http://id.beritasatu.com/home/komoditas-kemiskinan-dan-kesenjangan/166632
*Komoditas Kemiskinan dan Kesenjangan* *Oleh Izzudin Al Farras Adha *| Senin, 16 Oktober 2017 | 18:59 [image: Izzudin Al Farras Adha, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef)] Izzudin Al Farras Adha, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Menjelang tahun politik, isu kesejahteraan menjadi semakin seksi. Dengan hal tersebut, pemerintah bisa menjual jargon-jargon keberpihakan kepada rakyat kelas menengah ke bawah hingga pada akhirnya berharap bisa mendulang suara dalam pemilu mendatang. Tanda-tanda tersebut bisa terlihat dari rumusan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 yang diajukan pemerintah ke DPR pertengahan Agustus lalu. Dalam RAPBN 2018 tersebut, salah satu fokus prioritas kerja pemerintah tahun depan adalah penurunan tingkat kemiskinan dan kesenjangan. Angka kemiskinan dipatok berkisar pada angka 9,5-10% dan angka kesenjangan ditargetkan mampu mencapai angka 0,38. Merujuk pada kondisi saat ini, angka kemiskinan dan kesenjangan menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2017 berada pada angka 10,64% dan 0,393. Angka kemiskinan dan kesenjangan tersebut hanya turun tipis 0,006% dan 0,001 dibandingkan dengan Susenas sebelumnya pada September 2016. Pun misalnya bila kita lihat lebih jauh sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, rata-rata penurunan kemiskinan hanya ada pada angka 0,26%. Artinya, target capaian yang diinginkan pemerintah pada tahun 2018 mendatang sangat berat bila melihat kondisi penurunan angka kemiskinan dan kesenjangan tersebut. Namun, hal tersebut tampaknya tidak ditindaklanjuti oleh para anggota DPR yang saat ini maraton membahas RAPBN 2018 bersama pemerintah. Seharusnya, para wakil rakyat tersebut mengkritisi asumsi dan target yang diharapkan pemerintah, khususnya yang terkait kemiskinan dan kesenjangan, di dalam RAPBN. Bahkan, melihat pembahasan RAPBN yang dilaksanakan oleh DPR bersama pemerintah lebih dari sebulan terakhir, kecenderungannya adalah miskin perdebatan dan nyaris berlangsung mulus. Tidak terdengar opini maupun pernyataan para politisi tersebut untuk mendebat, bahkan mengkritisi RAPBN yang diajukan oleh pemerintah. Mereka hanya bisa nyinyir terkait kenaikan subsidi jelang tahun politik 2019, namun tidak banyak membahas substansi arah kebijakan pembangunan nasional ke depan. Kebijakan pemerintah dalam bidang kemiskinan dan kesenjangan sudah seharusnya dapat dikritisi oleh para wakil rakyat. Misalnya adalah terkait penambahan jumlah penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH). DPR seharusnya mempertanyakan penambahan angka 6 juta menjadi 10 juta penerima manfaat tersebut apakah sudah sesuai dengan data kemiskinan yang akurat dan akan tepat sasaran pemberian serta pemanfaatannya. Sebab, kebijakan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah seringkali tidak tepat sasaran karena belum ada data kemiskinan yang mampu sampai ke unit terkecil administrasi pemerintahan, yaitu desa/kelurahan, di seluruh wilayah di Indonesia. Hal ini bukan berarti menolak penambahan penerima manfaat PKH begitu saja, namun yang lebih utama adalah mengangkat derajat ekonomi bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan bantuan pemerintah. Belum lagi bila berbicara mengenai formulasi perumusan kebijakan pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan yang selama ini hanya berdasarkan perhitungan garis kemiskinan. Diambil dari laman Badan Pusat Statistik (BPS), Garis Kemiskinan (GK) didefinisikan sebagai penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Padahal selama ini kita juga mengenal dua indeks kemiskinan lainnya, yaitu Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan ialah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Artinya, semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan merupakan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Apabila dalam formulasi kebijakan ditambahkan dengan dua indikator indeks kemiskinan lainnya tersebut, maka kebijakan pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan akan semakin tepat sasaran kepada yang benar-benar membutuhkannya, termasuk pula kebijakan pemberian PKH di atas. Selain itu, perbaikan formulasi kebijakan seperti yang disebutkan di atas juga mampu membuat pengurangan kesenjangan semakin berkualitas. Sebab, angka kesenjangan turun bukan karena kalangan menengah ke atas yang berkurang pengeluarannya, seperti yang selama ini terjadi, melainkan karena adanya peningkatan pengeluaran masyarakat berpenghasilan rendah. Begitu pula dengan kenaikan pengeluaran kelompok penduduk 40% terbawah yang dapat lebih cepat dibandingkan dengan yang dirasakan oleh kelompok penduduk 20% teratas. Artinya, kalangan menengah ke bawah semakin merasakan hidup yang lebih sejahtera dibandingkan dengan sebelumnya. Evaluasi-evaluasi di atas sudah seharusnya menjadi perhatian DPR bersama pemerintah dalam merumuskan strategi pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan selama masa pembahasan RAPBN ini. Namun, apabila pada sisa masa pembahasan RAPBN 2018 mereka masih bergeming seperti yang telah terjadi beberapa waktu ke belakang, maka wajar saja kita menyimpulkan bahwa target kemiskinan dan kesenjangan pada tahun 2018 mendatang hanyalah komoditas pencitraan politik jelang tahun politik 2019 saja Berita Terkait - Presiden Minta GBI Ikut Tangani Masalah Sosial <http://id.beritasatu.com/home/presiden-minta-gbi-ikut-tangani-masalah-sosial/164281> - Mengatasi Kesenjangan <http://id.beritasatu.com/home/mengatasi-kesenjangan/164088> - Korupsi Anggaran <http://id.beritasatu.com/home/korupsi-anggaran/163573> - Komitmen Memangkas Kesenjangan <http://id.beritasatu.com/home/komitmen-memangkas-kesenjangan/163147> - Persentase Penduduk Miskin Menurun <http://id.beritasatu.com/home/persentase-penduduk-miskin-menurun/162813>