Korban Mei 1998 dan aksi lilin untuk Ahok yang meluas 
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39885795 12 Mei 2017

 Tautan eksternal dan akan terbuka di layar baru Bagikan artikel ini dengan 
Facebook http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39885795#  Bagikan artikel ini 
dengan Twitter http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39885795#  Bagikan 
artikel ini dengan Messenger http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39885795#  
Bagikan artikel ini dengan Email 
mailto:?subject=Shared%20from%20BBC%20Indonesia&body=http%3A%2F%2Fwww.bbc.com%2Findonesia%2Findonesia-39885795
  Kirim http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39885795#share-tools




 
 Hak atas fotoDWICREATIVEImage captionAksi Lilin Solidaritas untuk Ahok di Bali 
"Saya korban Tragedi Mei 1998, dan ini Mei 2017, saya tak mau itu terulang 
untuk saya dan anak cucu saya. Karenanya saya harus ikut bersuara, dan 
bergabung dalam aksi solidaritas ini," Inez Sutanto berkata dengan tegas.
 Inez, dengan lilin menyala di tangannya, memandang belasan ribu orang yang 
bergabung dalam aksi lilin solidaritas untuk Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama, 
di Tugu Proklamasi, Jakarta, beberapa waktu lalu.
 Ia mengungkapkan, pada Mei 1998, rumah keluarganya hangus dibakar massa. 
Mereka berhasil menyelamatkan diri, dan membangun lagi kehidupan.
 "Kami tidak mengungsi ke luar negeri, karena kami orang Indonesia, hidup kami 
di sini. Kalaupun saya lalu ke luar negeri, itu untuk kuliah," kata Inez.
 Bagaimana warga keturunan Cina menanggapi vonis Ahok? 
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39867038 Dampak vonis penjara Ahok 
terhadap politik di Indonesia http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39858478 
Aksi menyanyi untuk Ahok di Balai Kota dipimpin Addie MS 
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39867036 Betapa pun, Inez mengatakan, 
sejak Peristiwa Mei 1998 itu kehidupan mereka tidak sama lagi.
 "Peristiwa itu sangat traumatik bagi kami. Saya sendiri selama ini selalu 
tidak nyaman dengan keramaian, namun sekarang-sekarang saja saya membulatkan 
tekad untuk ikut dalam aksi lilin solidaritas untuk Ahok ini, karena saya kira 
sekarang kita tak lagi bisa cuma diam dan pasif karena minoritas," katanya pula.
Hak atas fotoBBC INDONESIAImage captionInez Sutanto dan pasangannya, James, 
merasa tak bisa lagi diam. Beberapa tahun lalu Inez pergi ke Amerika Serikat, 
belajar biokimia dan biologi molekuler. Ia mendapat kesempatan untuk tetap 
tinggal dan bekerja di San Francisco, namun memutuskan untuk pulang ke 
Indonesia.
 "Ini tanah air saya. Dan waktu melihat Pak Ahok jadi wakil gubernur, lalu jadi 
gubernur, saya senang karena meyakini bahwa tanah air saya sudah berubah, tak 
lagi seperti tahun 1998 ketika saya merasa bahwa minoritas hanya menjadi objek 
yang dimanfaatkan, diperas atau ditindas."
 "Saya melihat harapan. Dan merasa, Indonesia adalah negara yang benar-benar 
dewasa, tak kalah dengan negara maju di seluruh dunia."

