https://news.detik.com/kolom/d-4752015/antara-hong-kong-apple-dan-tiongkok?tag_from=wp_cb_kolom_list&_ga=2.56075819.1222403305.1571506005-218773767.1571506005

Sabtu 19 Oktober 2019, 13:00 WIB


   Kolom


 Antara Hong Kong, Apple, dan Tiongkok

Faris Dian - detikNews
<https://connect.detik.com/dashboard/public/farisrahmadian>
Faris Dian <https://connect.detik.com/dashboard/public/farisrahmadian>
Share *0* <https://news.detik.com/kolom/d-4752015/antara-hong-kong-apple-dan-tiongkok?tag_from=wp_cb_kolom_list&_ga=2.56075819.1222403305.1571506005-218773767.1571506005#> Tweet <https://news.detik.com/kolom/d-4752015/antara-hong-kong-apple-dan-tiongkok?tag_from=wp_cb_kolom_list&_ga=2.56075819.1222403305.1571506005-218773767.1571506005#> Share *0* <https://news.detik.com/kolom/d-4752015/antara-hong-kong-apple-dan-tiongkok?tag_from=wp_cb_kolom_list&_ga=2.56075819.1222403305.1571506005-218773767.1571506005#> 0 komentar <https://news.detik.com/kolom/d-4752015/antara-hong-kong-apple-dan-tiongkok?tag_from=wp_cb_kolom_list&_ga=2.56075819.1222403305.1571506005-218773767.1571506005#> Antara Hong Kong, Apple, dan Tiongkok Logo Apple dalam gradasi Bendera Tiongkok(Gambar: 9to5mac)
*Jakarta* -
Demonstrasi anti-pemerintah yang terjadi di Hong Kong ternyata memiliki implikasi yang sangat luas. Demonstrasi tersebut tidak hanya menjadi sebuah gerakan sosial yang bersifat lokal, melainkan internasional, dan meliputi masyarakat dengan berbagai latar belakang yang berbeda. Perusahaan raksasa teknologi Amerika Serikat, yakni Apple, juga tidak luput dari sorotan publik dalam kaitannya dengan situasi di Hong Kong.

Hal ini dikarenakan perusahaan tersebut mengambil langkah kontroversial dalam merespons situasi di Hong Kong. Pada Kamis (10/10), Apple menghapus sebuah aplikasi bernama /HKmap.live/ yang kerap digunakan oleh demonstran Hong Kong untuk melihat peta pergerakan polisi. Setelah sebelumnya, Apple menerima kritik keras dari media Tiongkok terkait dengan pembiaran aplikasi tersebut dan bahkan menyebut Apple "tidak berpikir jernih"/./

Dalam pernyataan resminya, Apple menyatakan bahwa aplikasi tersebut dianggap dapat membahayakan kepolisian hingga penduduk Hong Kong sendiri, dan dengan demikian mereka memiliki kewenangan untuk menghapusnya. Namun, gelombang pro-demonstrasi Hong Kong yang ditunjukkan di berbagai media membuat Apple semakin tenggelam dalam tuduhan bahwa Apple adalah kaki tangan Tiongkok.

Respons tersebut pasalnya merupakan sebuah akumulasi, yang sudah semakin terlihat menguat sejak Selasa (08/10/19), ketika Apple diduga dengan sengaja menghapus emoji bendera Taiwan dari /keyboard/ sistem operasinya. Seperti diketahui, Taiwan adalah suatu wilayah di Asia Timur yang status otonomi negaranya juga menjadi tidak pasti karena berbagai dinamika geopolitik dengan Tiongkok.

Sebelumnya, emoji bendera Taiwan memang sudah dihapus (dan tidak muncul sama sekali) untuk pengguna sistem operasi iOS di Tiongkok. Namun, pada pembaharuan iOS 13.1.2, skalanya diperluas hingga pengguna di kawasan Hong Kong dan juga Macau. Meski untuk dua kawasan tersebut, emoji bendera Taiwan masih dapat dimunculkan melalui fitur /auto-suggest/ maupun /copy/paste/, namun hal ini telah dimaknai oleh publik sebagai tunduknya Apple pada narasi politik Tiongkok.

Pada pekan yang sama, perusahaan raksasa Amerika lainnya juga juga menerima kemarahan publik karena responsnya terkait dengan situasi di Hong Kong. Diantaranya adalah Blizzard, yang merupakan pengembang game populer seperti /World of Warcraft/ dan /Hearthstone/. Pasalnya, pada Minggu (6/10) mereka menskors seorang pemain profesional /Hearthstone/ karena menyatakan dukungannya terhadap demonstrasi yang terjadi di Hong Kong.

Demikian juga dengan Vans, pada Senin (07/10) produsen sepatu tersebut juga harus menerima ancaman boikot karena mengeliminasi sebuah desain yang berisi simbol demonstrasi Hong Kong dalam kompetisi yang mereka selenggarakan.

*Pasar

*
Pertanyaan yang mendasar dari langkah kontroversial perusahaan raksasa tersebut selanjutnya adalah, mengapa mereka berani mengambil keputusan tersebut? Apakah Apple ternyata secara diam-diam merupakan simpatisan Mao dan dipimpin oleh seorang /tankie/? Sebagai perusahaan dengan tim yang begitu masif, mereka pasti sudah mempertimbangkan segala keputusannya dengan matang, bukan?

