-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://news.detik.com/kolom/d-4877982/antara-jihad-dan-kekerasan?tag_from=wp_cb_kolom_list


Meluruskan Makna Jihad (20)

Antara Jihad dan kekerasan

Nasaruddin Umar - detikNews
Rabu, 29 Jan 2020 16:14 WIB
0 komentar
SHARE URL telah disalin
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA (Ilustrasi: M. Fakhry Arrizal/detikcom)
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA (Ilustrasi: M. Fakhry Arrizal/detikcom)
Jakarta -

Tidak semua kekerasan atas nama agama adalah jihad. Jihad memiliki definisi dan 
kriterianya sendiri. Bisa saja orang melakukan tindakan kekerasan yang dikemas 
dengan baju agama Islam, bahkan yel-yel yang yang diteriakkan Allahu Akbar, 
tetapi belum tentu itu jihad. Arti jihad, sebagaimana dijelaskan di dalam 
artikel terdahulu, ialah segala upaya yang dikerahkan untuk mencapai tujuan 
Islam.

Upaya-upaya itu bisa dalam bentuk fisik (jihad), pemikiran (ijtihad), dan 
semangat batin (mujahadah). Jika ada yang peratasnamakan suatu gerakan jihad 
tetapi tidak melibatkan dimensi ijtihad dan mujahadah, maka sesungguhnya belum 
bisa disebut jihad. Jika ia korban, maka tidak bisa disebut sahid.

Ulama besar, Al-Ashfahani, membagi jihad menjadi tiga bagian, yaitu jihad di 
dalam menghadapi musuh yang betul-betul nyata, jihad menghadapi jin atau setan 
yang mengganggu, dan jihad menghadapi nafsu yang terdapat di dalam diri setiap 
orang. Jihad yang paling penting dan sekaligus paling berat ialah jihad yang 
ketiga, sebagaimana sabda Nabi SAW: Kita kembali dari jihad yang terkecil 
menuju jihad yang lebih besar, yakni jihad melawan hawa nafsu.

Dengan demikian, jihad tidak mesti harus memegang senjata. Seorang tukang sapu 
jalanan memegang sapu, seorang mahasiswa memegang pena, seorang petani memegang 
cangkul, dan seorang nelayan memegang jala, dan seorang tentara memegang 
senjata, sesungguhnya mereka sedang berjihad dan alat-alat yang ada di 
tangannya adalah peralatan jihad.

Inti dari sebuah jihad ialah untuk menghidupkan orang, bukan mematikan; untuk 
membahagiakan orang, bukan menyengsarakan; untuk memintarkan orang, bukan 
menjadi penyebab kebodohan; untuk memperkaya orang, bukan memiskinkan orang; 
untuk menyehatkan orang, bukan menyakiti orang; untuk menciptakan ketenangan, 
bukan menimbulkan kegaduhan; untuk menyenangkan orang, bukan menyedihkan orang.

Pokoknya jihad bertujuan untuk meningkatkan martabat dan kualitas hidup umat 
manusia, bukan untuk mencampakkan dunia kemanusiaan. Lebih khusus lagi ialah 
untuk memberikan citra positif Islam sebagai rahmatan lil 'alamin, bukan 
mencitranegatifkan Islam dengan menebarkan rasa takut.

Kekerasan dan peperangan memang ditolerir dalam Islam tetapi dengan syarat yang 
amat ketat. Prof. Ali Jum'ah, salah seorang ulama terkemuka Al-Azhar Mesir, 
memberikan enam syarat atau etika agar peperangan tidak menjurus menjadi 
kekerasan atau terorisme, yaitu: 1) Cara dan tujuan perjuangan harus jelas dan 
mulia; 2) al-qital (peperangan) hanya dibenarkan untuk angkatan perang, bukan 
penduduk sipil yang tak berdosa.

3) al-Qital harus dihentikan bila musuh sudah menyerah atau angkat tangan; 4) 
Melindungi tawanan perang dan memperlakukannya secara manusiawi; 5) Memelihara 
lingkungan, tidak membunuh binatang tanpa alasan, tidak membakar pohon dan 
merusak tanaman, mencemari air, dan merusak rumah atau bangun; 6) Menjaga hak 
dan kebebasan beragama para agamawan dan pendeta dengan tidak mencederai mereka.

Rasulullah mencontohkan para tawanan Perang Badr tidak mengeksekusi para 
laki-laki dan memperbudak perempuan tetapi menahannya di masjid dan pada 
saatnya mereka lepaskan semuanya. Ada yang ditebus dengan mengajarkan 
keterampilan bahasa, tukang kayu, tukang besi, keterampilan membuat senjata, 
mengajarkan seni, menyamak kulit, dan berbagai keterampilan lainnya.

Dengan demikian jihad dalam Islam tidak bisa diidentikkan dengan tindakan 
kekerasan. Jihad mengeliminir unsur kekerasan di dalam segala perjuangan.

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

(mmu/mmu)
jihad


0 komentar 





Kirim email ke