https://tirto.id/benarkah-munir-dibunuh-setelah-menyatakan-prabowo-tidak-bersalah-dcmy
Benarkah Munir Dibunuh Setelah
Menyatakan Prabowo Tidak Bersalah?
Header Periksa Fakta. tirto.id/Quita
<https://tirto.id/benarkah-munir-dibunuh-setelah-menyatakan-prabowo-tidak-bersalah-dcmy>
Header Periksa Fakta. tirto.id/Quita
Oleh: Frendy Kurniawan - 20 Desember 2018
Dibaca Normal 3 menit
/Klaim tersebut merupakan informasi keliru yang sengaja dibuat dan
disebarkan./
tirto.id <https://tirto.id/> - Sebuah video wawancara lawas kembali
muncul di linimasa media sosial. Video tersebut menampilkan almarhum
Munir Said Thalib dan Fadli Zon pada sebuah wawancara dengan stasiun
televisi swasta.
Klaim
Video tersebut tak hanya menyebar luas, tetapi disertai narasi. Ada dua
klaim yang melekat pada konten video itu: (1) Munir tewas terbunuh satu
bulan setelah wawancara di stasiun televisi swasta itu terjadi; (2)
Pembunuhan Munir terkait dengan pernyataan Munir di dalam wawancara itu,
bahwa Prabowo Subianto tidak bersalah dalam kasus pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM).
Akun Twitter dengan nama @anonLokal adalah salah satu contoh yang
membagi video lawas itu. Pada 16 Desember 2018, 9:21 PM, dia membagi
video <https://twitter.com/anonLokal/status/1074534970813702144> serta
mencuit klaim tersebut.
Fact Check Munir Dibunuh Setelah bersaksi
Fakta-Fakta
Video berdurasi 59 detik tersebut awalnya berjudul “Rekaman sejarah
pendapat Alm. Munir, SH tentang ketidakadilan yang ditimpakan kepada
sosok Prabowo Subianto”. Terdapat keterangan bahwa video dilengkapi
dengan alih bahasa Indonesia. Asal sumbernya: “Liputan 6 & Fadli Zon
Library Youtube Channel”.
Melalui pelacakan di internet, benar bahwa sumber arsip video itu
tersimpan di kanal Fadli Zon Library YouTube Channel
<https://www.youtube.com/watch?v=O8V5iof-ruE>. Data memperlihatkan arsip
video tersebut diterbitkan pada 8 Mei 2013 dengan judul “Talk Show:
Kerusuhan Mei 1998 Prabowo Tidak Terlibat”.
Durasi videonya lebih panjang dan lengkap, 8 menit 25 detik. Bagian awal
video itu menampilkan bagian awal pembukaan topik wawancara dari
presenter dan berakhir dengan ucapan terima kasih kepada kedua
narasumber, Fadli Zon dan Munir.
Sementara itu, keterangan ‘Liputan 6’ bisa jadi dimaksudkan sebagai
informasi bahwa wawancara berasal dari sebuah program berita televisi
swasta bernama Liputan 6. Tidak ada arsip video secara resmi dari kanal
Liputan 6 di YouTube untuk kegiatan wawancara tersebut.
Menguji Dua Klaim
*(1) Munir terbunuh setelah wawancara?
*
Wawancara Fadli Zon dan Munir oleh program berita Liputan 6 itu terjadi
pada 8 Oktober 1999. Sementara itu, Munir tewas 7 September 2004.
Artinya, klaim bahwa Munir tewas terbunuh satu bulan setelah terjadinya
wawancara (8 Oktober 1999) adalah informasi keliru. Munir tewas hampir
lima tahun setelah momen wawancara.
*(2) Munir dibunuh karena menyatakan dalam wawancara bahwa Prabowo
Subianto tidak bersalah dalam pelanggaran HAM?*
Pertama, hasil proses peradilan kasus Munir hingga saat ini hanya
memberi fakta hukum bahwa pembunuhan berencana terhadap Munir terkait
dengan tindak pidana Pollycarpus.
