Beberapa catatan seputar Peristiwa G 30 S [1] Salim Said, Guru Besar ilmu Politik UniversitasPertahanan Indonesia (UNHAN), pernah berwacana bahwa “bangsaIndonesia harus bisa menyelesaikan masalah ini [masalah Peristiwa G 30 S]secara beradab” [REPUBLIKA.CO.ID, 21/10/2015]. Sebagai warga biasa yang menginginkan pengungkapan PeristiwaTragedi Nasional G 30 S se-objektif mungkin, saya berpendapat bahwapenyelesaian secara beradab Peristiwa G 30 S hanya bisa terwujud apabilapengungkapan fakta-fakta di seputar peristiwa itu dilakukan oleh parapengungkap yang bersih dari konflik kepentingan. Apakah Salim Said termasuk kedalam kategori pengungkap seperti itu, saya amat sangat meragukannya. Di bawah ini saya sajikan beberapa catatan sederhanaseputar Peristiwa G 30 S yang saya susun berdasarkan postingan saya pada duatahun yang lalu (28/04/2016) di GELORA45 berjudul “G 30 S/PKI”, “Gestapu”dan “Penyelesaian Peristiwa G 30 S Secara Beradab”. Siapa tahu mungkinbermanfaat bagi yang membacanya. (1) Operasi militer jemputpaksa Sebagaimana kita ketahui, pada dini hari 1 Oktober1965, Gerakan Tiga puluh September (G 30 S) -- dipimpin olehperwira-perwira kiri, Sukarnois dan Sjam Kamaruzzaman (SK), orang yangmengaku sebagai Kepala Biro Khusus PKI -- telah melancarkan operasi militerjemput paksa Pangad Letnan Jenderal Ahmad Yani beserta lima jenderal Staf UmumAngkatan Darat, dan Kasab Jenderal Nasution, guna dihadapkan kePresiden Sukarno untuk dimintai penjelasan terkait isu adanya DewanJenderal yang berencana melakukan kudeta pada hari Angkatan Bersenjata tanggal5 Oktober. Penjemputan paksa sejumlah pati Angkatan Darat ini berujung denganterbunuhnya enam pati sasaran penjemputan paksa (termasuk Pangad Letjen AhmadYani) dan satu pama AD, sementara Kasab Jenderal Nasution selamat daripenjemputan paksa dengan kekuatan militer tersebut..
Operasi militer pada dini hari 1 Oktober 1965 itudisusul kemudian dengan pembentukan Dewan Revolusi Indonesia dipimpinoleh G 30 S. Pada 1 Oktober 1965 pukul 7:20 pagi Dewan Revolusi mengeluarkanpengumuman berisi, antara lain, bahwa a) “Dewan Revolusi Indonesia mendjadisumber daripada segala kekuasaan dalam Negara Republik Indonesia.”; b) “Dengandjatuhnja segenap kekuasaan Negara ketangan Dewan Revolusi Indonesia, makaKabinet Dwikora dengan sendirinja berstatus demisioner.” [Kutipan“DEKRIT No. I TENTANG PEMBENTUKAN DEWAN REVOLUSI INDONESIA” dalam ejaan lamasebagaimana bentuk aslinya]. Operasi militer G 30 S, yang bertujuan menyelamatkanBung Karno serta dijanjikan akan mendapatkan bantuan pasukan dari PanglimaKostrad Mayor Jenderal Suharto, ternyata tidak mendapatkan respons dari keduasosok tersebut, sebagaimana diperhitungkan oleh pimpinan G 30 S. Akibatnya,pada 1 Oktober sore menjelang malam, pasukan di bawah komando G 30 S padapokoknya telah dilumpuhkan oleh pasukan dibawah komando Mayor Jenderal Suharto.Kemenangan ini secara de facto telah mengusung Suharto menjadi PenguasaNomor 1 Indonesia. Seiring dengan datangnya Penguasa baru, makadimulailah kampanye penghancuran PKI