INTEGRAL EKOLOGI DAN AMDAL!!!

 

AMDAL adalah singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, jadi
menurut pemahaman saya dalam AMDAL terlekat pada  Paradigma Ekologi . Jadi
tidak ada salahnya jika tulisan ini akan membahas ekologi secara integral
(Integral Ekologi).  Dalam konteks ini para biologi organik telah menemukan
keseluruhan yang tak dapat direduksi didalam organisme, demikian juga
fisikawan kwantum dalam fenomena atomik, dan para psikolog gestalt (bentuk
yang tak bernyawa) dalam persepsi, dan para ekolog menemukannya dalam
studi-studi mereka mengenai komunitas-komunitas binatang dan
tumbuh-tumbuhan. 

Para Ilmuan ekologi mulai tumbuh sejak abad ke 19, ketika para biolog mulai
mempelajari komunitas-komonitan organisme. Karena para ekolog awal, sangat
dekat dengan biologi organik, jadi tidak mengherankan bila mereka
membandingkan komunitas-komunitas biologis dengan organisme-organisme.
Sebagai contoh Frereric Clemmen seorang ekolog tumbuh-tumbuhan  A S dan
pelopor dalam studi tentang rangkaian (succession), memandang bahwa
komunitas-komunitas tumbuh-tumbuhan sebagai ``super –organisme``; yang
menimbukan perdebatan yang hidup dan sengit, dan akhirnya menghasilan suatu
konsep ekosistem, yang sekarang ini didifinisikan sebagai ``sebuah komunitas
organisme-organisme dan lingkungan fisiknya, yang berinteraksi sebagai
sebuah satuan ekologis``, membentuk pemikiran ekologis berikutnya, dengan
namanya yang tepat,maka masuklah pendekatan sistem kedalam ilmu ekologi. 

 

Evolusi Perkembangan Budaya manusia terus berlanjut, maka berbagai pemikiran
yang diajukan oleh para biolog organisme pada paroh  pertama abad ke 20
melahirkan cara berpikir baru, yang disebut >>pemikiran Sistem<< dalam
rangka  keterkaitan, hubungan-hubungan, dan konteks, yang kemudian
melahirkan Paradigma Baru, yang dalam konteks ini adalah pandangan
ekologi-dalam, yang menjiwai Paradigma ekologi.

 

Paradigma baru dapat juga disebut sebagai pandangan Holistik, yang memandang
dunia sebagai keseluruan yang terpadu, bukan kumpulan dari bagian-bagian
yang terpisah-pisah. Pandangan ini juga dapat disebut sebagai pandangan
ekologis, jika istilah ekologi dipakai dalam arti yang lebih luas dan lebih
mendalam.  Menurut pengamatan saya, kesadaran ekologis yang mendalam di
Indonesia tercermin dalam  Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL),
dalam konteks perencanaan dan pelaksanaan pembanguan di berbagai jenis
industri, termasuk pembangunan infrastruktur. 

 

Kedua istilah tersebut diatas yaitu istilah ``holistis`` dan ``ekologis``,
agak berbeda dalam arti, nampaknya istilah ``holistis`` merupakan istilah
yang kurang tepat untuk melukiskan  Paradigma Baru. Sebagai contoh misalnya
: Kata kanlah, tentang sebuah sepeda; berarti  melihat speda sebagai suatu
keseluruhan fungsionalnya, oleh karena itu kita hanya mengerti
kesalingtergantungan bagian-bagiannya. Misalnya rodanya, banspedanya,
stangnya, rantainya, sadelnya dll.

 

Sebuah pandangan ekologis mengenai speda mencakup pandangn holistis, tetapi
menambahkan persepsi tentang bagaimana speda tersebut terlekat dalam
lingkungan alamiah dan sosialnya, artinya pandangan ekologis ``melihat``
dari mana didapatkan bahan mentahnya, bagaimana speda itu diproduksi secara
masal, bagai mana pemakainnya terkait dengan lingkungan alamiah dan
komunitas yang memakainya dll-nya.