Pollycarpus, yang pada vonis Pengadilan Negeri, 12 Desember 2005 disebut
bersalah, sempat dinyatakan tidak bersalah pada vonis kasasi Mahkamah
Agung, 3 Oktober 2006. Kasasi MA saat itu hanya menyebut Pollycarpus
terbukti bersalah menggunakan surat dokumen palsu untuk perjalanan.
Namun, vonis bersalah kembali dijatuhkan kepada Pollycarpus, 25 Januari
2007, setelah PK yang diajukan Kejaksaan Agung dikabulkan MA.
Kedua, jika cermat dalam melihat wawancara presenter dengan Fadli Zon
dan Munir seperti dari video yang beredar, Munir tidak pernah menyatakan
“Prabowo Subianto tidak bersalah dalam kasus pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM).”
Potongan video yang lebih pendek, seperti yang disebarkan oleh akun
Twitter @anonLokal, dapat mengecoh orang jika tidak hati-hati. Orang
tidak dapat memahami konteks secara utuh dari wawancara termasuk dengan
pernyataan yang diucap oleh Munir.
Berbekal dengan arsip video itu tersimpan di kanal Fadli Zon Library
YouTube Channel <https://www.youtube.com/watch?v=O8V5iof-ruE>, misalnya,
orang semestinya dapat memahami konteks dari yang Munir ucapkan.
*Konteks Umum Wawancara*
Konteks umum dari wawancara program berita Liputan 6 adalah perbincangan
dan tanggapan soal rencana Keluarga Djojohadikusumo menuntut pemerintah
agar membersihkan nama mantan Pangkostrad Letjen TNI (Purn) Prabowo
Subianto. Presenter menyatakan hal ini saat membuka wawancara.
*Pernyataan Munir*
Pembaca dapat melihat video tersebut mulai menit 3:35. Presenter membuka
pembicaraan dengan topik soal ketidakpuasan terhadap hasil keputusan
Dewan Kehormatan Perwira (DKP) untuk Prabowo. Munir membukanya dengan
analisis bahwa pemerintah terkesan tidak konsisten.
Munir menyebut pada awalnya pemberhentian Prabowo adalah rekomendasi
dari DKP. Namun, pada perjalanan waktu lainnya, kasus tersebut disebut
berhubungan dengan kerusuhan Mei 1998. Bahkan, menurut Munir, kasus
telah masuk dalam konteks politik, yang membuat kasus jadi penuh kerancuan.
Pembaca dapat kembali melihat secara khusus dari menit 4:50. Seperti
yang dapat dilihat dalam transkrip berikut.
*Presenter:* Jadi kemudian berhenti sampai di situ [DKP] dan tidak
sampai berlanjut ya?
*Munir:* Bukan, peradilan. Padahal begini, kalau menurut saya bahwa
kalau misalnya Prabowo [atau siapa pun] tidak terbukti, itu lebih baik
di pengadilan. Prabowo kenapa sih tidak ditarik aja ke […] menjadi saksi
[terkait dengan] keterangannya. Kalau dia [Prabowo] ada bukti-bukti
tersangka, kenapa tidak dibawa ke pengadilan saja? Jadi ini, kalau
menurut saya, kemudian kasus ini menjadi komunitas-nya politik dan itu
tumpang tindihnya, jadi kacau begini. Itu yang sejak awal saya sampaikan
bahwa pengadilan itu yang membutuhkan bukan saja keluarga orang hilang,
tidak saja masyarakat, tapi Prabowo sendiri itu butuh pengadilan untuk
membuktikan bahwa dia salah atau tidak.
Pernyataan Munir tersebut, dengan demikian, adalah pernyataan bahwa
Prabowo membutuhkan proses pengadilan untuk membuktikan dirinya bersalah
atau tidak dalam kasus penculikan aktivis mahasiswa pada 1998 atau dalam
kerusuhan Mei 1998. Munir tidak membuat kesimpulan bahwa Prabowo tidak
bersalah dalam kasus pelanggaran HAM itu.
