-- j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>
https://news.detik.com/kolom/d-4986936/celah-diplomasi-dan-darurat-alat-kesehatan?tag_from=wp_cb_kolom_list Kolom Celah Diplomasi dan Darurat Alat Kesehatan PLE Priatna - detikNews Rabu, 22 Apr 2020 17:05 WIB 0 komentar SHARE URL telah disalin Pesawat TNI C-130 Hercules yang bawa alat kesehatan dari China tiba di Natuna. Alkes itu nantinya akan digunakan untuk penanganan virus Corona di Indonesia. Alkes Covid-19 dari China saat tiba di Indonesia (Foto: Dok. Puspen TNI) Jakarta - Pandemi Covid-19 membuat pasar global penjualan dan pasokan alat kesehatan (alkes) menjadi bagian penting dari diplomasi antarnegara. Di sini diplomasi menjadi celah penting, ujung tombak sekaligus juru kendali jelajah persaingan memperebutkan pasokan alkes tersebut. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi baru-baru ini berhasil melobi dan memastikan bahwa Pemerintah Turki dalam waktu dekat akan mengirimkan bahan baku masker. Di belahan lain, sekalipun Pemerintah Korea Selatan melarang ekspor alkes, KBRI Seoul bekerja sama dengan perusahaan grup LG Korea Selatan berhasil mendatangkan bantuan 50.000 alat tes diagnostik PCR untuk Indonesia. Dua contoh, potret ideal buah dari persahabatan yang baik di saat menghadapi pandemi global Covid-19. Sementara, ironisnya, di seberang sana sedikitnya 54 negara telah membatasi dan bahkan melarang pabrik untuk mengekspor dan menjual produknya secara bebas ke manca negara (Global Trade Alert, 2020). Satu potret kuat, hadirnya kendali negara dalam penguasaan aset sekaligus kontrol pasokan pasar produknya. Kendali aset komoditas strategis termasuk terjaganya rantai pasokan, yang tidak saja menjadi ceruk devisa negara, tapi juga aset politik saat ini. Bahan baku, produk jadi dari masker N-95, baju APD hingga alat canggih ventilator kebutuhan rumah sakit adalah variabel penting aset ekonomi sekaligus pendulum politik. Penyumbang kekuatan daya tawar (bargaining position) serta jelajah ruang pengaruh (sphere of influence). Lima negara tercatat menguasai 50% pangsa ekspor global alkes (produk baju APD) 2017-2019. Dari bisnis senilai 135 miliar dolar AS per tahun ini, China menguasai (17,2%), disusul Jerman (12,7%), Amerika Serikat (10,2%), Jepang (4,8%), dan Prancis (4,5%). Namun, stok produk yang beredar itu pun, tak bisa memenuhi permintaan kebutuhan konsumen di banyak negara. Lebih dari 214 negara terpapar pandemi Covid-19. Tak ada pilihan, konsumen berpacu melalui jalur formal saluran diplomatik, berikut jalur pintu belakang menemukan penjual alkes, sekaligus mengais bantuan negara sahabat. Perlindungan negara dan penyelamatan umat manusia dari kematian akibat penyakit adalah panggilan bersama sekaligus kewajiban, mandat, serta misi suci konstitusi. Di tengah celah diplomasi, para trader, broker, spekulan dan mafia merangsek pasar dengan caranya sendiri. Kepanikan membuat kisruh di lapangan semakin eksesif. Coba kita tengok contoh kasusnya. Amerika Serikat melarang stok produksi alkes dari perusahaan 3M untuk diekspor ke luar negeri termasuk ke Kanada. PM Kanada Trudeau marah dan mengancam akan membalas perlakuan itu. Sementara, Pemerintah Jerman menuding Pemerintah AS menahan pengiriman impor masker dan alat medis lain untuk tujuan Jerman, saat kargo transit di bandara Bangkok, dan menerbangkannya ke Amerika. Menteri Dalam Negeri Jerman di Berlin menuding telah terjadi modus perompakan atau pembegalan gaya baru. Kabar lain, masker dari China untuk diekspor ke Prancis dibegal di bandara dan ternyata dibayar kontan 4 kali lipat dari harga semula oleh warga Amerika, untuk diterbangkan ke Amerika Serikat. Menteri Perdagangan Tunisia Mohamed Msilini menuding Italia membajak pengiriman bahan baku medis dari China ke Tunisia, yang ditahan saat kargo transit di Italia. Kantor berita AFP melaporkan bahwa Italia menahan 1.840 alat respirator yang akan dikirim melalui jalan darat ke Yunani. Pemerintah Jerman kembali menyatakan bahwa pengiriman 6 juta masker dari dari negara Afrika menuju Berlin yang seharusnya tiba 20 Maret lalu ternyata telah dicuri di perjalanan saat kargo transit di bandara Nairobi, Kenya. Dalam situasi demikian, tak kurang badan intelijen Israel, Mossad plus Unit 81, intelijen rahasia militer Israel secara khusus menggelar operasi darurat menjelajah para broker, trader, termasuk "mafia" dengan misi segera mendapatkan stok alkes. Kabarnya, dalam operasi intelijen sehari itu Mossad berhasil mendatangkan 10 juta masker, termasuk 25.000 masker bedah N-95, 27 ventilator dan 20.000 alat tes diagnostik Covid-19 ke Israel, yang diakuinya sebagian mencuri dari stok pasar (gelap) Timur Tengah dan tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Mossad dalam operasi pertama sebelumnya gagal mendapatkan produk alkes yang sebenarnya dibutuhkan rumah sakit (Palestinechronical, 14 April 2020). Kebutuhan alkes menjadi titik kritis celah diplomasi; menjaga berlangsungnya persahabatan untuk saling berbagi, ataukah berubah menjadi ketegangan satu sama lain. Celah diplomasi mestinya memberikan opsi damai, pendulum menguji hubungan antarnegara sekaligus meletakkan kembali tata kelola kebutuhan medis melawan Covid-19 ini, tidak berlangsung brutal dan berisiko merusak persahabatan antarnegara. PLE Priatna diplomat-minister, peneliti senior di BPPK Kemlu, alumnus FISIP UI dan Monash University-Australia (mmu/mmu)