secara fisik dan politik di seluruhIndonesia. Itulah ujung dari operasi militer jemput paksa G 30 S. (2) Menghancurkan PKIsecara politikKelompok Suharto (beserta rezim yang dibangunnya)memahami benar bahwa apabila mereka ingin menghancurkan PKI secara fisik,maka hal itu harus diserempakkan dengan penghancuran secara politik.Dengan berpedoman pada tujuan strategis "menghancurkan PKI secarapolitik" tersebut, kelompok Suharto telah memanfaatkan dengan sangatintens sejumlah kesalahan fatal yang dilakukan G 30 S. Sejumlah kesalahan fatal G 30 S yang saya maksudadalah: pertama, insiden terbunuhnya enam pati dan satu pama AD. Kedua,penyiaran lewat RRI pernyataan bahwa “Dewan Revolusi Indonesia” adalah sumbersegala kekuasaan negara RI. Dan ketiga, penyiaran lewat RRI pernyataanpendemisoneran Kabinet Dwikora yang di pimpin Presiden Sukarno. Keberadaan Sjam Kamaruzzaman -- orang yang dianggapoleh rezim Suharto sebagai “wakil PKI” dalam jajaran pimpinan G 30 S -- tentusaja telah dimanfaatkan sebagai sarana untuk menghancurkan PKI secara politik.Keberadaan "wakil PKI” di jajaran pimpinan G 30 S tersebut oleh rezimSuharto telah dijadikan sebagai alasan dalam mendakwa PKI adalah "dalang" percobaan pengambil-alihan kekuasaan negara dari tangan pemerintahRepublik Indonesia yang sah di bawah pimpinan Presiden Sukarno ke tanganDewan Revolusi Indonesia (yang tidak sah pembentukannya) di bawahpimpinan G 30 S. Di sisi lain, keberadaan Sjam Kamaruzzaman dalamjajaran pimpinan G 30 S oleh rezim Suharto telah dijadikan sebagai “alat bukti”bahwa “wakil PKI” tersebut berada di “tempat kejadian perkara”("TKP”) pembunuhan enam pati dan satu pama AD. Dan dengan “alatbukti” ini, rezim Suharto berusaha menggiring pikiran rakyat ke arah sebuahkonklusi bahwa PKI adalah "otak pembunuhan" enampati dan satu pama AD. Juga dalam rangka menghancurkan PKI secara politik,rezim Suharto telah mengubah penyebutan nama Gerakan Tiga puluh Septembermenjadi Ge[rakan] S[eptember] T[ig]a pu[luh],disingkat Gestapu. Pengubahan ini terasa sekali sangat dipaksakan.Sebab urut-urutan kata kata dalam sebutan yang telah diubah itu, di satusisi tidak sesuai dengan gramatika bahasa Indonesia, di sisi lain mirip dengangramatika bahasa Inggeris (September 30th Movement). Pengubahan sebutanG 30 S ini memang bermotif politik, yakni untuk membangun opini/persepsidikalangan rakyat bahwa PKI itu “biadab”, dan “kebiadaban”-nya setara dengankebiadaban Gestapo (Geheime Staatspolizei, polisirahasia Jerman Nazi). Maka demikianlah, keberadaan Sjam Kamaruzzamandalam jajaran pimpinan G 30 S sesungguhnyalah telah memberi peluang emas kepadarezim Suharto untuk menghancurkan PKI secara politik dengan cara melancarkanpropaganda bohong secara terus-menerus bahwa PKI adalah "dalang" percobaan kudetaterhadap kekuasaan negara RI yang sah, PKI adalah “otakpembunuhan" enam pati plus satu pama AD, dan PKI itu "biadab"bak Gestapo. Jalannya peristiwa akan lain, seandainya orangmisterius bernama Sjam Kamaruzzaman ini tidak berada di jajaran pimpinan G 30S. JULIUS GUNAWAN