-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1853-12-tahun-cuci-tangan



Kamis 11 Juni 2020, 05:00 WIB 

12 Tahun Cuci Tangan 

Gaudensius Suhardi, Dewan Redaksi Media Group | Editorial 

  12 Tahun Cuci Tangan MI/Ebet Gaudensius Suhardi, Dewan Redaksi Media Group. 
BANGSA ini sering tidak setia dalam perkara-perkara kecil seperti cuci tangan. 
Sudah lebih dari satu dasawarsa dibuatkan regulasi cuci tangan, tetapi amat 
miskin dalam praktiknya. Saking miskin praktik, cuci tangan pun dianggap 
sebagai norma baru selama masa pandemi covid-19. Malah, dikampanyekan sebagai 
bagian tak terpisahkan dari kenormalan baru. Membasuh tangan mestinya bagian 
dari peradaban hidup sehat. Diajarkan sejak masih kanak-kanak. Tengoklah lirik 
lagu anak-anak Jangan Takut Gelap yang dilantunkan Tasya Kamila. “Berdoalah 
sebelum kita tidur, jangan lupa cuci kaki tanganmu...” Lupa pangkal soalnya. 
Pendek ingatan ialah penyakit kolektif kita sebagai bangsa. Bisa jadi, pada 
saat masih bocah, rajin cuci tangan. Beranjak remaja, cuci tangan dilupakan 
karena para remaja tidak menemukan contohnya di ruang publik. Pejabat publik 
memang doyan memamerkan cuci tangan. Namun, bukan membasuh tangan pakai sabun 
di air mengalir. Mereka doyan cuci tangan dalam arti kiasan, melepaskan 
tanggung jawab. Tidak mau mengambil risiko atas jabatan, yang ada lempar 
tanggung jawab. Tegas dikatakan bahwa Kementerian Kesehatan adalah pihak yang 
mesti bertanggung jawab atas cuci tangan sebab kementerian itulah yang 
menginisiasi lahirnya regulasi cuci tangan. Cuci tangan masuk regulasi dalam 
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 852 Tahun 2008 tentang Strategi Nasional 
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Tujuan regulasi itu dibuat untuk memperkuat 
upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis 
masyarakat. Disebutkan dalam regulasi itu bahwa setiap rumah tangga dan sarana 
pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor, rumah makan, 
puskesmas, pasar, dan terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, dan 
sarana cuci tangan) sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar. Andai 
saja sejak regulasi itu dibuat, sarana cuci tangan disediakan di setiap 
fasilitas publik dan cuci tangan sebagai sebuah kewajiban yang melekat pada 
setiap individu, mungkin covid-19 langsung mental dari negeri ini. Regulasi 
cuci tangan diperbarui lagi dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 
2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Pasal 1 ayat (5) menyebutkan 
cuci tangan pakai sabun adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan air 
bersih yang mengalir dan sabun. Cuci tangan pakai sabun dalam regulasi terbaru 
itu dijadikan sebagai salah satu pilar sanitasi total berbasis masyarakat. 
Pilar lainnya ialah setop buang air besar sembarangan, pengelolaan air minum 
dan makanan rumah tangga, pengamanan sampah rumah tangga, dan pengamanan limbah 
cair rumah tangga. Regulasi cuci tangan dibuat setelah Perserikatan 
Bangsa-Bangsa pada 2008 menetapkan 15 Oktober sebagai Hari Cuci Tangan Pakai 
Sabun Sedunia. Tema peringatan tahun lalu ialah tangan bersih untuk semua. 
Dengan demikian, terang benderanglah sudah, cuci tangan sesungguhnya bukanlah 
norma baru. Itu norma lama yang harus menjadi bagian dari peradaban. Agar ia 
menjadi bagian dari peradaban, bangsa ini harus mulai setia pada 
perkara-perkara kecil sehingga setia juga pada perkara-perkara besar. Sudah 12 
tahun regulasi cuci tangan dibuat. Setiap 15 Oktober cuci tangan pakai sabun 
dirayakan. Namun, perayaannya sebatas proyek. Belum tampak kesungguhan untuk 
membangun tempat cuci tangan di fasilitas umum yang mudah dijangkau. Karena 
itulah cuci tangan belum menjadi tabiat keseharian hidup warga negara. Ambil 
contoh pembangunan tempat cuci tangan di sekolah dasar.Berdasarkan data dari 
Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Kemendikbud, sampai saat ini, jumlah sekolah 
dasar yang memiliki sarana cuci tangan lengkap dengan air mengalir dan sabun 
cuma sebanyak 42%. Sisanya, sebanyak 25% SD sudah memilih sarana cuci tangan, 
tetapi belum dilengkapi dengan sabun atau air mengalir, sedangkan 33% SD tidak 
memiliki sarana cuci tangan. Cuci tangan di era kenormalan baru bakal 
memunculkan masalah di bidang politik terkait dengan penyelenggaraan pemilu dan 
pilkada. Jika konsisten menjalankan protokol kesehatan, di tempat pemungutan 
suara wajib disiapkan tempat cuci tangan, air mengalir, dan sabun. Setelah jari 
dicelupkan ke dalam tinta sebagai bukti seseorang sudah menggunakan hak pilih, 
ia harus mencuci tangan dan tinta di jari bisa luntur. Paling penting lagi 
ialah memastikan kalau ramai-ramai orang mencelupkan jari pada tinta di wadah 
yang sama, apakah tidak menjadi sarana penyebaran covid-19? Kewajiban cuci 
tangan jangan sampai membuat ‘cuci tangan’ atas kualitas demokrasi  

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1853-12-tahun-cuci-tangan






Kirim email ke