-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1970-fase-baru-pembatasan-sosial



Rabu 01 April 2020, 05:00 WIB

Fase Baru Pembatasan Sosial

Administrator | Editorial
 
Fase Baru Pembatasan Sosial

Seno
Ilustrasi.

SETELAH menolak lockdown dan menegur tiga kepala daerah yang menerapkannya, 
Presiden Joko Widodo akhirnya memilih opsi pembatasan sosial berskala besar 
(PSBB) untuk mengatasi pandemi covid-19.

Opsi PSBB terdapat dalam Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina 
Kesehatan. Kebijakan jaga jarak selama ini hanya berdasarkan anjuran tanpa 
didukung regulasi sehingga sanksinya tidak bisa tegak lurus.

Agar opsi PSBB efektif diberlakukan, Presiden meneken dua regulasi untuk 
mendukungnya, yaitu Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala 
Besar dan Keputusan Presiden tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

Sesuai dengan undang-undang, PSBB itu ditetapkan Menteri Kesehatan yang 
berkoordinasi dengan Ketua Gugus Tugas Covid-19 dan kepala daerah. Dengan 
demikian, sejak kemarin Indonesia resmi memasuki tahap baru memerangi covid-19, 
yaitu fase darurat kesehatan dengan segala konsekuensi hukumnya.

Ada konsekuensi pemberlakuan PSBB. Para kepala daerah tidak bisa lagi mengambil 
keputusan berdasarkan selera yang tidak terkoordinasi dengan pusat. Semua 
keputusan yang diambil daerah harus berada dalam koridor regulasi yang sudah 
diteken Presiden.

Konsekuensi lainnya tentu saja terkait dengan penegakan hukum. Sesuai dengan 
ketentuan Pasal 9 UU Karantina Kesehatan, setiap orang wajib mematuhi 
penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan setiap orang berkewajiban ikut 
serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Mereka yang tidak patuh 
bisa dikenai sanksi penjara satu tahun atau denda paling banyak Rp100 juta.

Polri tentu saja dapat mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang terukur 
agar PSBB dapat berlaku secara efektif dan mencapai tujuan mencegah meluasnya 
wabah. Tanpa penegakan hukum, PSBB hanya indah sebatas teks.

Harus tegas dikatakan bahwa dalam UU 6/2018, PSBB memiliki pembatasan gerak 
yang tidak seketat karantina wilayah. Pada Pasal 59 ayat (3) UU itu, PSBB 
paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan 
keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Jika karantina wilayah diberlakukan, anggota masyarakat tidak boleh keluar 
masuk wilayah karantina. Sebagai akibat karantina wilayah, kebutuhan hidup 
dasar orang dan makanan hewan ternak menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

Dalam konteks itulah kita memahami opsi PSBB yang dipilih, bukan karantina 
wilayah. Tentu saja pemerintah punya pertimbangan matang dan publik hendakya 
mendukung penuh.

Andai pertimbangan ekonomi menjadi dasar pemerintah pusat dalam pencegahan 
penularan covid-19, hal itu juga tidak sepenuhnya salah. Pandemi korona telah 
diproyeksikan menyebabkan resesi besar dunia walau Indonesia menjadi satu dari 
tiga negara G-20 yang diperkirakan masih dapat mengalami pertumbuhan GDP walau 
jauh di bawah proyeksi.

Itu patut diapresiasi karena opsi PSBB dipilih bersamaan kebijakan lain untuk 
mengantisipasi dampak langsung. Presiden telah menginstruksikan tambahan 
belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan covid-19 sebesar Rp405,1 
triliun, yang di dalamnya termasuk untuk jaring pengaman sosial, insentif 
perpajakan, hingga stimulus KUR.

Meski jumlah tersebut masih jauh lebih kecil daripada yang digelontorkan negara 
tetangga untuk penanganan covid-19, pembiayaan itu tetap dapat berdampak nyata 
jika tepat sasaran, dan juga cepat terealisasi.

Sebaiknya pemerintah tetap mengambil langkahlangkah terukur yang didukung 
regulasi untuk mencegah penyebaran covid-19. Salah satu regulasi yang 
ditunggutunggu ialah melarang orang mudik.

Fakta di berbagai daerah saat ini ialah pelonjakan orang dalam pemantauan (ODP) 
karena arus pemudik. Sebuah kondisi yang tidak terbendung oleh sekadar imbauan 
dan begitu pula tidak dapat diputus dalam skema PSBB.

Tugas pemerintah selanjutnya ialah membuktikan efektivitas PSBB. Pemerintah 
harus bisa menerapkan pembatasan gerak semaksimal mungkin walau bukan 
pencegahan keluar masuk. Tanpa pembatasan gerak yang tegas, PSBB tidak efektif.

PSBB efektif dalam tindakan jika pemerintah daerah bergerak dalam derap langkah 
yang sama dengan pusat. Gandeng pula kepala desa sampai RT/RW untuk bersamasama 
memerangi covid-19. Saatnya meme rangi covid-19 menjadi gerakan rakyat.
 







Reply via email to