-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1810-kesehatan-dan-ekonomi


Jumat 24 April 2020, 05:30 WIB

Kesehatan dan Ekonomi

Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group | Editorial
 
Kesehatan dan Ekonomi

MI/Tiyok
Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group.

HEALTH is not everything, but everything is nothing without health. Pemeo ini 
pas untuk menjelaskan pemikiran sebagian orang yang suka mempertentangkan 
antara kesehatan dan ekonomi. Apalagi pada saat wabah covid-19 seperti sekarang.

Ada yang suka menempatkan kedua persoalan ini dalam pilihan antara ini atau 
itu. Seakan-akan salah satu menjadi lebih penting. Apalagi ketika dalam wabah 
seperti sekarang ini banyak jatuh korban dan terjadi bersamaan di seluruh dunia.

Pandangannya, banyak orang sakit dan mereka itu harus diobati, sehingga 
kesehatan harus diutamakan. Padahal jauh lebih penting itu ialah bagaimana 
membuat orang tetap sehat dan tidak sampai jatuh sakit. Tepat jika target yang 
ditetapkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menjaga yang sehat tetap 
sehat, yang kurang sehat dibuat menjadi sehat, dan yang sakit diusahakan 
menjadi sembuh.

Untuk membuat orang tetap sehat, yang paling utama dilakukan ialah makanannya 
harus bergizi. Yang selalu diajarkan kepada kita ialah mengonsumsikan makanan 
“empat sehat, lima sempurna”. Ditambah lagi dengan asupan vitamin, rutin 
berolahraga, dan istirahat cukup.

Agar kita bisa mengonsumsi makanan yang bergizi, kita harus memiliki ekonomi 
yang baik. Kalau seorang petani ingin mendapatkan makanan mencukupi bagi 
keluarganya, dia harus bekerja. Tidak mungkin kita mempunyai kesehatan baik 
tanpa ditopang ekonomi yang baik.

Di sinilah kita tidak mungkin memisahkan antara kesehatan dan ekonomi. Untuk 
mendapatkan kesehatan yang baik, kita membutuhkan ekonomi kuat. Sebaliknya, 
untuk membangun ekonomi kuat dibutuhkan kesehatan yang baik.

Untuk itulah, di tengah upaya kita memerangi penyebaran wabah virus korona, 
yang harus diupayakan jangan sampai ekonomi mati. Terutama yang berkaitan 
dengan kebutuhan pokok harus terjamin ketersediaannya dan keterjangkauannya. 
Apalagi menjelang kita memasuki bulan puasa dan tidak lama lagi Lebaran.

Presiden Joko Widodo sudah mengingatkan agar harga-harga bahan pokok dapat 
dikendalikan. Kenyataannya, sekarang ini harga kebutuhan pokok sudah mulai 
naik. Gula pasir yang bulan lalu masih Rp11.000 per kg, sekarang sudah menjadi 
Rp19.000.

Kementerian Perdagangan tidak bisa lepas tangan dan membiarkan harga tidak 
terkendali seperti sekarang. Pejabat sekarang harus berani seperti Enggartiasto 
Lukita saat menjadi Menteri Perdagangan. Menjelang puasa, para produsen dan 
pedagang bahan pokok dikumpulkan di kementerian. Mereka diwajibkan 
mengendalikan harga-harga agar tidak melonjak tinggi.

Tidak tanggung-tanggung Enggar memasukkan para pengusaha itu di dalam satu 
ruangan untuk mencapai kesepakatan  mengendalikan harga. Sepanjang belum ada 
kesepakatan, mereka tidak diperbolehkan meninggalkan ruangan dan kalau perlu 
menginap di Kementerian Perdagangan.

Sekarang ini keadaan jauh lebih sulit. Dalam situasi seperti sekarang, banyak 
pihak mencoba mencari keuntungan yang tidak wajar. Harga masker saja bisa naik 
empat sampai lima kali lipat karena tidak dikendalikan harganya. Kalau kita 
tidak bisa menjaga tingkat inflasi, daya beli masyarakat akan semakin tertekan 
ke bawah.

Sikap business as usual yang dilakukan Kementerian Perdagangan membuat ekspor 
impor juga tidak bisa berjalan. Padahal banyak kebutuhan bahan baku yang tidak 
bisa menunggu. Industri-industri mulai berteriak kehabisan bahan baku.

Kondisi ini semakin menekan dunia usaha. Di satu sisi, mereka diminta tidak 
cepat-cepat melakukan pemutusan hubungan kerja, tetapi di sisi lain mereka 
tidak bisa melakukan produksi untuk menopang kelangsungan usaha mereka.

Kamar Dagang dan Industri sudah meminta pemerintah untuk minimal membantu 
membayari gaji karyawan swasta selama tiga bulan. Tanpa ada kegiatan usaha yang 
memberikan pemasukan, tidak ada satu pun perusahaan yang sanggup bertahan.

Bahkan Kadin sudah mengingatkan pemerintah untuk menambahkan stimulus 
fiskalnya. Tidak cukup lagi pemerintah menganggarkan Rp405 triliun untuk 
stimulus ekonomi, tetapi mininal Rp1.600 triliun. Sepanjang tidak ada jalan 
keluar, kita akan menghadapi jalan buntu. Ketika ekonomi tidak mampu menopang, 
kesehatan pun akan berada dalam bahaya.
 







Reply via email to