Jumat, 02 Februari 2018 — 05:35 
 Komnas HAM Papua: Ego lembaga negara hambat penyelesaian masalah HAM 
https://tabloidjubi.com/artikel-13457-komnas-ham-papua-ego-lembaga-negara-hambat-penyelesaian-masalah-ham.html
 

 "Ini harus diserius, karena fakta menunjukkan masih ada kasus diduga 
pelanggaran HAM di bidang ekosop. Misalnya kini 17 kabupaten yang rawan gizi 
buruk dan enam wilayah yang telah terjadi kejadian luar biasa (KLB)," ujarnya.

 
 Ilustrasi demo mahasiswa dan pemuda Papua mendesak penuntasan kasus dugaan 
pelanggaran HAM di Papua - Jubi/Arjuna
 

 Papua No. 1 News Portal | Jubi
 Jayapura, Jubi - Kepala kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) 
perwakilan Papua, Frits Ramadey mengatakan, tak ada langkah konkret 
penyelesaian masalah HAM Papua, kesannya lembaga negara yang berwenang 
mempertahankan ego masing-masing.
 Menurutnya, Presiden Jokowi menyatakan komitmen menyelesaikan masalah HAM 
Papua. Namun instansi teknis seperti Kementerian Polhukam, Kejaksaan Agung, 
kepolisian, TNI, dan Komnas HAM belum bersinergi, untuk menyelesaikan kasus ini 
secara baik.
 "Setiap pihak masih mempertahankan kewenangan masing-masing. Ini yang kemudian 
menjadi hambatan penyelesaian kasus HAM di Indonesia pada umumnya, dan Papua 
khususnya," kata Frits kepada Jubi, Kamis (01/02/2018).
 Katanya, pemerintah Indonesia beberapa tahun lalu, merilis secara nasional 
tujuh kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Tiga di antaranya kasus HAM Papua 
yang belum terselesaikan, yakni kasus Wasior pada 2001, kasus Wamena berdarah 
pada 2003, dan kasus Paniai pada 2014.
 "Yang menghambat penyelesaian tidak hanya kewenangan setiap lembaga, juga ada 
kelemahan dalam Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 dan UU Nomor 26 Tahun 
2000 tentang pengadilan HAM, yakni kewenangan yang terbatas," ucapnya.
 Kondisi ini lanjut Frits, menjadi peringatan serius kepada pemerintah 
Indonesia, untuk memperhatikan situasi HAM, ekonomi, sosial, budaya di Papua, 
dan sipil politik.
 "Ini harus diserius, karena fakta menunjukkan masih ada kasus diduga 
pelanggaran HAM di bidang ekosop. Misalnya kini 17 kabupaten yang rawan gizi 
buruk dan enam wilayah yang telah terjadi kejadian luar biasa (KLB)," ujarnya.
 Anggota Komisi I DPR Papua, komisi bidang politik, hukum, HAM dan hubungan 
luar negeri, Laurenzus Kadepa mengatakan, kini para korban pelanggaran HAM di 
Papua berharap kehadiran pihak ketiga yang netral, yakni tim PBB untuk menjawab 
keluhan mereka.
 
 "Rakyat korban pelanggaran HAM kini tidak lagi berharap pada polisi, 
kejaksaan, DPR, bupati, gubernur bahkan presiden. Mereka sudah merasa lelah, 
selalu menyampaikan aspirasi tuntutan penegakan hukum setiap saat, tapi tak 
pernah ditanggapi," kata Kadepa. (*)
 

Kirim email ke