*Mungkin dekat dengan garis keras, tetapi bagaimana pun bisa dilihat
ceramahnya di youtube*


http://www.panjimas.com/news/2017/10/24/ipr-mungkinkah-panglima-tni-ditolak-as-karena-dekat-dengan-umat-islam/




IPR: Mungkinkah Panglima TNI Ditolak AS karena Dekat dengan Umat Islam ?
<http://www.panjimas.com/news/2017/10/24/ipr-mungkinkah-panglima-tni-ditolak-as-karena-dekat-dengan-umat-islam/>

24 Oct 2017

<http://www.panjimas.com/news/2017/10/24/ipr-mungkinkah-panglima-tni-ditolak-as-karena-dekat-dengan-umat-islam/>



*JAKARTA, (Panjimas.com)* – Penyebab Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo
ditolak oleh Amerika Serikat masih menjadi misteri hingga hari ini.
Pernyataan dari Duta Besar AS untuk Indonesia pun tidak memberikan jawaban,
apa sebenarmya yang terjadi.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin
menduga, bahwa penolakan tersebut disebabkan karena Jenderal Gatot selama
ini dikenal dekat dengan umat Islam di Indonesia.

“Kita tahu sendiri bahwa sejak masa kampanye Presiden AS, Donald Trump
sudah menunjukkan dirinya anti Islam. Jadi indikasinya bisa di lihat dari
sisi itu,” kata Ujang di Jakarta, Selasa (24/10/2017).

Menurut Pengamat Politik sekaligus Dosen Hubungan Internasional Universitas
Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta ini, tidak mungkin Negara sebesar AS
melakukan penolakan terhadap seseorang tanpa ada alasan yang sangat urgen
bagi Negara Adidaya itu, baik itu masalah keamanan atau yang lainnya.

“Tidak mungkin itu hanya kesalahan teknis dari otoritas tertentu, pasti
terkoneksi sampai pada Presidennya. Saya kira itu berkaitan langsung dengan
kebijakan Donald Trump,” jelas Ujang.

Apalagi kata Ujang, Jenderal Gatot pada saat-saat aksi bela Islam bahkan
terindikasi berpihak kepada umat Islam yang melakukan aksi tersebut.

Ujang mengatakan, kelompok Islam yang melakukan aksi tersebut adalah
kelompok yang dicap oleh kelompok tertentu lainnya sebagai Islam garis
keras, meskipun itu masih bisa diperdebatkan.

“Nah, di situlah saya maksudnya adalah saya kira titik temunya itu dengan
Presiden Trump, yang sangat anti dengan Islam garis keras,” uangkapnya.

Kemungkinan lain juga bisa terjadi, kata Ujang lagi, bahwa penolakan AS
terhadap Jenderal Gatot merupakan *shock therapi* untuk Indonesia, yang
selama kepemimpinan Joko Widodo lebih condong berkiblat ke China.

“Bisa juga ini *shock therapi* dari AS untuk Indonesia karena
ketergantungannya terhadap China lebih besar daripada AS,” tegas Ujang.

Namun, Ujang mengapresiasi langkah cepat Pemerintah Indonesia melalui
Kementerian Luar Negeri dan pihak terkait merespon penolakan ini.

“Meskipun, sebenarnya bahwa penolakan ini merupakan tamparan keras bagi
Pemerintah Indonesia secara khusus,” pungkas Ujang. [ES]

Kirim email ke