-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1829-disiplin-ialah-kunci




Sabtu 16 Mei 2020, 05:30 WIB

Disiplin ialah Kunci

Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group | Editorial
 
Disiplin ialah Kunci

MI/Ebet
Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group.

"MANUSIA berubah dalam keadaan genting," kata Profesor Barnhardt dalam film The 
Day the Earth Stood Still. Dalam film fiksi ilmiah itu tokoh Profesor Barnhardt 
diperankan aktor John Cleese.

The Day the Earth Stood Still mengisahkan kehadiran makhluk angkasa luar 
bernama Klaatu yang diperankan aktor Keanu Reeves dan robot bernama Gorth. 
Keduanya bertugas memutuskan apakah planet Bumi harus dihancurkan atau 
dibiarkan.

Singkat cerita, Gorth memutuskan Bumi harus dihancurkan karena manusia tidak 
disiplin menjaganya. Namun, Klaatu memutuskan membiarkan Bumi tetap ada. Ketika 
Gorth dengan kekuatannya mulai menghancurkan Bumi, Klaatu justru melindunginya 
dengan mengorbankan dirinya. Klaatu percaya bahwa manusia akan berubah dalam 
keadaan genting.

Bumi kini kurang lebih dalam keadaan genting akibat pandemi covid-19. Banyak 
penghuni Bumi terjangkit covid-19. Banyak yang meninggal, tetapi lebih banyak 
lagi yang sembuh. Ekonomi tersendat.

Dalam keadaan genting, serupa yang dikatakan Prof Barnhardt, manusia semestinya 
berubah. Apakah yang lebih genting dan menakutkan yang membuat manusia berubah 
selain kematian, baik fisik maupun ekonomi?

Manusia semestinya berubah menjadi disiplin. Disiplin bermasker, disiplin 
menjaga jarak fisik dan sosial, disiplin cuci tangan pakai sabun, serta 
disiplin menjaga daya tahan tubuh. Kedisplinan seperti itulah yang kita 
harapkan terbentuk sebelum vaksinnya ditemukan supaya kita bisa lekas keluar 
dari kegentingan pandemi covid-19.

Akan tetapi, kedisiplinan yang kita harapkan belum merata di seluruh dunia. 
Negara-negara berdisiplin, apakah dengan lockdown atau tidak, grafik 
covid-19-nya mulai atau sudah landai. Negara-negara yang kurang disiplin, meski 
sudah lockdown, grafik covid-19-nya masih merah.

Kuncinya bukan lockdown atau tidak lockdown, melainkan disiplin. Vietnam 
mendisiplinkan rakyatnya dengan lockdown dan sukses meredakan pandemi covid-19. 
India sudah lockdown lebih dari tujuh pekan, tetapi rakyatnya kurang disiplin 
sehingga gagal menekan pandemi covid-19. Taiwan mendisiplinkan rakyatnya tanpa 
lockdown dan sukses meredakan covid-19.

Di Indonesia, tidak semua daerah menerapkan pembatasan sosial berskala besar 
(PSBB). Bali yang tidak menerapkan PSBB sukses menekan covid-19. Bali dengan 
kearifan lokal desa adatnya sukses mendisiplinkan warga dan meredakan covid-19.

Jakarta yang menerapkan PSBB gagal mendisiplinkan warga sehingga grafik 
covid-19-nya masih fluktuatif. Kedisiplinan masyarakat saat PSBB, kata Wapres 
KH Ma’ruf Amin, masih jauh dari harapan.

Alih-alih disiplin, yang terjadi malah 'diselipin'. Sejumlah orang di Bali 
'menyelipkan' surat keterangan sehat palsu di toko daring supaya orang-orang 
bisa 'menyelip' atau menyelundup mudik.

Dari dulu kita memang menanggung problem disiplin. Gerakan Disiplin Nasional di 
masa Orde Baru sampai Revolusi Mental di masa Jokowi tak sanggup mendisiplinkan 
rakyat.

Ketakutan akan kematian rupanya tak cukup genting, tak cukup menakutkan, bagi 
kita untuk berubah menjadi lebih disiplin. Itu mungkin karena kita optimistis 
sebagian besar kasus covid-19 bisa disembuhkan. Pun kita optimistis vaksinnya 
bakal ditemukan. Kita jadi tak takut mati karena terjangkit covid-19.

Kita rupanya lebih takut mati karena miskin, karena lapar. Hungry makes angry. 
Itulah sebabnya banyak negara mulai melonggarkan lockdown atau pembatasan 
sosial supaya ekonomi bergerak lagi, meski grafik covid-19 mereka masih merah.

Akan tetapi, negara-negara tersebut tetap menerapkan aturan agar rakyat 
disiplin memakai masker, menjaga jarak sosial, mencuci tangan pakai sabun, dan 
menjaga daya tahan tubuh, paling tidak sampai vaksin anticovid-19 ditemukan. 
Ketakutan akan kematian karena miskin atau lapar ternyata juga mesti dibarengi 
dengan aturan untuk membuat masyarakat disiplin.

Kita menginginkan kegentingan karena pandemi covid-19 membuat manusia mendadak 
atau otomatis berubah lebih disiplin. Faktanya, itu tidak terjadi. Kita 
ternyata tak bisa hanya mengandalkan kegentingan untuk membuat manusia mendadak 
berubah lebih disiplin.

Bila mendadak disiplin tak terjadi, pendisiplinan harus dilakukan. 
Pendisiplinan dilakukan secara struktural, berupa penyediaan infrastruktur 
maupun regulasi. Supaya orang disiplin cuci tangan memakai sabun, misalnya, 
infrastruktur wastafel atau sejenisnya harus tersedia di mana-mana. Regulasi 
bisa berupa lockdown, PSBB, pembatasan sosial, relaksasi pembatasan sosial, 
atau sekadar hukum adat serupa di Bali.

Pendisiplinan memerlukan kedisiplinan aparat. Larangan bepergian ke dan dari 
Jabodetabek Gubernur DKI Anies Baswedan tidak akan efektif bila aparat tidak 
disiplin menerapkan regulasi dan menyiapkan infrastruktur pos penyekatan.

Dengan begitu, kedisiplinan masyarakat terbentuk. Struktur sudah terbukti 
mengubah kultur. Regulasi dan infrastruktur membentuk kultur disiplin 
masyarakat dalam menghadapi pandemi covid-19.

 







Kirim email ke