsungan publik 
transport ini.
   
  Kami juga mengharapakan adanya kemajuan dari manajemen Trans Jakarta untuk 
lebih banyak belajar, juga menjadi lebih dewasa dan mendengarkan keluhan 
publik, terutama pengguna busway ini untuk tarnsport setiap harinya ketempat 
pekerjaan mereka.
   
  Bukan malahan mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal, seperti ada yang 
mengatakan pendapatynya bahwa kritik kami adalah untuk menyingkirkan semua 
metro mini, dan publik transport yang sudah ada dari dulu. Pemikiran yang agak 
sempit.
  Yang kami inginkan adalah publik transport yang lama menjadi lebih teratur 
dalam bermasyarakat di jalan-jalan raya, bukan tetap dengan laku mereka yang 
lama yaitu ugal-ugalan se-enak kemauan mereka sendiri tanpa memeperhatikan 
keselamatan para penumpang ataupun pengendara transport yang lain-nya dijalan 
raya.
  Juga metro mini yang mengeluarkan asap-asap hitam mulai diganti dengan yang 
lebih baru dan selalu dijaga keadaan mesin dan body dari bus tersebut.
   
  Maka mudah-mudahan, PEMROV DKI tetap bekerja sama dengan para POLANTAS untuk 
lebih memberikan pelajaran kepada para supir metro mini, mikrolet dan juga 
angkot untuk belajar bersopan santun dijalan raya, yang juga milik semua 
publik. Bukan hanya jalanan mereka sendiri. Walaupun mereka selalu memakai 
alasan untuk mengejar setoran.
  Apakah mereka pikir hanya mereka sendiri yang membutuhkan pendapatan untuk 
menghidupi keluarganya??!
   
  Mudah-mudahan pak Lisman Manurung lebih gencar dalam memberikan masukan ke 
manajemen Trans Jakarta dan Pemrov DKI mengenai transportasi dijalan raya, 
dimana pak Lisman kan sudah menjadi consultan bagi Trans Jakarta ini, bukan?
   
  Selamat bertugas,
  Yuli

Lisman Manurung <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Mana bus waynya? You know what?
Pengelola bus prioritas(bus way) menganggap sepi semua
pengritik mereka. Mereka melihat bus way dinikmati dan
disukai publik. Buktinya: bus way berjubel, dan bahkan
sering dilongok oleh penumpang dari halte, jauh
sebelum bus way tiba di lokasi halte. Didambakan
rakyat! So, what happen to you all and make noisy
thing all the time? Kira-kira begitulah pikir
pengelola bus way.

Mereka melihat bagaimana bus way lebih diminati dan
dinilai nyaman oleh publik ketimbang bus kota atau
kereta api. Janganlah ikut berbicara kalangan yang
tidak pernah menumpang kereta api Jakarta Bogor di
jam-jam berangkat atau pulang kerja: warrakadauww,
tidak saja berhimpit-himpit, tetapi terhimpit-himpit.
Janganlah ikut nimbrung orang yang tidak pernah
menumpang metro mini, yang berhenti tiba-tiba untuk
memutar haluan, dan menghalau penumpangnya naik
metro-mini yang lain. Juga, mikrolet yang ngetem
berlama-lama. 

Namun, yang menurut saya adalah MASALAH, pertama 
bahwa sistem bus prioritas (bus way) ini nyaris sudah
telat: Angkutan publik di Jakarta sudah terlalu jauh
tertinggal dibandingkan KL atau Bangkok. Kedua,
manajemen internal yang tidak peka kepada kemajuan
zaman, alias tidak segera ikut perubahan teknologi.

Tidak sulit menatap masalah bus way ini. Konon, masa
tunggu setiap bus untuk mengisi BBM saat ini rata-rata
2 sampai 3 jam per bus/hari. Itu adalah jam-jam
nganggur bus. Jika setiap bus dioperasikan 16 jam,
maka 2 jam itu nyaris sekitar 1/8 dari waktu kerja.
Logikanya? Jika bus berjumlah 320, maka sebetulnya
yang bekerja efisien adalah 7/8 saja, atau 280 bus.
Artinya, kendati bis datang sebanyak 320, yang tidak
teralokasi secara efisien mencapai 40 bus! Jika
dikonversi ke rupiah, karena kontrak guna setiap bis
dari provider swasta mencapai Rp 3 juta/bus, maka
kehilangan waktu operasi/pemborosan di sini saja 
dapat mencapai kerugian senilai lebih dari Rp. 120an
juta perhari! Per hari bo, satu minibus baru kelas
menengah hilang dari halaman kantor bus way, atau 365
mobil setahunnya!

Jadi pengelola bus-way tidak selayaknya berpuas diri
dengan apa yang sudah ada. Peningkatan sistem
operasional harus diupayakan terus, dan lebih-lebih
lagi, digitalisasi pengelolaan perlu dilakukan. Masak
parkir gedung di Jakarta sudah OK dengan sistem
digital, sementara bus way yang berinvestasi lebih
dari Rp 1 T, serta penjualan tiket mendekati Rp. 1
M/hari bagaikan dikelola layaknya koperasi pensiunan,
sehingga tidak bisa meningkat kinerjanya?

Makanya konon dengan adanya kesadaran pengelola bahwa
dengan subsidi sebesar Rp 220 M berarti trade off
dengan subsidi APBD untuk perbaikan SD dan Puskesmas,
peningkatan kinerja manajemen bus prioritas (bus way)
betul-betul harus segera ditingkatkan.

Jadi tidak berlebihan jika bos-bos di BLU hendaknya
dapat memutar otak, melakukan pendekatan ke Pertamina
kek, ke Perusahaan gas kek, untuk memperoleh peluang
peningkatan pasokan dan fasilitasi pengisian BBM.
Kemudian mencoba untuk menghubungkan sekitar 120 halte
bus prioritas dengan sistem karcis yang canggih, ada
papan digital untuk akses bis, ada tisket langganan
per bulan, ada diskon untuk yang mau beli ticket
bulanan, ada iklan, ada kamar kecil yang nyaman, dan
ada sponsor yang beriklan, dan bayar.

Dan mengenai ticketing, konon dari sononya (Di
Columbia), tiket bus way sudah pakai kartu magnetik.
Dan kartu magnetik? Teknologi ini tampaknya bukan pula
sesuatu yang hebat.

Nah, kawan-kawan FPK, mari kita berseru, agar
pengelola bis prioritas ini semakin sadar bahwa
curahan kerja serius mereka diperlukan bangsa dan
penduduk Jakarta.

Kirim email ke