 

Pandangan ``holistik`` dan ``ekologis`` bahkan penting ketika kita berbicara
tentang sistem-sistem hidup, yang berkaitan dengan lingkungan hidup semua
mahluk yang hidup termasuk lingkungan binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Pandangan ekologis seperti yang tersebut itu disebut sebagai pandangan
ekologi-dalam. Jika kita cermati secara mendalam, maka terkasan kuat bahwa
pandangan ekologi-dalam tersebut secara hakekat terkandung dalam rumusan
Analitas Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Jadi menurut pendapat saya
AMDAL adalah merupakan kebijakan yang asolut dapat dibenarkan, oleh karena
itu harus dilaksanakan!

 

Dewasa ini masalah lingkungan, sudah merupakan masalah  politik Dunia
Internasional, maka perkembangan pembangunan infrastruktur dan Teknologi
semakin menuntut kebijakan pengetatan lingkungan, oleh karena itu sudah
saatnya jika bangsa Indonesia.,khususnya para  elite penegak negara harus
committed terhadap Integral Ekologi. Ini berarti haras memahami
ekologi-dalam, dan siap  menjalankan kebijaksanaan AMDAL, yang hukumnya
wajib untuk lakukan!!!

 

Sungguh sayang jika rezim neolib Jokowi dalam melaksanakan pembangunan
infrastruktur menolak kebijakan AMDAL, karena MMDAL dinilai  sebagai
penghalang masuknya investor asing, ke Indonesia; karena investor asing
dinilai sebagai pemberi kridit (baca :Utang), demi  kepentingan pembiyayaan
proyek pembangunan mega infrastruktur yang sangat ambesius dan ugal-ugalan.

Kebijakan rezim neolib Jokowi yang menolak AMDAL ini tercermin dakan
Rancangan Undang-Undang Omnibus law, khususnya Undang-Undang``Cipta Kerja``;
yang ujung-ujungnya mengejar utang (baca: Uang), tidak sayang nyawa orang
(baca: buruh, tani dan pekerja lainnya, termasuk  binatang dan
tumbuh-tumbuhan). 

 

Kesimpulan akhir:

 

Menurut pengamatan saya; Rezim neolib Jokowi kini sedang menikmati
kemenangan Ideologi Neoliberal,yang bersandar pada kebijakan ekologi
dangkal, yang bersifat antroposentris, yang berpusat pada manusia.
Ekologi-dangkal memandang manusia berada diatas atau diluar alam, sebagai
sumber nilai, sedangkan alam dianggap bersifat instrumental atau hanya
memiliki nilai ´guna` saja. Sikap seperti ini tercermin dalam kebijakan
Presiden Jokowi dan seluruh jajarannya, termasuk DPR dan MPR, yang menolak
kebijakan AMDAL, yang semuanya dikemas  dalam suatu Recana Undang-Undang
Omnibus law,khususnya R UU Cipa Kerja, yang digunakan untuk menyerang kaum
buruh, kaum tani dan pekerja lainnya. 

Ini berarti akan munculnya kesenjangan yang ternganga antara orang kaya dan
orang miskin, antara yang berkuasa dan yang tidak berkuasa, serupa dengan
periode Social Darwinism, yang bersandar pada survival of the fittest, yaitu
:``Siapa yang menang bersaing, adalah yang benar``. Dengan cara apa dan
bagaimana bisa menang tidak dipersoalkan! Demikianlah kebijakan hukum yang
kita alami dan saksikan dalam pemilu 2019.Dampaknya adalah NKRI saat  ini
berpotensi bisa runtuh, karena sudah terkepung oleh budaya KKN, Utang dan
budaya ABS; Khususnya korupsi yang ugal-ugalan yang tercermin dalam korupsi
Jiwasraya, Asabri, dan entah apalagi, yang tak terbendung, sedangkan KPK
telah dilemahkan, sehingga berpotensi untuk menuju kematiannya. 

 

Roeslan

 

Kirim email ke