Jawabannya adalah "ya", dan bahkan mungkin mereka telah mempertimbangkannya dengan sangat matang. Karena terdapat satu hal yang pasti: tidak ada moralitas dalam sebuah sirkuit bisnis kapitalisme; yang menjadi prioritas adalah pasar, investasi, dan uang. Sehingga, ini bukan soal simpati terhadap kemanusiaan ataupun ideologi, tetapi logika usaha serta sejauh mana mereka mampu membahagiakan /shareholders/ agar dapat terus berekspansi.

Apple sendiri selalu menyatakan bahwa perusahaannya "berbeda", di antaranya seperti dalam pernyataan CEO Apple Tim Cook pada 2014 ketika ia menerima penghargaan dari /The Financial Times,/ "/We do things for other reasons than a profit motive, we do things because they are right and just./" Pernyataan tersebut seolah meniscayakan bahwa Apple adalah perusahaan yang juga berorientasi pada isu kemanusiaan, dan tidak hanya pada keuntungan.

Namun, kata-kata memang kerap kali berlawanan dengan fakta. Apple telah beberapa kali terbukti baik secara langsung maupun tidak langsung bertanggung jawab untuk pelanggaran terhadap hak serta jaminan untuk tenaga kerja yang bahkan telah menjadi sorotan sejak 2012, melakukan persaingan bisnis tidak sehat, penggunaan jejaring politik untuk menghindari pajak korporasi, mendorong penghapusan kebebasan atas akses informasi, hingga persoalan pelanggaran privasi.

*Spesial

*Lantas, mengapa Tiongkok menjadi spesial bagi Apple? Terdapat beberapa faktor, namun salah satu yang paling utama adalah terkait dengan pertaruhan Tiongkok sebagai pasar produk Apple. Geliat pertumbuhan kelas menengah serta perluasan akses terhadap internet di Tiongkok memberikan angin segar bagi perusahaan tersebut.

Sejak 2015, Apple sudah memposisikan Tiongkok sebagai pasar krusial, yang pada saat itu secara tidak terduga telah melompat dan menempati posisi kedua sebagai pasar terbesar produk Apple. Bahkan, pada 2015 /revenue/ dari Tiongkok untuk Apple meningkat tajam dari awalnya $ 5.7 miliar menjadi $ 12.5 miliar, atau mengalami peningkatan sekitar 99%.

Namun, hingga 2019 nampaknya ambisi tersebut belum dapat tercapai. Terlebih, sejak 2018 saja terdapat tren pelambatan ekonomi, yang bagi CEO Apple salah satunya disebabkan oleh perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

Memang pada saat ini Tiongkok masih menempati posisi ketiga dalam pasar produk Apple (dan berkontribusi 20% dari total /revenue/). Namun, hal tersebut menjadi pukulan telak ketika perusahaan kompetitor seperti Xiaomi dan Huawei juga sedang berada dalam momentum perkembangannya.

Faktor utama lainnya yang membuat Tiongkok spesial bagi Apple adalah terkait dengan posisi Tiongkok sebagai gerbang produksi. Meski /parts/ dari berbagai produk Apple disuplai secara global, namun ternyata sebagian besar tetap didominasi oleh Tiongkok.

Dilansir dari /Nikkei/, 2018 merupakan momentum dalam sejarah di mana Tiongkok berhasil mendominasi suplai untuk produk Apple. Tercatat dari total 20 penyuplai pada 2013, bertambah menjadi total 41 penyuplai pada 2019.

Bahkan, jumlah titik lokasi produksi untuk Apple di Tiongkok meningkat tiga kali lipat dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Setidaknya, terdapat 380 titik lokasi produksi di Tiongkok yang terdiri dari berbagai perusahaan dan merupakan bagian langsung dari rantai produksi Apple.

Selain itu, seperti yang selalu diperbincangkan banyak orang, kita juga harus mempertimbangkan bagaimana tenaga kerja di Tiongkok berpengaruh pada surplus biaya produksi Apple.

Sebagai perbandingan, pada 2017 rata-rata biaya tenaga kerja di Tiongkok sekitar $ 3.60/jam, sedangkan untuk Amerika Serikat adalah sekitar $ 22.18/jam. Angka tersebut memang merupakan angka kasar tanpa asumsi biaya eksternal lainnya, namun seperti diketahui, biaya penghematan tenaga kerja selalu menjadi salah satu faktor determinan bahkan sejak era Revolusi Industri.

Beberapa hal yang disebutkan di atas nampaknya menjadi faktor yang menentukan terkait dengan orientasi keberpihakan Apple terhadap Tiongkok. Realitas pasar yang diiringi dengan fantasi profit yang tinggi agaknya sulit untuk dapat ditolak dari sebuah perusahaan yang bahkan bingung menentukan rasio harga logis untuk nilai intrinsik atas produknya.

Sehingga, meski gelombang pro-demonstrasi Hong Kong begitu tinggi, hal tersebut tampaknya belum sebanding dengan potensi pasar yang mengalir di Tiongkok. Apple juga terlihat banyak belajar dari kasus boikot Dolce & Gabbana (D&G) oleh Tiongkok pada 2018, yang bahkan hingga mampu menghilangkan /brand value/ D&G hingga 20% dalam sekejap. Hal ini juga kembali menjadi bukti, bahwa dalam langgam kapitalisme, pragmatisme adalah kunci.


*(mmu/mmu)*

*
*

*
*

*
*

*
*

*
*

Kirim email ke