Dengan demikian, klaim bahwa Munir menyebut Prabowo tidak bersalah dalam
kasus pelanggaran HAM adalah kekeliruan dalam mencerna konteks wawancara.
Tanggapan Suciwati
Saat diminta tanggapannya oleh /Tirto/, 19 Desember 2018, Suciwati,
istri dari almarhum Munir, menyatakan orang perlu melihat secara teliti
atas video-video yang beredar. Suciwati juga mengirimkan beberapa video
lain sebagai pembanding untuk dapat memahami pendapat Munir atas (kasus)
Prabowo.
Suciwati juga menekankan bahwa Munir tidak pernah berucap seperti itu.
"Monggo dibaca dengan teliti dan dimaknai semua yang sudah saya kirim,”
tegasnya.
Video yang dikirim Suciwati adalah cuplikan dari film dokumenter
berjudul “Batas Panggung” dan diarsipkan oleh lembaga Kontras melalui
kanal resmi YouTube
<https://www.youtube.com/watch?v=P-Tr44W91g8&feature=youtu.be> mereka.
Potongan video yang sama, sebelumnya pernah beredar pada momen Pemilihan
Presiden 2014 berlangsung. Video itu muncul dan tersebar di beberapa
grup dan fanpage Facebook salah satu pendukung kandidat pada waktu itu.
Suciwati kala itu telah membuat tanggapan kepada media
<http://www.tribunnews.com/nasional/2014/07/03/suciwati-keluhkan-rekaman-wawancara-munir-disajikan-tak-utuh>.
Dia pun mengiyakan pernyataan tersebut saat /Tirto/ menanyakan hal itu.
Kesimpulan
Penelusuran kami menunjukkan bahwa klaim ‘Munir tewas terbunuh satu
bulan setelah wawancara di stasiun televisi swasta terjadi’ adalah
informasi yang keliru. Munir tewas pada 7 September 2004, hampir lima
tahun setelah waktu wawancara dalam video viral tersebut.
Sementara itu, soal klaim bahwa pernyataan Munir yang Prabowo Subianto
tidak bersalah dalam kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam
wawancara juga tak punya bukti kuat.
Pertama, Munir dalam wawancara itu bukan sedang menyatakan bahwa Prabowo
tidak bersalah, melainkan menyatakan bahwa
kebersalahan/ketidakbersalahan Prabowo harus dibuktikan di pengadilan.
Kedua, klaim bahwa pernyataan Munir bahwa Prabowo tak bersalah
menyebabkan Munir terbunuh juga tak ada petunjuknya dalam putusan
pengadilan.
Artinya, dua klaim itu sudah masuk dalam kategori disinformasi: konten
keliru yang sengaja dibuat dan disebar di media sosial. Disinformasi ini
juga pernah terjadi pada momen Pilpres 2014 lalu. Tentu, salah satu
motifnya adalah menjadi amunisi dalam kampanye pemilu presiden.
/===========/
/Tirto/mendapat akses aplikasi CrowdTangle yang menunjukkan sebaran
sebuah unggahan (konten) di Facebook, termasuk memprediksi potensi viral
unggahan tersebut. Akses tersebut merupakan bagian dari realisasi
penunjukan /Tirto/sebagai pihak ketiga dalam proyek periksa fakta Facebook.
Baca juga artikel terkait PERIKSA FAKTA
<https://tirto.id/q/periksa-fakta-gnQ?utm_source=internal&utm_medium=lowkeyword>
atau tulisan menarik lainnya Frendy Kurniawan
<https://tirto.id/author/frendykurniawan?utm_source=internal&utm_medium=topauthor>
(tirto.id - Politik)
Penulis: Frendy Kurniawan
Editor: Maulida Sri Handayani