Kritik Pemilu Serentak, JK: Menyulitkan Capres dan Caleg

Reporter:


       Ahmad Faiz Ibnu Sani

Editor:


       Syailendra Persada

Jumat, 21 Desember 2018 07:02 WIB

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyerahkan Pemberian Apresiasi dan Penganugrahan Zona Integritas menuju WBK/WBBM Tahun 2018 di Hotel Sultan Jakarta, Senin, 10 Desember 2018. Foto: KIP SetwapresWakil Presiden Jusuf Kalla menyerahkan Pemberian Apresiasi dan Penganugrahan Zona Integritas menuju WBK/WBBM Tahun 2018 di Hotel Sultan Jakarta, Senin, 10 Desember 2018. Foto: KIP Setwapres

*TEMPO.CO*,*Jakarta*- Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK berharap model pemilihan umum (Pemilu <https://www.tempo.co/tag/pemilu-2019>) di Indonesia kembali seperti semula. Ia ingin antara pemilihan presiden dan pemilihan legislatif tidak berlangsung serentak.

Baca: Kotak Suara Rusak, Bawaslu Minta KPU Awasi Gudang Logistik <https://pemilu.tempo.co/read/1156686/kotak-suara-rusak-bawaslu-minta-kpu-awasi-gudang-logistik>

Menurut JK, pemilu 2019 yang berlangsung serentak ini menjadi salah satu pemilu terumit yang Indonesia alami. "Mudah-mudahan nanti pak Ketua DPR (Bambang Soesatyo) Undang-Undang ini diamandemen. Jadi memisahkan pileg dan pilpres. Karena (kalau) bersamaan semua susah, susah pilegnya susah pilpresnya," katanya dalam acara Silaturahmi Menyambut Tahun Pemilu Partai Golkar di The Dharmawangsa Hotel, Jakarta, Kamis, 20 Desember 2018.

JK menjelaskan pemilu serentak menimbulkan sejumlah permasalahan. Dari sisi anggaran, negara harus merogoh kocek lebih dalam. Sementara dari sisi pelaksanaan, kata dia, potensi suara bocor lebih besar.

"Mudah-mudahan 5 tahun yang akan datang (Pemilu 2024) kembali pada pola yang sebelumnya," ujar JK.

Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini berujar pemilu serentak memberi efek negatif bagi kandidat calon anggota dewan. Pemilu serentak membuat masyarakat condong lebih memerhatikan pemilihan presiden.

Hal sama, kata dia, berlaku juga untuk kandidat calon presiden. "Pilpres sulit dapat dukungan solid dari partai karena mereka fokus pada partainya sendiri," tuturnya.

Hal itu, menurut JK, diperparah dengan aturan ambang batas parlemen sebesar 4 persen. "Itu menakutkan partai menengah dan kecil sehingga mereka mati-matian mengelola partainya sendiri," kata dia.

ADVERTISEMENT

Pemilu 2019 merupakan pemilu pertama yang berlangsung secara serentak di Indonesia. Ketetapan ini bermula saat Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak pada 2013 lalu lewat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013.

Simak: Raup Suara Pemilu, Golkar Bakal Gunakan Artificial Intelligence <https://pemilu.tempo.co/read/1157064/raup-suara-pemilu-golkar-bakal-gunakan-artificial-intelligence>

Saat itu, Majelis Hakim membatalkan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112  UU No. 42 Tahun 2008 tentangPemilu<https://www.tempo.co/tag/pemilu-2019>Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang mengatur pelaksanaan Pilpres tiga bulan setelah pelaksanaan Pileg alias tidak serentak.



---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com

Kirim email ke