-- j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1723-keserakahan Selasa 14 Januari 2020, 05:10 WIB Keserakahan Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group | podium Keserakahan MI/Ebet Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group APA yang menyebabkan krisis global 2008? Jawabnya satu, 'keserakahan'. Keinginan untuk meraup keuntungan besar dalam waktu singkat membuat orang gelap mata. Saham-saham kategori 'sampah' dipoles menjadi 'emas'. Ketika harga-harga saham bertumbangan, pemerintahan George W Bush pun menjadi panik. Apalagi ketika perusahaan jasa keuangan Lehman Brothers jatuh bangkrut. Di tengah bayang-bayang hancurnya perekonomian AS, Kongres terpaksa menyetujui penyediaan dana talangan sampai US$700 miliar. Memang tidak mudah untuk mengawasi orang-orang yang serakah. Pasar Modal New York yang dikenal sangat ketat melakukan pengawasan akhirnya jebol juga. Mereka tidak sanggup mengawasi produk-produk keuangan derivatif yang dikemas dengan begitu canggihnya. Selalu ada orang yang mencoba mengakali. Apalagi ketika berkaitan dengan dana begitu besar. Dana-dana pensiun atau asuransi yang paling rentan dimanfaatkan. Aturan yang begitu ketat untuk investasi pun bisa dijebol. Sekarang kasus penggerogotan dana masyarakat sedang dihadapi PT Asuransi Jiwasraya (persero). Semua investasi yang spekulatif dan sekadar mengejar return tinggi akhirnya menjadi masalah. Ketika nilai kerugiannya semakin besar, kesalahan investasi itu semakin membelit perusahaan. Arah balik ekonomi yang terjadi mulai akhir 2014 membuat semua perhitungan awal menjadi keliru. Yang tadinya mau untung malah menjadi buntung. Apalagi ketika keuntungan masa depan sudah telanjur dihitung sebagai keuntungan dan 'dibagi-bagi' kemarin. Belum lagi persoalan Jiwasraya diselesaikan, kini kasus baru muncul lagi. Asuransi untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia, ASABRI, menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, dikorupsi lebih dari Rp10 triliun. Kita belum tahu kebenaran berita yang terakhir karena Menko Polhukam mengaku mendapatkan informasi dari isu. Sebenarnya, level menteri seharusnya menyampaikan informasi berdasarkan informasi yang lebih tepat. Seorang menteri seharusnya menyadari 'His word is his bond'. Kalau saja itu benar, kasus ASABRI hanya sejarah yang berulang. Pada sekitar 1995 ASABRI pernah mengalami nasib sama. Dana mereka sekitar Rp410 miliar dijanjikan pengusaha Henry Leo untuk diputar di bisnis properti. Ternyata bukan hanya janji return-nya yang tidak pernah bisa dipenuhi. Dana milik prajurit pun ikut raib. Sekarang yang kita harus lakukan tidak sekadar menguak kasus itu, tetapi juga bagaimana menyelesaikannya agar dana masyarakat tidak sampai dirugikan dan lebih dari itu industri jasa keuangan tidak kehilangan kredibilitas. Pengungkapan tanpa diikuti penyelesaian yang realistis hanya menimbulkan persoalan sebab sekarang ini orang menunggu bagaimana pemerintah menyelesaikan persoalan yang pelik ini. Kecepatan dan kecermatan merupakan dua hal yang harus dilakukan secara bersamaan. Mengapa? Sebab, seperti kasus Jiwasraya yang sudah terjadi sejak 2006, tetapi cara penyelesaiannya hanya mengulur-ulur waktu. Padahal saat krisis, waktu itu ikut menentukan keberhasilan penyelesaian masalah. Kecermatan diperlukan agar langkah yang diambil benar-benar menyelesaikan masalah keseluruhan. Jangan sampai kita menyelesaikan masalah dengan masalah. Kalau itu yang terjadi, namanya bunuh diri. Bahkan, ibaratnya kita harus bisa menarik rambut dari atas tepung. Rambutnya harus bisa diambil, tetapi tepungnya tidak sampai berantakan. Karena itulah, para menteri jangan bicara sendiri-sendiri. Semua yang berkepentingan harus duduk bersama dan menyepakati langkah penyelesaian yang akan ditempuh. Baru kalau memang sudah didapatkan kesepakatan dalam cara penyelesaiannya, disampaikan secara utuh kepada publik. Sekarang ini bukan waktunya untuk pencitraan. Kasus Jiwasraya dan juga ASABRI merupakan kasus yang bisa memicu krisis besar kalau tidak dicarikan cara penyelesaian yang cepat dan tepat.