 Semula ia menganggap penentangan pada Ahok di awal-awal menjabat gubernur 
menggantikan Jokowi, hanya datang dari segelintir golongan ekstrem, yang selalu 
ada di setiap negara.
 Ia mulai merasa cemas ketika masalah etnis dan agama jadi begitu dominan dalam 
kampanye Pilkada, ditandai sejumlah unjuk rasa raksasa, 411 dan 212 khususnya.
 Dan akhirnya, Ahok dijatuhi hukuman dua tahun penjara untuk pasal penistaan 
agama, kendati jaksa hanya menuntut satu tahun penjara percobaan dua tahun, 
untuk pasal permusuhan pada suatu golongan -dan bukan penistaan agama.
Hak atas fotoBBC INDONESIAImage captionBelasan ribu orang memenuhi kawasan Tugu 
Proklamasi, Rabu (10/5) malam, menyatakan solidaritas pada Ahok. "Vonis ini 
lebih mengguncangkan dibanding kekalahan saat Pilkada," kata Inez sambil 
memapar keyakinannya bahwa hakim mengambil keputusan itu lebih karena tekanan 
massa dan bukan karena pertimbangan hukum dan akal sehat.
 "Saya kecewa sekali. Kalau banyak warga Jakarta bisa dimanipulasi dengan isu 
SARA untuk membuat Pak Ahok kalah dalam Pilkada, ya gimana lagi, Itu bisa 
terjadi. Tapi tadinya saya kira hukum tetap akan independen, tak terpengaruh 
isu SARA dan tekanan massa. Tapi ternyata saya salah. Saya kecewa banget. Saya 
jadi trauma lagi dengan Tragedi Mei 1998."
 "Ini bukan sekadar soal Ahok," katanya dalam bahasa Inggris.
 "Ini tentang anak-anak saya nanti, cucu-cucu saya. Keturunan Anda juga, 
semuanya. Bahwa orang sehebat apa pun, sebagus apa pun, sebersih apapun, bisa 
disingkirkan begitu, dizalimi, karena berbeda keyakinan, berbeda kulit, karena 
minoritas.
Hak atas fotoTOMY LEEImage captionAksi lilin di Pekanbaru "Saya kecewa dan 
sedih. Sesuatu yang sudah begitu bagus dibangun: demokrasi, kesetaraan, 
sekarang langsung runtuh oleh putusan itu."
 Karena itu, Inez yang selama ini jauh dari politik, memutuskan bergabung dalam 
aksi lilin solidaritas untuk Ahok.
 "Kita tak bisa lagi cuma diam, menerima, dan meminta Tuhan membukakan mata 
mereka. Kita harus ikut bersuara.'
 "Kita tak bisa sekadar trauma dengan peristiwa Mei 1998. Kita harus ikut 
bersuara, bahwa yang seperti itu tak boleh terjadi lagi. Bukan cuma peristiwa 
kerusuhannya saja yang tak boleh terjadi lagi, tapi juga masalah SARA-nya, 
kebencian ras dan agama, dan suku, tidak boleh terjadi lagi," tandas Inez.
Hak atas fotoBBC INDONESIA Inez tentu bukan satu-satunya penyintas Kerusuhan 
Mei 1998 yang tergerak untuk mulai bersuara. Penyintas 1998 dan keturunan Cina 
juga bukan satu-satunya yang merasa berkepentingan untuk terlibat dalam 
berbagai gerakan menentang isu SARA.
 Aksi solidaritas pada Ahok juga tak terbatas di Jakarta: meluas ke berbagai 
kota di seluruh Indonesia, dan beberapa kota di luar negeri.
Hak atas fotoJAMANImage captionAksi solidaritas pada Ahok meluas ke berbagai 
kota di Indonesia Di salah satu wilayah paling timur Indonesia, di Sorong, 
Papua Barat, aksi lilin diikuti ribuan orang.
 Ini untuk pertama kalinya isu non-Papua turut disuarakan di Papua. Markus 
Aruan, yang turut menggalang aksi itu mengatakan, itu karena kasus Ahok terasa 
berdampak bagi warga Papua.
 "Yang begitu tinggi kedudukannya seperti Pak Ahok, bisa dibegitukan. Apalagi 
yang tak punya kedudukan, dan lemah, seperti kami-kami di Papua," katanya
Hak atas fotoJAMANImage captionAksi lilin di Bitung Penggerak aksi di 
Yogyakarta, Pedro, mengatakan, bahwa solidaritas perlu diungkapkan, melengkapi 
langkah-langkah hukum.
 "Kami ingin menunjukkan pada Pak Ahok, bahwa ia tak sendiri," kata Pedro.
 "Penggunaan sentimen rasisme dan agama yang menimpa Pak Ahok, sangat berbahaya 
bagi keutuhan NKRI. Isu itu tak boleh direproduksi di wilayah lain, dan kami 
perlu menegaskan bahwa hal seperti itu tak boleh terjadi lagi," tegas Pedro
Hak atas fotoBBC INDONESIAImage captionMassa menyanyikan berbagai lagu 
patriotik dan mengibarkan bendera Merah Putih. Sejauh ini aksi lilin 
solidaritas sudah berlangsung di berbagai tempat di Jakarta, Yogyakarta, 
Pekanbaru, Bitung, Medan, Manado, Sorong, Atambua, Kupang, Rote, Soe, Toraja, 
Batam dan Alor.
 Aksi sejenis masih dijadwalkan untuk berlangsung malam ini di Surabaya, 
Minahasa, Balikpapan, Semarang, Sabtu di Bandung, dan menyusul di kota-kota di 
luar negeri seperti London, Tokyo, empat kota di Belanda, dan sejumlah kota di 
AS dan Australia.


 
 
 

Kirim email ke